Dewan Minta Dinas LHK Denpasar Cari Inovasi Penanganan Sampah
Kurangi Penempatan Petugas yang Tidak Produktif
DENPASAR, NusaBali
Komisi III DPRD Kota Denpasar antara lain membidangi soal lingkungan, perhubungan, dan pembangunan menggelar rapat kerja bersama Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (LHK), Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR), dan Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Denpasar di ruang sidang DPRD Denpasar, Kamis (18/2).
Dalam sidang tersebut dewan meminta Dinas LHK untuk membuat inovasi terhadap permasalahan sampah yang terus terjadi. Rapat yang dimulai pukul 10.00 Wita tersebut dipimpin Ketua Komisi III DPRD Denpasar Eko Supriadi bersama Wakil Ketua II DPRD Denpasar I Wayan Mariyana Wandhira, didampingi Plt Kepala Dinas LHK IB Putra Wirabawa, Kepala Dinas PUPR I Nyoman Ngurah Jimmy Sidharta, dan Kepala Dinas Perhubungan I Ketut Sriawan. Hadir juga Ketua Komisi I DPRD Kota Denpasar I Ketut Suteja Kumara.
Yang paling disorot saat rapat yakni permasalahan sampah yang terkesan tanpa ada solusi yang jelas. Eko Supriadi menyoroti t banyaknya sampah yang belum ditangani dengan baik. Bahkan swakelola yang diterapkan sejak 1 Januari 2021 belum dimaksimalkan.
Selama ini, swakelola sampah oleh desa/kelurahan dianggap sebagai solusi bagi pemerintah untuk mengurangi penumpukan sampah yang dibuang ke kontainer pinggir jalan, ternyata tidak membuat masalah sampah bisa selesai. Menurut Eko Supriadi, sampah bukan hanya tanggung jawab desa melainkan Pemkot Denpasar juga ikut andil mencari solusi.
Eko Supriadi mempertanyakan kesiapan sarana dan prasarana oleh Dinas LHK sebelum menerapkan swakelola. “Ini sudah dikaji belum sarana dan prasarananya? Apa kesiapan Dinas LHK menerapkan swakelola. Karena dari ide dengan realisasi di lapangan ini tidak sama. Imbasnya terjadi penumpukan sampah di titik titik tertentu,” kata Eko Supriadi.
Dia mencontohkan, Desa Pemecutan Kaja, Kecamatan Denpasar Utara, belum memiliki swakelola, namun bak sampah sudah diangkut duluan dari posisinya sehingga warga membuang sampah di trotoar. Hal itu memperlihatkan belum ada kesiapan yang matang dari pemerintah. Selain itu, efisiensi penerapan itu juga dipertanyakan.
Anggota Fraksi PDIP ini juga mempertanyakan aset bak sampah dan kontainer yang dulunya digunakan sebagai pembuangan sampah jangan sampai mubazir tanpa digunakan. “Aset dinas seperti bak sampah dibawa ke mana, apakah dibiarkan berkarat. Khusus Desa Pemecutan Kaja, kita memiliki lahan yang luas namun belum diperhatikan untuk dibuatkan TPS. Jika ada mesin fasilitasi saja untuk pengolahan sampah secara khusus, seperti pemilahan, itu bisa dilakukan di sana,” imbuh Eko Supriadi.
Dia mengatakan, selama ini Dinas LHK hanya menempatkan petugas kebersihan yang dianggap hanya sekadar formalitas tanpa ada realisasi pekerjaan yang dilakukan. “Dinas LHK selama ini hanya menumpang dan mengerahkan 25 tenaga tapi tidak bekerja di sana. Jangan sampai warga di Pemecutan Kaja yang bekerja, tapi petugas bapak ini tidak ada bekerja. Tolong ini dibawa keluar saja tenaganya, jangan sampai sampah dari luar malah dibawa ke desa itu,” tandas Eko Supriadi.
Anggota Komisi III dari Fraksi Demokrat AA Susruta Ngurah Putra, menambahkan terkait swakelola sampah, Dinas LHK harusnya sudah menyiapkan infrastrukturnya. Harusnya, sebelum menerapkan swakelola sampah, pemerintah menerapkan di beberapa desa terlebih dahulu sebagai percontohan. Jika penerapan di beberapa desa tersebut baik, maka pemerintah bisa melanjutkan ke desa lainnya.
“Bukannya menerapkan sekaligus ke 43 desa/kelurahan. Jadi kemampuannya ini kan berbeda-beda di setiap desa. Diterapkan sekaligus apakah mampu? Harusnya ada jadwalnya guna mematangkan perencanaan dan realisasinya juga bagus,” kata Susruta.
Terkait dengan pungutan juga belum ada standar pemerataan. Saat ini, setiap desa masih memungut biaya yang berbeda. Susruta mengingatkan jangan sampai setiap desa memungut biaya sampah semena-mena. Aturan ini harus segera dibahas oleh pemerintah.
Ketua Komisi I I Ketut Suteja Kumara yang hadir di rapat tersebut menyoroti penumpukan sampah yang terjadi di TPS sementara (TPSS). Dia menilai pemerintah tidak menangani sampah secara efisien. Hal itu bisa dilihat dari banyak motor cikar (moci) yang berjejer menunggu membuang sampah ke TPSS, kemudian sampah diangkut menggunakan wheel loader ke mobil sampah.
Padahal, jika ada inovatif dari pemerintah, moci-moci itu harusnya bisa langsung membuang sampah ke truk pengangkut sampah. “Truk sampah bisa dimodifikasi agar moci bisa langsung membuang sampah ke truk untuk diangkut. Kan tidak perlu lagi bekerja dua kali, jadi efisien, tenaga sedikit, penggunaan anggaran untuk biaya pengangkutan ke truk juga sedikit,” kata Suteja Kumara.
Menanggapi hal itu, Plt Kepala Dinas LHK IB Putra Wirabawa mengaku, untuk swakelola penanganan sampah sudah dilakukan sesuai surat edaran sejak 1 Januari 2021, desa/kelurahan wajib memiliki swakelola. Namun memang masih ada kekurangan dalam penerapannya dan akan dilakukan evaluasi. “Apabila desa/kelurahan belum bisa melaksanakan, Dinas LHK masih menyediakan kontainer dan TPSS,” ungkapnya. *mis
Komentar