Wajib Kuasai Wiraga, Wirama, Wirasa, dan Nerompong
Kesulitan Tinggi, Tari Palawakya Minim Regenerasi
SINGARAJA, NusaBali
Tari Palawakya salah satu tarian ciptaan maestro Buleleng, hingga saat ini masih lestari.
Hanya saja tak banyak orang dapat menarikannya. Tarian ciptaan I Wayan Paraupan atau yang lebih beken dikenal dengan nama Pan Wandres mengalami kendala regenerasi. Tingkat kesulitan tariannya membuat tak banyak pragina muda mau mempelajarinya.
Hal itu pun tak ditampik Kepala Bidang (Kabid) Kesenian Dinas Kebudayaan Buleleng Wayan Sujana, Jumat (5/3). Dia mengatakan Tari Palawakya merupakan tarian lengkap, karena selain bisa menari juga dituntut mampu memahami tabuh dan matembang. Terutama matembang kekawin atau palawakya yang disertakan dalam tarian itu. Intinya, setiap penari tak cukup menguasai wiraga (gerak tubuh/tari) dan wirasa (penjiwaan), namun juga wirama (matembang/menyanyi), serta menabuh terompong. Mencari pragina dengan penguasaan lengkap seperti sulitnya bukan main. Kadang bisa menari, namun tak bisa metembang, atau bisa matembang tapi tidak bisa menari dan menabuh. ‘’Penari semacam ini yang sangat langka dan tidak semua mau mempelajari,” ungkap Sujana yang juga seniman topeng ini.
Menyadari hal tersebut, Pemkab Buleleng melalui Dinas Kebudayaan mengupayakan tetap mempertahankan dan melestarikan karya seni maestro tari asal Desa Jagaraga, Kecamatan Sawan, Buleleng ini. Salah satunya dengan menitipkan visi pelestarian kepada sanggar-sanggar seni di Buleleng yang masih produktif. Seperti Sanggar Seni Dwi Mekar, Santhi Budaya, Manik Utara dan sanggar lainnya. Sanggar seni yang dititipi misi ini pun wajib memiliki penari Palawakya yang dibina disetiap generasi.
Sujana pun mengatakan dalam perkembangan seni di Buleleng, sempat ditemukan versi Tari Palawakya Dauh Enjung. Tarian ini diciptakan oleh I Ketut Merdana. Menurut Sujana tarian Palawakya Dauh Enjung yang sudah sempat direkonstruksi ini tak memiliki perbedaan mencolok. Hanya ditemukan perbedaan sedikit pada tabuh yang mengiringi. “Kalau yang Pan Wandres mewakili Palawakya Dangin Enjung, kalau karya Pak Merdana mewakili Dauh Enjung. Hanya saja kalau yang Dauh Enjung ada genre Jawanya masuk hasil penggalian ke luar daerah. Sedangkan yang Dangin Enjung lebih adanya kemurnian,” jelas Wayan Sujana.
Tari Palawakya, disebut Sujana, diciptakan Pan Wandres maupun I Ketut Merdana terinspirasi dari pembawa Palawakya. Pembaca Palawakya pada zaman kerajaan merupakan sebuah tontonan baik tamu kerajaan maupun raja yang berkuasa. Lantunan nada merdu dari bait-baik sastra suci yag dibacakan berbahasa Jawa Kuno itu merupakan hiburan. Sedangkan bait-bait syair yang diambil dari sastra suci maupun lontar itu juga dipakai sebagai tuntunan karena mengandung pesan dan nilai-nilai yang ingin disampaikan.
Tari Palawakya juga merupakan simbol dari seorang pujangga, pengarang atau penggubah lagu. Konon, peneges atau penandak dalam Tari Palwakya itu dikenal dua orang. Namun kini Tari Palawakya lebih banyak menggunakan peneges hanya satu orang dan itu pun terkesan serius dan jarang diisi selingan untuk improvisasi.
Tari Palawakya telah ada sejak tahun 1990an. Saat Pan Wandres berusia puluhan tahun. Tari Palawakya umumnya adalah tari tunggal yang dibawakan oleh orang dewasa. Namun kini anak-anak pun bisa membawakan Tari Palawakya tersebut. Meskipun keberadaannya tidak begitu dikenal orang serta sempat vacum untuk waktu yang lama, Tari Palawakya telah melanglang buana hingga ke Jepang. Tarian tersebut dibawakan oleh anak asuh pertama dari Sang Pencipta tari yaitu Luh Menek.
Tari Palawakya yang berdurasi panjang sekitar 20 menitan itu, memang tidak memiliki ketenaran yang sama dengan Tari Teruna Jaya. Tetapi Tari Palawakya memiliki tingkat kesulitan lebih tinggi dibandingkan dengan Tari Teruna Jaya. Hal itu disebabkan karena Tari Palawakya harus dibawakan dengan tenaga yang ekstra. Karena penari harus mengkombinasikan antara gerak tubuh dan kekawin serta piawai menabuh terompong. Tari Palawakya juga memiliki hiasan kepala yang mirip dengan Tari Teruna Jaya, hanya saja dari badan hingga kaki mirip dengan kostum arja, terutama Mantri. *k23
Komentar