MUTIARA WEDA : Antara Dua Pikiran
Saat seseorang berada dalam satu lompatan pikiran dan yang lainnya muncul, di antara kedua pikiran itu disebut dengan unmesa, yakni ungkapan sifat sejati Sang Diri, yang merupakan latar belakang dari kedua pikiran tersebut.
Ekacintāprasankasya yatah syāvaparovayam
Unmesah sa tra vijneyah svayam tamapalaksayet
(Saktopadva, III.9)
Ini mungkin dialami oleh setiap orang di dalam dirinya. Sebagian dari kita kelihatan brilian, yakni mampu memunculkan berbagai jenis ide. Sementara sebagian lainnya, tampak lamban, tidak mampu melahirkan satu ide sederhana sekalipun. Ada juga dari mereka yang hanya memiliki beberapa ide, tetapi bukan pula tanpa ide sama sekali. Bagi yang kelihatan brilian, ada dari mereka yang idenya kebanyakan teraktualisasi dan terus bisa dipertahankan, namun ada juga yang setiap idenya dijalankan, tetapi belum sampai tuntas sudah terkubur duluan. Bahkan ada yang hampir setiap ide yang dimunculkannya tidak pernah bisa direalisasikan, sebab idenya muncul susul-menyusul, atau dengan kata lain, idenya cepat sekali mengalami perubahan.
Menurut teks di atas, apapun ide yang muncul pada prinsipnya adalah lompatan pikiran. Pikiran kita terus bergerak dari satu titik ke titik yang lain. Ide yang paling baik yang bisa diakutalisasikan dalam kehidupan kita sebenarnya tidak muncul dari lompatan pikiran tersebut, melainkan muncul dari pondasi darimana pikiran itu berasal. Mengapa demikian? Ide ini akan menjadi signifikan buat kita oleh karena muncul dari Diri Sejati kita. Apapun yang bersumber dari Diri Sejati (orang sering menyebut intuisi) akan menjadi signifikan, sebab itu adalah kebutuhan kita yang sebenarnya, bukan muncul dari keinginan. Ide yang muncul dari lompatan pikiran kita telah korup sedemikian rupa, sebab telah bercampur dengan berbagai jenis keinginan-keinginan yang kadang bukan menjadi bagian atau kebutuhan kita.
Teks di atas mengatakan bahwa ada sebuah interval di antara dua jenis pikiran yang munculnya secara berantai. Ruang atau interval di antara jenis pikiran itu disebut dengan unmesa, dan dikatakan ruang inilah yang mampu menyampaikan kebenaran akan Diri Kita yang sejati. Jika kita mampu mengalami interval di antara kedua jenis pikiran itu, maka kita dipastikan mampu berhadap-hadapan dengan Diri Sejati kita, atau kita mampu mengenali Diri kita yang sebenarnya. Oleh karena itu, bukan banyaknya pikiran yang muncul yang menjadikan seseorang mencapai tujuannya yang tertinggi, melainkan mampu mengalami atau memasuki interval di antara dua pikiran yang muncul itulah yang utama. Apapun ide yang muncul dari pikiran pada prinsipnya merupakan identitas palsu, sebab pikiran itu sendiri muncul dari sumber yang bukan sebenarnya. Artinya, pikiran terlahir dari unsur prakerti bersama dengan tri guna-nya. Sementara identitas kita yang sebenarnya adalah sesuatu yang bukan unsur prakerti.
Oleh karena demikian, interval di antara dua pikiran adalah ruang kosong yang ada di atas atau dibalik atau yang mengatasi pikiran itu sendiri. Ruang inilah yang menampilkan Diri Sejati kita. Seluruh sadhana spiritual yang ada pada dasarnya adalah untuk menemukan Diri Sejati kita. Dengan menemukan siapa diri kita yang sebenarnya, maka kita akan dengan sendirinya mengatahui apa yang menjadi kebutuhan kita. Dengan mengetahui jenis kebutuhan kita, maka kita akan mampu melihat apa yang mesti dikerjakan dan apa yang mesti tidak. Ide kita kemudian tidak muncul dari lompatan pikiran, melainkan muncul dari Diri Sejati kita. Apapun ide yang muncul atau sesuatu yang kita kerjakan akan menjadi signifikan. Disini tidak lagi masalah ukuran besar dan kecilnya ide yang muncul, atau hebat tidaknya di dalam persaingan hidup, melainkan lebih pada signifikasinya terhadap diri kita.
Berdasarkan hal ini, pikiran yang banyak, bukannya mampu menjadikan ide kita berkualitas, sebab interval yang muncul di antara dua pikiran itu semakin sempit, dan bahkan tidak kelihatan sama sekali. Justru yang benar adalah jika pikiran yang hadir tidak terlalu banyak, jarak antara kedua pikiran pun semakin longgar dan kemungkinan untuk memasuki interval tersebut lebih besar. Jika kita mampu memasuki interval tersebut, maka sekecil apapun ide yang muncul dari kedalaman Diri Sejati kita akan menjadi signifikan.
