Sempat Dibawa Penemunya untuk Praktek Dukun ke Daerah Transmigrasi
Berdasarkan hasil pembacaan awal sebagian aksaranya oleh tim Balai Arkeologi Denpasar, Jumat kemarin, selonding kuno berbahan tembaga ini diperkirakan dibuat pada abad ke-12 saat pemerintahan Raja Sri Aji Jaya Pangus
Selonding Kuno Beraksara Ditemukan di Desa Bengkala, Kecamatan Kubutambahan, Buleleng
SINGARAJA, NusaBali
Sebuah selonding kuno beraksara ditemukan warga di Desa Bengkala, Kecamatan Ku-butambahan, Buleleng sekitar tahun 1985. Namun, selonding yang terbuat dari perunggu tersebut baru tiga bulan lalu diketahui dan dipulangkan ke Desa Bengkala, karena selama bertahun-tahun dibawa penemunya transmigrasi ke Kalimantan Timur. Pihak Bale Arkeologi Denpasar pun sempat berupaya membaca aksara dalam selonding kuno tersebut di Madya Mandala Pura Desa Bengkala, Jumat (25/11).
Selonding kuno yang terbuat dari perunggu ini memiliki panjang 30,5 cm, lebar 3 cm, dan ketebalan 0,4 cm. Saat petugas Balai Arkeologi Denpasar berupaya melakukan ‘pembacaan’ aksara dalam selonding kuno temuan di Desa Bengkala, Jumat kemarin, sejumlah tokoh hadir.
Termasuk yang hadir di antaranya Kepala Desa (Perbekel) Bengkala I Made Arpana dan Kelian Desa Pakraman Bengkala, I Nyoman Sasi. Kepala Badan Arkeologi Denpasar, I Gusti Made Suarbawa, juga hadir dalam ritual yang dilakukan poada hari terakhir pameran arkelologi Bali Utara di Desa Bengkala, 22-25 November 2016 tersebut.
Perbekel Bengkala, Made Arpana, memaparkan selonding beraksara ini ditemukan tahun 1985, saat Desa Bengkala hendak membuka lapangan yang melibatkan gerakan gotong royong seluruh masyarakat dan TNI melalui prgram ABRI Masuk Desa (AMD). Saat dilakukan penggalian dan perataan tanah, seorang krama Desa Bengkala, Mangku Sudarsana (almarhum), tanpa sengaja menemukan benda bersejarah berupa selonding kuni ini.
Namun, kata Perbekel Arpana, temuan selonding tersebut disembunyikan almarhum Mangku Sudarsana. Artinya, Mangku Sudarsana tidak memberitahukan kalau menemukjan selonding beraksara. Pada 1989, Mangku Sudarsana mengikuti program transmigrasi ke Desa Bumi Rapak, Kecamatan Kaubun, Kalimantan Timur. Almarhum berangkat berasama 40 KK warga Desa Bengkala lainnya.
Nah, setelah beberapa lama transmigrasi ke Kalimantan Timur, barulah tersiar kabar bahwa almarhum Mangku Sudarsana membawa sebuah pusaka yang ditemukan saat pembukaan lapangan Desa Bengkala pada 1985. Di daerah transmigrasi, almahum Mangku Sudarsana juga dikenal sebagai dukun dan mengobati banyak orang sakit dengan sarana selonding kuno tersebut. Caranya, dengan memberikan air rendaman selonding kuno kepada pasien.
Informasi tersebut kemudian disampaikan warga transmigran lainnya asal sekampung kepada kepada prajuru adat Desa Pakraman Bengkala. Menurut Arpana, Desa Pakraman Bengkala beberapa kali melakukan pendekatan kepada almarhum Mangku Sudarsana, untuk meminta selonding kuno tersebut. Pasalnya, lahan di mana selonding kuno ditemukan merupakan tanah milik desa adat.
Hanya saja, kata Arpana, upaya untuk membawa pulang selonding kono dari daerah transmigrasi di Kalimantan Timur ke Desa Bengkala, mendapat penolakan keluarga almarhum Mangku Sudarsana. Karena itu, 26 Agustus 2016 lalu, pihak Desa Pakraman Bengkala mengirim sejumlah prajuru adat ke Kalimatan Timur untuk menjemput langsung selonding kuno beraksara tersebut.
