LENTERA: Menyelaraskan Otak dengan Hati
Sejumlah pakar menyebut zaman kita dengan the age of the brain. Zaman ketika otak sangat diagungkan.
Tidak saja ditandai oleh dicermatinya bidang neuro-science (ilmu otak manusia) oleh banyak orang, tapi juga kerena kebanyakan kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dimotori oleh otak. Khususnya otak kiri (neocortex) yang cenderung logis, empiris dan sistematis. Banyak kemajuan yang lahir dari sini. Banyak juga kemunduran mulai dari sini. Sebagian contohnya adalah bom teroris serta dikacaukannya dunia oleh kecerdasan buatan (artificial intelligence). Padahal, sejak zaman dulu kala sampai kini, setiap kali manusia menyebut identitas dirinya (misal: “Saya lahir di Bali”) selalu tangannya menyentuh bagian tubuh yang dekat dengan hati. Tidak pernah terlihat ada manusia yang menyentuh otak dan kepala setiap kali menyebut identitas dirinya. Sebuah bahasa instingtif (alam bawah sadar) yang jarang dibaca oleh banyak orang. Dari sinilah awal tidak selarasnya otak dan hati.
Otak mau pintar, hati rindu menjadi sabar. Otak ingin belajar di perguruan tinggi, hati rindu buku suci. Otak suka disebut lebih begini lebih begitu dibandingkan orang lain, hati bahagia dengan cara merendah. Otak bahasanya kepintaran, hati bahasanya kebaikan. Otak suka membangun tembok pemisah, hati senang membangun jembatan menghubungkan yang memperindah. Otak memuja kebenaran, hati terus menerus rindu ke-u-Tuhan. Begitulah otak dan hati manusia kurang selaras sejak lama. Dari sini juga muncul hal-hal tidak indah. Dari percakapan di dalam yang penuh racun, ketegangan, rasa bersalah, rasa berdosa, sampai melahirkan berbagai penyakit. Dari sakit fisik sampai sakit mental. Dari keluarga yang bubar sampai kehidupan yang terbakar karena bunuh diri. Sebelum itu mengunjungi kehidupan para sahabat, ada baiknya sejak awal belajar menyelaraskan otak dengan hati. Begitu otak dan hati relatif selaras, di sana banyak hal tidak mungkin menjadi mungkin.
Membersihkan penghalang perjalanan
Halangan pertama dan utama yang sebaiknya dibersihkan sejak awal, otak khususnya otak kiri (neocortex) tidak bisa membedakan mana realita, mana cara otak mengerti realita. Otak hanya mengerti putih jika ada hitam, mengerti malam jika ada siang, mengerti baik jika ada yang buruk. Dengan kata lain, otak hanya bisa mengerti melalui dualitas seperti salah-benar, duka-suka. Padalah realita bertumbuh melampaui dualitas mana pun. Sedalam apa pun seseorang meditasi, di dalam akan selalu ada gelombang seperti sedih-senang. Sedekat apa pun manusia dengan Tuhan, ia akan melewati gelombang cacian-pujian. Sedihnya, kendati realita bertumbuh melampaui dualitas, otak manusia sudah dikondisikan selama ribuan tahun hanya mengerti di dalam sangkar burung dualitas.
Itu sebabnya, di jalan tua meditasi manusia senantiasa dibimbing untuk berhenti mengidentikkan diri dengan gelombang, belajar menjadi samudera. Bahasa aslinya: “Acknowldge the waves, stay with the ocean”. Perhatikan orang-orang yang tidak disentuh meditasi. Begitu mengalami hal-hal tidak positif, reaksi pertamanya adalah menghakimi diri sendiri atau menghakimi orang lain. Setelah menghakimi, kemudian mau membuang hal-hal tidak positif. Padahal sebagaimana alam tidak bisa membuang sang malam, mawar tidak bisa membuang duri, manusia tidak bisa membuang hal-hal negatif. Dan semakin dicoba dibuang, hal-hal negatif akan semakin kuat, serta semakin sering berkunjung dalam bentuk memori buruk, kemarahan tanpa sebab, dll. Itu sebabnya, di jalan tua meditasi para sahabat dibimbing melalui pendekatan sederhana namun dalam: “Terima, mengalir, senyum”. Agar otak khususnya keluar dari pengkondisian tua untuk selalu memilih positif di atas negatif. Kemudian berselancar di atas gelombang negatif-positif. Spirit melangkahnya, semua adalah bagian dari tarian kesempurnaan. Papan selancarnya bernama senyuman.
