Perbekel Tampaksiring Akan Koordinasi ke Desa Adat dan PHDI
Campuhan Jadi TKP Dugaan Pelecehan Seksual
GIANYAR, NusaBali
Pemerintahan Desa/Kecamatan Tampaksiring, Gianyar, gerah dengan gencarnya informasi di media sosial yang menyebutkan Pura Campuhan di Desa/Kecamatan Tampaksiring, Gianyar, menjadi lokasi kasus pelecehan seksual.
Terkait itu, Perbekel Tampaksiring I Made Widana mengaku akan berkoordinasi dengan Desa Adat Tampaksiring dan PHDI Gianyar.
Sebagaimana informasi di medsos, salah seorang oknum sulinggih, IBRASM, dengan nama walaka I Wayan M,38, diduga tersangkut kasus pelecehan seksual dengan TKP di area Pura Campuhan Tampaksiring.
‘’Kami masih rembuk, koordinasi dengan desa adat dan PHDI. Apa yang harus dilakukan, sehingga kesucian pura itu kembali,’’ jelas Perbekel Made Widana saat ditemui, Selasa (16/2) di ruang kerjanya.
Dia mengaku baru tiga hari lalu mendengar kabar tersebut. Sesuai berita di media sosial, kejadian tersebut terjadi pada 4 Juli 2020, Saniscara Umanis Watugunung, hari suci Saraswati. Dia khawatir, karena kejadian itu nuansa sakral dan suci areal dan aliran Campuhan menjadi ternoda. Sebagai antisipasi kejadian serupa, Perbekel Made Widana mewanti-wanti masyarakat. Agar yang hendak datang berkunjung untuk sembahyang, nunas tirta maupun melukat melapor terlebih dahulu. Di pura itu sudah ada pamangku yang stand by dari pagi sampai sore. Jika mau datang malam, sebaiknya sampaikan dulu ke pamangku. ‘’Informasikan akan datang jam berapa, sehingga kami bisa koordinasi. Ada yang mendampingi," pintanya. Supaya tidak sampai terjadi hal-hal yang tak diinginkan.
Kata Widana, Campuhan itu belum dikelola oleh BUMDes Tampaksiring sebagai potensi wisata desa. "Campuhan ini baru kami tata dan kelola sekitar bulan Oktober 2020. Soft opening saat penyebaran benih ikan koi. Jadi sebelum itu, memang area Campuhan apa adanya, belum ada yang jaga," ungkapnya.
Berbeda setelah ditata dan dibuka untuk umum, area Campuhan dijaga sejumlah pengayah kebersihan. Termasuk adanya pamangku dari pagi sampai sore. Maka sebagai antisipasi kedepan, Made Widana menegaskan agar masyarakat yang datang terlebih dahulu minta izin. "Sejak kami tata, di Campuhan sudah dipasang lampu. Pemangku stanby. Jadi jika masyarakat mau melukat, sebaiknya agar dipimpin Jro Mangku yang ada sehingga lebih khusuk," jelasnya.
Kedepan, Campuhan yang juga dijadikan objek wisata Tubing (permainan ban air) ini akan terus ditata. "Rencananya kami akan membuat sekat pembatas. Antara yang mandi biasa di sungai dengan yang melukat di area suci. Jaraknya sekitar 20 depaha dari sentral Patung Siwa," terangnya.
Terkait pertanggungjawaban oknum sulinggih tersebut, Perbekel Made Widana mengaku masih rembuk dengan pihak terkait. "Yang jelas, kesucian pura harus dijaga. Mungkin melalui pacaruan atau apa, kami masih rembuk. Koordinasi dengan desa adat, dengan PHDI. Apa yang harus dilakukan, sehingga kesucian pura itu kembali," terangnya.
Ditemui terpisah di Pura Campuhan Tampaksiring, Jro Mangku Ida Bagus Nyoman Oka atau Ida Bagus Aji Mangku Pura Prajapati didampingi Jro Mangku I Made Marja, mengaku baru mendengar dugaan kasus tersebut. "Lokasi ini benar Pura Campuhan. Tapi masalah itu sama sekali tidak tahu. Karena pamangku belum ngayah saat itu (Juli 2020). Tiyang baru empat bulan diaktifkan di Pura Campuhan," ujar Ida Bagus Aji Mangku yang juga pamangku Pura Prajapati ini.
Sebelum Oktober 2020 itu, area Campuhan diakui belum tertata. Masyarakat yang datang mandi dan melukat masih campur aduk. Bahkan sampah sisa canang berserakan di mana-mana. "Sejak dikelola, mulai ada penertiban. Masyarakat yang melukat bawa pejati untuk matur piuning," ujarnya. Jika benar TKP merupakan area Pura Campuhan dengan pelaku oknum Sulinggih, para Pemangku ini sangat menyayangkan. "Kalau benar masalah itu terjadi disini, semestinya ada upacara. Pang ten leteh," ungkapnya. Namun apa bentuk upacaranya, mesti dibicarakan terlebih dahulu dengan Desa Adat.
Terkait Pura Campuhan, Ida Bagus Aji Mangku menjelaskan bahwa lokasi ini terjadi pertemuan 5 mata air suci. Diantaranya aliran Tukad Pakerisan terdiri dari Tirta Empul, Mengening dan Gunung Kawi Tampaksiring, Toya Soka, serta Tirta Bulan. "Dulu kalau orang Ngaben di Desa Manukaya dan Desa Tampaksiring, ngayutnya di Campuhan ini," jelasnya.
Di bawah aliran air, juga diyakini terdapat air klebutan yang terasa hangat. "Bagian tengah juga terdapat air klebutan. Airnya jernih, meski hujan atau sungai ini meluap saat banjir. Kolam ini tetap jernih," ungkapnya. Masyarakat luar yang datang ke Campuhan, dominan nunas tirta dan berobat. Masyarakat datang dengan berbagai keluhan penyakit, semisal bingung, berharap keturunan, hingga mencari jodoh. "Sejak dibuka untuk umum, setiap hari ada saja yang datang melukat. Masyarakat sekitar yang datang sekedar mandi juga ada," jelasnya. *nvi
1
Komentar