Pencairan Dana Desa Adat Diminta Segera Tuntas
DENPASAR, NusaBali
Situasi Pandemi Covid-19 secara ekonomi sangat dirasakan oleh masyarakat di desa adat. Untuk itu DPRD Bali mendesak agar pencairan dana desa adat dari sumber APBD Provinsi Bali agar dituntaskan segera.
Wakil Ketua DPRD Bali dari Fraksi Golkar yang menerima aspirasi masyarakat dari Desa Adat, Rabu (3/3) mengatakan pencairan dana desa adat ini mendesak karena berbagai kegiatan dalam masa Pandemi Covid-19 di Desa Adat. Terlebih kemarin banyak desa adat yang kelimpungan karena Februari 2021 harus mengikuti kegiatan Bulan Bahasa Bali.
Sugawa Korry berharap proses pencairan dana desa adat yang ditransfer ke rekening desa adat dapat dikebut. "Aspirasi dari masyarakat adat supaya dana desa adat bisa dicairkan secepatnya dan dituntaskan oleh pemerintah," ujar politisi Golkar asal Desa Banyuatis, Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng ini.
Sugawa Korry mengatakan dana desa adat yang belum bisa segera cair bisa menunda sejumlah kegiatan di desa adat. "Kegiatan di desa adat bisa tertunda kalau bantuan desa adat ini tidak dicairkan," ujar Ketua DPD I Golkar Bali ini. Atas kondisi tersebut, Kepala Dinas Pemajuan Masyarakat Adat (PMA) Provinsi Bali, I Gusti Agung Kartika Jaya Saputra, dikonfirmasi NusaBali, Rabu kemarin mengatakan Pemprov Bali menyiapkan dana desa adat yang bersumber dari Anggaran Semesta Berencana Provinsi Bali Tahun 2021.
Setiap Desa Adat di tahun 2021 ini menerima Rp 300 juta. Di Bali ada 1.493 Desa Adat. Pencairan dana desa adat pada tahun 2021 akan digelar secara bertahap alias setiap Catur Wulan (4 bulan sekali). "Tiap Catur Wulan dicairkan Rp 100 juta per desa adat. Di Bali ada 1.493 Desa Adat. Sekarang proses pencairan sedang berjalan," ujar Kartika Jaya.
Kartika Jaya mengatakan memang dari 1.493 Desa Adat baru sekitar 900 Desa Adat yang sudah menerima transfer dari pemerintah. "Dana tersebut langsung kita transfer ke rekening desa adat. Baru sekitar 900 desa adat yang sudah menerima transfer. Sementara sisanya 593 desa adat belum menerima transfer, karena masih dalam proses pemenuhan persyaratan administrasi," beber birokrat asal Desa Gubug, Kecamatan/Kabupaten Tabanan ini.
Apa kendalanya terjadi keterlambatan? Kartika Jaya menegaskan ada beberapa persyaratan belum dipenuhi.
Misalnya persyaratan laporan pertanggungjawaban keuangan tahun sebelumnya belum tuntas. "Tetapi ini berproses, kami menurunkan tim pendampingan dari Badan Keuangan dan Aset Daerah supaya mendampingi Desa Adat membuat laporan pertanggungjawaban. Kan harus dimaklumi tidak semua Bendesa Adat paham dalam membuat pelaporan keuangan. Tetapi untuk proses pencairan dana desa adat kita pastikan akan tuntas secepatnya," ujar Kartika Jaya.
Kartika Jaya mengatakan Dinas Pemajuan Masyarakat Adat (PMA) Provinsi Bali sejak awal sudah melakukan mitigasi terhadap Desa Adat yang ada kendala dalam proses administrasi dan membuat laporan pertanggungjawaban keuangan. "Mitigasi kami sudah sejak setahun lalu. Kita kerahkan tim pendampingan, supaya semua proses administrasi di Desa Adat lancar," tegas Kartika Jaya.
Sebelumnya diberitakan dana Rp 100 juta yang digelontor per desa adat di Bali ini bisa digunakan untuk keperluan sekala-niskala. "Untuk niskala, bisa dipakai dalam kegiatan upacara memohon agar wewidangan desa adat segera pulih dari pandemi Covid-19, atau melaksanakan ritual adat lainnya guna memohon kerahayuan jagat," ujar Kadis Pemajuan Masyarakat Adat (PMA) Provinsi Bali, I Gusti Agung Kartika Jaya Saputra.
Sedangkan untuk kegiatan sekala, kata Kartika Jaya, dana desa Rp 100 juta ini bisa digunakan buat membeli obat-obatan dalam bentuk disinfektan guna penyemprotan di wewidangan desa adat atau rumah krama. “Selain itu, juga untuk membeli obat-obatan, masker, dan alat pelindung diri lainnya yang berkaitan dengan penanganan pandemi Covid-19," beber birokrat asal Desa Gubug, Kecamatan Tabanan ini. *nat
Komentar