Bekal melangkah untuk para sahabat
Setelah yakin penghalang di dalam dibersihkan, para sahabat boleh belajar melangkah menyelaraskan otak dan hati. Berikut beberapa langkah yang disarankan.
1. Satu spirit dengan buku suci tua, penting sekali untuk belajar memaafkan. Tanpa ketekunan dan ketulusan memaafkan, manusia rawan terjebak di dunia otak kiri yang penuh dengan tembok yang memisahkan: “Saya benar orang lain salah. Saya korban orang lain jahat”. Indahnya memaafkan, ia membongkar tembok-tembok pemisah dengan orang lain. Karena demikian pentingnya memaafkan, sejumlah perguruan tinggi seperti Universitas Utrecht bahkan meneliti dampak indah memaafkan. Salah satu kesimpulannya, keberhasilan memaafkan membuat seseorang lebih produktif dalam kehidupan. Di dunia meditasi telah lama tersedia kesimpulan, memaafkan membantu gelombang otak berevolusi menuju delta dan gamma.
2. Senyuman adalah pendekatan lain dalam menyelaraskan otak dengan hati. Ini tidak saja dibenarkan oleh buku suci, juga dibenarkan oleh sebagian penelitian di perguruan tinggi. Salah satu tokoh terdepan dalam hal ini adalah Guru besar mikro biologi dari Jepang bernama Prof. Kazuo Murakami. Dalam buku indahnya “The switch” (saklar), Murakami secara jelas dan tegas menyebutkan, senyuman adalah saklar lampu yang sangat meyakinkan di dalam. Bagi ia yang belum pernah mencoba menyembuhkan diri dengan senyuman, mungkin in terdengar aneh. Tapi bagi sahabat yang telah lama tumbuh di jalan setapak senyuman, kesimpulan Murakami benar. Awalnya senyuman memang hanya bibir yang melengkung. Kemudian bertumbuh menjadi cengkraman otak kiri yang semakin longgar. Bukan tidak mungkin senyuman bisa menyelaraskan otak dengan hati. Perhatikan pembawa Cahaya di zaman kita. Dari Mahatma Gandhi, Nelson Mandela sampai YMM Dalai Lama. Senyumannya berbeda. Salah satu sebabnya karena ada keselarasan antara otak dan hati di sana.
3. Keluarga spiritual Compassion telah lama dibimbing untuk selalu bersyukur. Bahkan di jaringan social media keluarga Compassion, tidak ada hari tanpa anjuran untuk bersyukur. Selama bertahun-tahun lagi. Sebab utamanya, bersyukur juga salah satu cara untuk menyelaraskan otak dengan hati. Tatkala Anda bersyukur, Anda sedang memberitahu otak bahwa Anda telah menerima apa yang diinginkan. Akibatnya, otak tidak saja tidak melepaskan hormon neraka seperti cortisol, tapi juga melepaskan hormon pertumbuhan seperti oxytocyn dan dopamin. Karena reaksi biokimia otak adalah tempat perjumpaan antara tubuh, pikiran, perasaan dan spirit, bersyukur tidak saja menyelaraskan otak dan hati, tapi juga menyelaraskan serta menyembuhkan body, mind dan spirit.