“Sampai di Kalimantan Timur, kami masih sempat dihambat keluarga Mangku Sudarsana. Alasannya, macam-macam, termasuk lampu mati. Namun, karena kehendak Tuhan, kami akhirnya berhasil membawa selonding beraksara ini pulang ke Desa Bengkala, dengan keikhlasan keluarga almarhum Mangku Sudarsana,” kenang Kelian Desa Pakraman Bengkala, I Nyoman Sasi, Jumat kemarin.
Singkat cerita, selonding kuno beraksara tersebut dibawa pulang dari Bumi Borneo oleh prajuru adat Desa Pakraman Bengkala, melalui prosesi upacara pemendakan. Bahkan, upacara pemendakan selonding beraksara disambut menggunakan tabuh gong. Selanjutnya, selonding ini disemayamkan di rumah Kelian Desa Pakraman Bengkala.
Bendesa Nyoman Sasi menyebutkan, setelah berhasil dibawa pulang, pihak desa sepakat untuk mencari tahu apa isi tulisan yang tertera di selonding beraksara tersebut. Akhirnya, selonding kuno ini dikeluarkan untuk dibaca, Jumat kemarin. Kebetulan, Balai Arkeologi Denpasar menggelar ‘Rumah Peradaban’, lanjut pameran arkeologi Bali Utara di Desa Bengkala, 22-25 November 2016.
Upaya pembacaan aksara dalam selonding kuno tersebut kemarin dilakukan oleh tim Balai Rrkeologi Denpasar di Madya Mandala Pura Desa Bengkala, dengan disaksikan Perbekel, Bendesa, dan sejumlah tokoh Desa Bengkala. Upaya pembacaan dilakukan selama 1 jam, mulai siang pukul 13.00 hingga 14.00 Wita.
Namun, tim Balai Arkeoligi Denpasar yang dipimpin langsung IGM Suarbawa kesulitan untuk membaca aksara dalam selonding ini. Mereka sempat beberapa kali menyiasati agar dapat membaca aksaranya yang sebagian sudah hilang, dengan membubuhkan bedak bayi, juga menggunakan air jeruk nipis yang digosok-gosokkan di atasnya.
Menurut IGM Suarbawa, berdasarkan hasil pembacaan awal, aksara dalam selonding kuno tersebut memang dapat diidentifikasi secara umum. Sebagian aksara yang dapat dibaca dikatakan aksara Jawa Kuno, di mana selonding pusaka diperkirakan dibuat pada abad ke-12.
“Memang sebagian hurufnya sudah hilang akibat tergosok benda keras. Dari jenis tulisannya, tidak jauh beda dengan tulisan pada Prasasti Bengkala, yang diperkirakan dibuat pada masa pemerintahan Raja Sri Aji Jaya Pangus,” ujar IGM Suarbawa.
Suarbawa menyebutkan, dari sejumlah huruf yang ada, timnya hanya dapat membaca kata ‘Singhala’, yang merupakan simbol untuk rangkaian upacara persumpahan, kutukan, atau menetapkan sebuah kesetiaan. Tapi, pihaknya belum berani memastikan, karena perlu penelitian lebih lanjut. Menurut Suarbawa, selonding kuno yang ditemukan di Desa Bengkala ini akan diteliti lebih lanjut di Kantor Balai Arkeologi Denpasar.
Sebelumnya, Selasa (22/11) lalu, tim Balai Arkeologi Denpasar sempat menggelar ‘Rumah Peradaban’ di Gedung Serba Guna Desa Bengkala, Kecamatan Kubutambahan. Dalam ‘Rumah Peradaban’ tersebut, dipaparkan isi dari Prasasti Bengkala, prasasti buatan zaman Raja Sri Aji Jaya Pangus, yang sudah berhasil dibaca dan disadur kedalam Bahasa Indonesia.
‘Rumah Peradaban’ merupakan salah satu program Badan Arkeologi Denpasar untuk mensoliasisasikan hasil penelitian kepada masyarakat. Khusus ‘Rumah Peradaban’ di Desa Bengkala kemarin, sekaligus untuk mensosialisasikan hasil penelitian Prasasti Bengkala, yang dibuat Tahun Saka 1103 dan baru ditemukan warga pada 1971 silam. * k23
1
Komentar