I Gede Suwantana
Direktur Indra Udayana Institute of Vedanta
Dosen Fak.Brahma Widya IHDN Denpasar
Unmesah sa tra vijneyah svayam tamapalaksayet
(Saktopadva, III.9)
Ini mungkin dialami oleh setiap orang di dalam dirinya. Sebagian dari kita kelihatan brilian, yakni mampu memunculkan berbagai jenis ide. Sementara sebagian lainnya, tampak lamban, tidak mampu melahirkan satu ide sederhana sekalipun. Ada juga dari mereka yang hanya memiliki beberapa ide, tetapi bukan pula tanpa ide sama sekali. Bagi yang kelihatan brilian, ada dari mereka yang idenya kebanyakan teraktualisasi dan terus bisa dipertahankan, namun ada juga yang setiap idenya dijalankan, tetapi belum sampai tuntas sudah terkubur duluan. Bahkan ada yang hampir setiap ide yang dimunculkannya tidak pernah bisa direalisasikan, sebab idenya muncul susul-menyusul, atau dengan kata lain, idenya cepat sekali mengalami perubahan.
Menurut teks di atas, apapun ide yang muncul pada prinsipnya adalah lompatan pikiran. Pikiran kita terus bergerak dari satu titik ke titik yang lain. Ide yang paling baik yang bisa diakutalisasikan dalam kehidupan kita sebenarnya tidak muncul dari lompatan pikiran tersebut, melainkan muncul dari pondasi darimana pikiran itu berasal. Mengapa demikian? Ide ini akan menjadi signifikan buat kita oleh karena muncul dari Diri Sejati kita. Apapun yang bersumber dari Diri Sejati (orang sering menyebut intuisi) akan menjadi signifikan, sebab itu adalah kebutuhan kita yang sebenarnya, bukan muncul dari keinginan. Ide yang muncul dari lompatan pikiran kita telah korup sedemikian rupa, sebab telah bercampur dengan berbagai jenis keinginan-keinginan yang kadang bukan menjadi bagian atau kebutuhan kita.
Teks di atas mengatakan bahwa ada sebuah interval di antara dua jenis pikiran yang munculnya secara berantai. Ruang atau interval di antara jenis pikiran itu disebut dengan unmesa, dan dikatakan ruang inilah yang mampu menyampaikan kebenaran akan Diri Kita yang sejati. Jika kita mampu mengalami interval di antara kedua jenis pikiran itu, maka kita dipastikan mampu berhadap-hadapan dengan Diri Sejati kita, atau kita mampu mengenali Diri kita yang sebenarnya. Oleh karena itu, bukan banyaknya pikiran yang muncul yang menjadikan seseorang mencapai tujuannya yang tertinggi, melainkan mampu mengalami atau memasuki interval di antara dua pikiran yang muncul itulah yang utama. Apapun ide yang muncul dari pikiran pada prinsipnya merupakan identitas palsu, sebab pikiran itu sendiri muncul dari sumber yang bukan sebenarnya. Artinya, pikiran terlahir dari unsur prakerti bersama dengan tri guna-nya. Sementara identitas kita yang sebenarnya adalah sesuatu yang bukan unsur prakerti.
Oleh karena demikian, interval di antara dua pikiran adalah ruang kosong yang ada di atas atau dibalik atau yang mengatasi pikiran itu sendiri. Ruang inilah yang menampilkan Diri Sejati kita. Seluruh sadhana spiritual yang ada pada dasarnya adalah untuk menemukan Diri Sejati kita. Dengan menemukan siapa diri kita yang sebenarnya, maka kita akan dengan sendirinya mengatahui apa yang menjadi kebutuhan kita. Dengan mengetahui jenis kebutuhan kita, maka kita akan mampu melihat apa yang mesti dikerjakan dan apa yang mesti tidak. Ide kita kemudian tidak muncul dari lompatan pikiran, melainkan muncul dari Diri Sejati kita. Apapun ide yang muncul atau sesuatu yang kita kerjakan akan menjadi signifikan. Disini tidak lagi masalah ukuran besar dan kecilnya ide yang muncul, atau hebat tidaknya di dalam persaingan hidup, melainkan lebih pada signifikasinya terhadap diri kita.
Berdasarkan hal ini, pikiran yang banyak, bukannya mampu menjadikan ide kita berkualitas, sebab interval yang muncul di antara dua pikiran itu semakin sempit, dan bahkan tidak kelihatan sama sekali. Justru yang benar adalah jika pikiran yang hadir tidak terlalu banyak, jarak antara kedua pikiran pun semakin longgar dan kemungkinan untuk memasuki interval tersebut lebih besar. Jika kita mampu memasuki interval tersebut, maka sekecil apapun ide yang muncul dari kedalaman Diri Sejati kita akan menjadi signifikan.
I Gede Suwantana
Direktur Indra Udayana Institute of Vedanta
Dosen Fak.Brahma Widya IHDN Denpasar
1
Komentar