4. Setelah dikarantina oleh krisis panjang pandemic, tidak sedikit sahabat di keluarga Compassion yang rindu dengan pertemuan bersama sambil bernyanyi. Ada energi berbeda yang hadir ketika kita berjumpa sambil bernyanyi. Ini dirasakan banyak sahabat. Bahasa psikologinya adalah energy of joy. Nyanyian membawa energi sukacita ke dalam. Sebuah energi yang sangat menyeimbangkan. Terutama di putaran waktu di mana manusia didominasi oleh perasaan sedih dan gagal. Untuk itu, layak direnungkan menyelaraskan otak dan hati dengan cara banyak bernyanyi. Studi-studi mendalam tentang kebahagiaan bercerita, orang yang benih kebahagiaannya sehat cenderung bernyanyi ketika sendiri serta suka bernyanyi sejak kecil.
5. Ada banyak orang bertanya, kenapa nama keluarga spiritualnya Compassion. Salah satu sebab pentingnya, belas kasih (compassion) juga kekuatan besar untuk menyelaraskan otak dengan hati. Disamping kekuatan penjaga yang sangat hebat di alam ini. Untuk itu, setiap kali berjumpa apa saja dan siapa saja, tanyakan ke dalam: “Apa penderitaan orang ini? Bagaimana Anda bisa meringankan beban penderitaan mereka? Setidaknya tidak menambahkan penderitaan baru”. Sebagai bahan penyegar ingatan untuk para sahabat, orang miskin menderita karena kekurangan, orang kaya menderita karena takut kehilangan, orang di tengah banyak menderita karena penuh persaingan.
6. Pelayanan adalah cara lain untuk menyelaraskan otak dengan hati. Sebagaimana dialami langsung oleh keluarga Compassion, pelayanan kami selama bertahun-tahun memang menghadirkan banyak rasa sakit. Kadang bahkan nyaris kehilangan nyawa. Tapi terasa sekali di dalam, pelayanan mempercantik taman jiwa di dalam. Pelayanan yang tulus tidak saja menyelaraskan otak dengan hati, tapi juga menyelaraskan body, mind dan spirit.
7. Di beberapa tradisi tua orang menyukai mantra, mantra juga berperan menyelaraskan otak dengan hati. Tentu saja jika yang bersangkutan yakin. Karena keluarga Compassion adalah keluarga lintas agama (universal), layak direnungkan setiap kali mau tidur, baru bangun pagi, mau makan (minum) serta memperoleh berkah lainnya membisikkan mantra indah ini: “Saya adalah rasa syukur yang sangat dalam”. Setiap kali pergi ke cermin, bisikkan mantra ini pada sepasang mata di cermin: “I love you just the way you are”.
8. Saat melakukan apa pun bersama siapa pun – khususnya ketika meditasi – belajar terhubung rapi dengan jeda (gap). Dari jeda diantara dua nafas, jeda diantara dua suara, sampai jeda diantara dua memori. Wilayah jeda ini memungkinkan para sahabat memasuki wilayah kuantum. Yang sering disebut wilayah-wilayah yang serba mungkin. Murid-murid fisikawan bernas David Bohm menyebutnya dengan infinite potential. Manusia bisa memasuki wilayah potensi yang tidak terbatas. Sulit menjelaskannya secara intelek, di jalan ini hanya praktik yang menyempurnakan.
9. Di atas semuanya, bimbing diri untuk tumbuh dalam keseharian dengan memadukan keseimbangan dan keterhubungan. Ini obat keluarga Compassion yang telah menyembuhkan banyak sekali sahabat. Langkah praktisnya, gunakan setiap ketidaknyamanan untuk melangkah balik menuju keseimbangan. Jika jenuh di dalam, jalanlah di luar. Bila gersang di dunia material, belajar spiritual. Berkaitan dengan keterhubungan, sarana utamanya bernama doa indah terimakasih dengan hati yang bersyukur. Perpaduan ini juga menyelaraskan otak dengan hati.
