Bayi Hydrocephalus Temukus Segera Dioperasi
Putu Berry akan segera dibawa ke RSUP Sanglah Denpasar untuk menjalani operasi Dengan fasilitasi Pemkab Buleleng.
SINGARAJA, NusaBali
Nasib malang pasangan Putu Ariana, 33 dan Komang Risma, 30, yang melahirkan anak ketiga dengan derita hydrocephalus, akhirnya didengar pemerintah. Bayi laki-laki mereka Putu Bery Artaria, yang baru berumur empat bulan dengan pembesaran di kepala tersebut akan segera dioperasi paling lambat akhir bulan November ini.
Hal tersebut dikatakan langsung Kepala Dinas Sosial Buleleng, Gede Komang yang bertandang langsung ke rumah Bery, di Banjar Kawan Desa Patemon, Kecamatan Banjar Buleleng, Rabu (23/11) siang kemarin. Meski ia sempat menyayangkan kasus tersebut tidak langsung dilaporkan oleh pihak keluarga, begitu dinyatakan membesar sejak dua bulan yang lalu.
“Mereka sudah punya Kartu Indonesia Sehat (KIS) tapi anak ini belum masuk, segera akan diurus, sehingga dua hari lagi bisa mencari rujukan dari puskesmas dan RSUD Buleleng, sehingga dapat langsung dirujuk ke RSUP Sanglah, ini harus segera karena mereka juga tidak mampu,” kata Gede Komang. Pihaknya pun menyakinkan Pemerintah Kabupaten Buleleng akan menfasilitasi sepenuhnya biaya operasi yang akan dijalani oleh Beri.
Sementara itu Bery diceritakan oleh ibunya Risma, mengalami pembesaran pada kepalanya sejak berumur satu setengah bulan. Hal tersebut baru disadari setelah Bery mengalami demam, dan diperiksakan ke RSUD Buleleng. Saat itulah ia dinyatakan positif megalami hydrocephalus. Sejak itu Risma dan keluarganya pun bingung untuk menempuh jalan untuk pengobatan anaknya.
Biaya pengobatan yang cukup besar membuat mereka tidak bedaya, karena ayah Bery hanya seorang buruh. Sedangkan ibunya Risma adalah ibu rumah tangga yang tidak memiliki penghasilan tambahan. Atas keterbatasannya tersebut akhirnya keluarga ini mendiamkan saja derita anak lelakinya itu.
Hingga kepala Bery terus membesar dan kini semakin parah. Padahal saat dalam kandungan, Risma tidak mengalami gangguan sedikitpun. Ia pun tidak menyangka anaknya yang dilahirkan normal dengan bobot 3,4 kilogram dan panjang 52 centimeter akan menderita penyakit itu. Karena menurutnya pola makan dan aktivitas sehari-harinya tidak lah berat. Memang selama masa kehamilan ia tidak pernah menjalani tes USG. Setelah lahir pun hingga saat ini belum pernah datang ke Posyandu.
Pengobatan yang dilakukan selama divonis sebagai penderita hydrocephalus hanya dilakukan seadanya. Untuk tetap menjaga suhu tubuh Bery, Risma membubuhkan boreh air cendana di kepala anak ketiganya tersebut. “Kami tidak bisa berbuat apa, karena kondisi yang tidak memungkinkan kami untuk melakukan pengobatan,” ungkap dia.
Dengan adanya bantuan pemerintah tersebut, ia pun berharap, anak laki-laki satu-satunya itu dapat segera sembuh dari derita yang dialami. Sehingga ia dapat tumbuh normal seperti bayi pada umumnya.
Sementara itu operasi akan dilakukan di RSUP Sanglah, mengingat di RSUD Buleleng belum memiliki dokter ahli bedah yang menagani kusus operasi hydrocephalus. Seperti yang diungkapkan Wakir Direktur Pelayanan Medik RSUD Buleleng, dr Putu Sudarsana. “Penanganannya khusus, di RSUD Buleleng kami belum punya SDM-nya, sehingga harus dirujuk ke RSUP Sanglah,” kata dia.*k23
Hal tersebut dikatakan langsung Kepala Dinas Sosial Buleleng, Gede Komang yang bertandang langsung ke rumah Bery, di Banjar Kawan Desa Patemon, Kecamatan Banjar Buleleng, Rabu (23/11) siang kemarin. Meski ia sempat menyayangkan kasus tersebut tidak langsung dilaporkan oleh pihak keluarga, begitu dinyatakan membesar sejak dua bulan yang lalu.
“Mereka sudah punya Kartu Indonesia Sehat (KIS) tapi anak ini belum masuk, segera akan diurus, sehingga dua hari lagi bisa mencari rujukan dari puskesmas dan RSUD Buleleng, sehingga dapat langsung dirujuk ke RSUP Sanglah, ini harus segera karena mereka juga tidak mampu,” kata Gede Komang. Pihaknya pun menyakinkan Pemerintah Kabupaten Buleleng akan menfasilitasi sepenuhnya biaya operasi yang akan dijalani oleh Beri.
Sementara itu Bery diceritakan oleh ibunya Risma, mengalami pembesaran pada kepalanya sejak berumur satu setengah bulan. Hal tersebut baru disadari setelah Bery mengalami demam, dan diperiksakan ke RSUD Buleleng. Saat itulah ia dinyatakan positif megalami hydrocephalus. Sejak itu Risma dan keluarganya pun bingung untuk menempuh jalan untuk pengobatan anaknya.
Biaya pengobatan yang cukup besar membuat mereka tidak bedaya, karena ayah Bery hanya seorang buruh. Sedangkan ibunya Risma adalah ibu rumah tangga yang tidak memiliki penghasilan tambahan. Atas keterbatasannya tersebut akhirnya keluarga ini mendiamkan saja derita anak lelakinya itu.
Hingga kepala Bery terus membesar dan kini semakin parah. Padahal saat dalam kandungan, Risma tidak mengalami gangguan sedikitpun. Ia pun tidak menyangka anaknya yang dilahirkan normal dengan bobot 3,4 kilogram dan panjang 52 centimeter akan menderita penyakit itu. Karena menurutnya pola makan dan aktivitas sehari-harinya tidak lah berat. Memang selama masa kehamilan ia tidak pernah menjalani tes USG. Setelah lahir pun hingga saat ini belum pernah datang ke Posyandu.
Pengobatan yang dilakukan selama divonis sebagai penderita hydrocephalus hanya dilakukan seadanya. Untuk tetap menjaga suhu tubuh Bery, Risma membubuhkan boreh air cendana di kepala anak ketiganya tersebut. “Kami tidak bisa berbuat apa, karena kondisi yang tidak memungkinkan kami untuk melakukan pengobatan,” ungkap dia.
Dengan adanya bantuan pemerintah tersebut, ia pun berharap, anak laki-laki satu-satunya itu dapat segera sembuh dari derita yang dialami. Sehingga ia dapat tumbuh normal seperti bayi pada umumnya.
Sementara itu operasi akan dilakukan di RSUP Sanglah, mengingat di RSUD Buleleng belum memiliki dokter ahli bedah yang menagani kusus operasi hydrocephalus. Seperti yang diungkapkan Wakir Direktur Pelayanan Medik RSUD Buleleng, dr Putu Sudarsana. “Penanganannya khusus, di RSUD Buleleng kami belum punya SDM-nya, sehingga harus dirujuk ke RSUP Sanglah,” kata dia.*k23
Komentar