Kadang ada yang bertanya, apa tanda-tanda manusia yang otak dan hatinya mulai selaras. Ada sejumlah tanda tentu saja. Daya adaptasi seseorang di tengah kehidupan relatif tinggi. Di mana ada masalah, di sana ada jalan keluar. Di mana ada pertanyaan, di sana ada jawaban. Tanda berikutnya, tubuh mudah sehat perjalanan jiwa mudah selamat. Energi kreatif seseorang juga cenderung menaik. Di sana-sini muncul kebetulan-kebetulan yang kaya akan makna. Di atas semuanya, kedamaian tidak lagi menjadi sebuah tujuan yang jauh. Kedamaian menemani Anda di setiap langkah.
Guruji Gede Prama
Otak mau pintar, hati rindu menjadi sabar. Otak ingin belajar di perguruan tinggi, hati rindu buku suci. Otak suka disebut lebih begini lebih begitu dibandingkan orang lain, hati bahagia dengan cara merendah. Otak bahasanya kepintaran, hati bahasanya kebaikan. Otak suka membangun tembok pemisah, hati senang membangun jembatan menghubungkan yang memperindah. Otak memuja kebenaran, hati terus menerus rindu ke-u-Tuhan. Begitulah otak dan hati manusia kurang selaras sejak lama. Dari sini juga muncul hal-hal tidak indah. Dari percakapan di dalam yang penuh racun, ketegangan, rasa bersalah, rasa berdosa, sampai melahirkan berbagai penyakit. Dari sakit fisik sampai sakit mental. Dari keluarga yang bubar sampai kehidupan yang terbakar karena bunuh diri. Sebelum itu mengunjungi kehidupan para sahabat, ada baiknya sejak awal belajar menyelaraskan otak dengan hati. Begitu otak dan hati relatif selaras, di sana banyak hal tidak mungkin menjadi mungkin.
Membersihkan penghalang perjalanan
Halangan pertama dan utama yang sebaiknya dibersihkan sejak awal, otak khususnya otak kiri (neocortex) tidak bisa membedakan mana realita, mana cara otak mengerti realita. Otak hanya mengerti putih jika ada hitam, mengerti malam jika ada siang, mengerti baik jika ada yang buruk. Dengan kata lain, otak hanya bisa mengerti melalui dualitas seperti salah-benar, duka-suka. Padalah realita bertumbuh melampaui dualitas mana pun. Sedalam apa pun seseorang meditasi, di dalam akan selalu ada gelombang seperti sedih-senang. Sedekat apa pun manusia dengan Tuhan, ia akan melewati gelombang cacian-pujian. Sedihnya, kendati realita bertumbuh melampaui dualitas, otak manusia sudah dikondisikan selama ribuan tahun hanya mengerti di dalam sangkar burung dualitas.
Itu sebabnya, di jalan tua meditasi manusia senantiasa dibimbing untuk berhenti mengidentikkan diri dengan gelombang, belajar menjadi samudera. Bahasa aslinya: “Acknowldge the waves, stay with the ocean”. Perhatikan orang-orang yang tidak disentuh meditasi. Begitu mengalami hal-hal tidak positif, reaksi pertamanya adalah menghakimi diri sendiri atau menghakimi orang lain. Setelah menghakimi, kemudian mau membuang hal-hal tidak positif. Padahal sebagaimana alam tidak bisa membuang sang malam, mawar tidak bisa membuang duri, manusia tidak bisa membuang hal-hal negatif. Dan semakin dicoba dibuang, hal-hal negatif akan semakin kuat, serta semakin sering berkunjung dalam bentuk memori buruk, kemarahan tanpa sebab, dll. Itu sebabnya, di jalan tua meditasi para sahabat dibimbing melalui pendekatan sederhana namun dalam: “Terima, mengalir, senyum”. Agar otak khususnya keluar dari pengkondisian tua untuk selalu memilih positif di atas negatif. Kemudian berselancar di atas gelombang negatif-positif. Spirit melangkahnya, semua adalah bagian dari tarian kesempurnaan. Papan selancarnya bernama senyuman.
Bekal melangkah untuk para sahabat
Setelah yakin penghalang di dalam dibersihkan, para sahabat boleh belajar melangkah menyelaraskan otak dan hati. Berikut beberapa langkah yang disarankan.
1. Satu spirit dengan buku suci tua, penting sekali untuk belajar memaafkan. Tanpa ketekunan dan ketulusan memaafkan, manusia rawan terjebak di dunia otak kiri yang penuh dengan tembok yang memisahkan: “Saya benar orang lain salah. Saya korban orang lain jahat”. Indahnya memaafkan, ia membongkar tembok-tembok pemisah dengan orang lain. Karena demikian pentingnya memaafkan, sejumlah perguruan tinggi seperti Universitas Utrecht bahkan meneliti dampak indah memaafkan. Salah satu kesimpulannya, keberhasilan memaafkan membuat seseorang lebih produktif dalam kehidupan. Di dunia meditasi telah lama tersedia kesimpulan, memaafkan membantu gelombang otak berevolusi menuju delta dan gamma.
2. Senyuman adalah pendekatan lain dalam menyelaraskan otak dengan hati. Ini tidak saja dibenarkan oleh buku suci, juga dibenarkan oleh sebagian penelitian di perguruan tinggi. Salah satu tokoh terdepan dalam hal ini adalah Guru besar mikro biologi dari Jepang bernama Prof. Kazuo Murakami. Dalam buku indahnya “The switch” (saklar), Murakami secara jelas dan tegas menyebutkan, senyuman adalah saklar lampu yang sangat meyakinkan di dalam. Bagi ia yang belum pernah mencoba menyembuhkan diri dengan senyuman, mungkin in terdengar aneh. Tapi bagi sahabat yang telah lama tumbuh di jalan setapak senyuman, kesimpulan Murakami benar. Awalnya senyuman memang hanya bibir yang melengkung. Kemudian bertumbuh menjadi cengkraman otak kiri yang semakin longgar. Bukan tidak mungkin senyuman bisa menyelaraskan otak dengan hati. Perhatikan pembawa Cahaya di zaman kita. Dari Mahatma Gandhi, Nelson Mandela sampai YMM Dalai Lama. Senyumannya berbeda. Salah satu sebabnya karena ada keselarasan antara otak dan hati di sana.
3. Keluarga spiritual Compassion telah lama dibimbing untuk selalu bersyukur. Bahkan di jaringan social media keluarga Compassion, tidak ada hari tanpa anjuran untuk bersyukur. Selama bertahun-tahun lagi. Sebab utamanya, bersyukur juga salah satu cara untuk menyelaraskan otak dengan hati. Tatkala Anda bersyukur, Anda sedang memberitahu otak bahwa Anda telah menerima apa yang diinginkan. Akibatnya, otak tidak saja tidak melepaskan hormon neraka seperti cortisol, tapi juga melepaskan hormon pertumbuhan seperti oxytocyn dan dopamin. Karena reaksi biokimia otak adalah tempat perjumpaan antara tubuh, pikiran, perasaan dan spirit, bersyukur tidak saja menyelaraskan otak dan hati, tapi juga menyelaraskan serta menyembuhkan body, mind dan spirit.
4. Setelah dikarantina oleh krisis panjang pandemic, tidak sedikit sahabat di keluarga Compassion yang rindu dengan pertemuan bersama sambil bernyanyi. Ada energi berbeda yang hadir ketika kita berjumpa sambil bernyanyi. Ini dirasakan banyak sahabat. Bahasa psikologinya adalah energy of joy. Nyanyian membawa energi sukacita ke dalam. Sebuah energi yang sangat menyeimbangkan. Terutama di putaran waktu di mana manusia didominasi oleh perasaan sedih dan gagal. Untuk itu, layak direnungkan menyelaraskan otak dan hati dengan cara banyak bernyanyi. Studi-studi mendalam tentang kebahagiaan bercerita, orang yang benih kebahagiaannya sehat cenderung bernyanyi ketika sendiri serta suka bernyanyi sejak kecil.
5. Ada banyak orang bertanya, kenapa nama keluarga spiritualnya Compassion. Salah satu sebab pentingnya, belas kasih (compassion) juga kekuatan besar untuk menyelaraskan otak dengan hati. Disamping kekuatan penjaga yang sangat hebat di alam ini. Untuk itu, setiap kali berjumpa apa saja dan siapa saja, tanyakan ke dalam: “Apa penderitaan orang ini? Bagaimana Anda bisa meringankan beban penderitaan mereka? Setidaknya tidak menambahkan penderitaan baru”. Sebagai bahan penyegar ingatan untuk para sahabat, orang miskin menderita karena kekurangan, orang kaya menderita karena takut kehilangan, orang di tengah banyak menderita karena penuh persaingan.
6. Pelayanan adalah cara lain untuk menyelaraskan otak dengan hati. Sebagaimana dialami langsung oleh keluarga Compassion, pelayanan kami selama bertahun-tahun memang menghadirkan banyak rasa sakit. Kadang bahkan nyaris kehilangan nyawa. Tapi terasa sekali di dalam, pelayanan mempercantik taman jiwa di dalam. Pelayanan yang tulus tidak saja menyelaraskan otak dengan hati, tapi juga menyelaraskan body, mind dan spirit.
7. Di beberapa tradisi tua orang menyukai mantra, mantra juga berperan menyelaraskan otak dengan hati. Tentu saja jika yang bersangkutan yakin. Karena keluarga Compassion adalah keluarga lintas agama (universal), layak direnungkan setiap kali mau tidur, baru bangun pagi, mau makan (minum) serta memperoleh berkah lainnya membisikkan mantra indah ini: “Saya adalah rasa syukur yang sangat dalam”. Setiap kali pergi ke cermin, bisikkan mantra ini pada sepasang mata di cermin: “I love you just the way you are”.
8. Saat melakukan apa pun bersama siapa pun – khususnya ketika meditasi – belajar terhubung rapi dengan jeda (gap). Dari jeda diantara dua nafas, jeda diantara dua suara, sampai jeda diantara dua memori. Wilayah jeda ini memungkinkan para sahabat memasuki wilayah kuantum. Yang sering disebut wilayah-wilayah yang serba mungkin. Murid-murid fisikawan bernas David Bohm menyebutnya dengan infinite potential. Manusia bisa memasuki wilayah potensi yang tidak terbatas. Sulit menjelaskannya secara intelek, di jalan ini hanya praktik yang menyempurnakan.
9. Di atas semuanya, bimbing diri untuk tumbuh dalam keseharian dengan memadukan keseimbangan dan keterhubungan. Ini obat keluarga Compassion yang telah menyembuhkan banyak sekali sahabat. Langkah praktisnya, gunakan setiap ketidaknyamanan untuk melangkah balik menuju keseimbangan. Jika jenuh di dalam, jalanlah di luar. Bila gersang di dunia material, belajar spiritual. Berkaitan dengan keterhubungan, sarana utamanya bernama doa indah terimakasih dengan hati yang bersyukur. Perpaduan ini juga menyelaraskan otak dengan hati.
Kadang ada yang bertanya, apa tanda-tanda manusia yang otak dan hatinya mulai selaras. Ada sejumlah tanda tentu saja. Daya adaptasi seseorang di tengah kehidupan relatif tinggi. Di mana ada masalah, di sana ada jalan keluar. Di mana ada pertanyaan, di sana ada jawaban. Tanda berikutnya, tubuh mudah sehat perjalanan jiwa mudah selamat. Energi kreatif seseorang juga cenderung menaik. Di sana-sini muncul kebetulan-kebetulan yang kaya akan makna. Di atas semuanya, kedamaian tidak lagi menjadi sebuah tujuan yang jauh. Kedamaian menemani Anda di setiap langkah.
Guruji Gede Prama
1
Komentar