Bansos Anggota Dewan Dipangkas Rp 500 Juta
Rasionalisasi Anggaran untuk Penanganan Pandemi Covid-19
55 anggota DPRD Bali semula dijatah fasilitasi bansos masing-masing Rp 1,5 miliar, tapi harus dipangkas jadi Rp 1 miliar
DENPASAR, NusaBali
Anggota DPRD Bali yang berjumlah 55 orang harus gigit jari. Masalahnya, jatah fasilitasi bansos/hibah Rp 1,5 miliar pada Tahun Anggaran 2021 untuk setiap anggota DPRD Bali, dirasionalisasi buat penanganan pandemi Covid-19, termasuk program vaksinasi. Tidak tanggung-tanggung, jatah bansos untuk setiap anggota DPRD Bali dipangkas masing-masing Rp 500 juta.
Dengan dipangkas Rp 500 juta, maka masing-masing anggota Dewan hanya kebagian jatah memfasilitasi bansos untuk masyarakat sebesar Rp 1 miliar di tahun 2021. Keputusan untuk potong Rp 500 juta bansos anggota Dewan ini diambil dalam rapat Badan Anggaran (Banggar) DPRD Bali dengan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Provinsi Bali, di Ruang Rapat Gabungan Gedung Dewan, Niti Mandala Denpasar, Senin (8/3) siang.
Rapat tertutup kemarin siang dipimpin langsung Ketua DPRD Bali, Nyoman Adi Wiryatama (Fraksi PDIP). Hadir juga Wakil Ketua DPRD Bali dari Fraksi Golkar Nyoman Sugawa Korry, Wakil Ketua DPRD Bali dari Fraksi Gerindra I Nyoman Suyasa, pimpinan fraksi, dan pimpinan komisi.
Sedangkan TAPD Provinsi Bali menghadirkan Sekda Provinsi Bali, Dewa Made Indra, mewakili Gubernur Wayan Koster. Sekda Dewa Indra didampingi Kepala Badan Aset dan Keuangan Provinsi Bali Dewa Nyoman Sunarta, Kepala Bapenda Provinsi Bali I Made Santha, dan sejumlah OPD lainnya.
Rapat yang berlangsung selama 2,5 jam, sejak pagi pukul 10.00 Wita sampai siang 12.30 Wita, itu membahas rasionalisasi anggaran untuk penanganan Covid-19. Termasuk soal genjot penyisiran anggaran tahun 2021. Masalahnya, Pemprov Bali masih defisit Rp 1,1 triliun untuk program tahun 2021, mulai vaksinasi Covid-19 hingga penanganan dampak ekonominya.
Akhirnya, dalam pembahasan jatah fasilitasi bansos para anggota DPRD Bali juga kena imbas. "Jatah bansos anggota Dewan dipotong masing-masing setengah miliar rupiah. Alasannya, target pendapatan tidak terpenuhi. Kemudian, juga terjadi defisit Rp 1,1 triliun," ujar sumber NusaBali.
Seusai rapat kemarin siang, Ketua DPRD Bali Nyoman Adi Wiryatama mengatakan rasionalisasi anggaran bansos masing-masing Rp 500 juta bagi 55 anggota Dewan sudah kesepakatan bersama. "Kita utamakan penanganan pandemi Covid-19 dulu. Kita rasionalisasi anggaran hibah kawan-kawan, termasuk saya," ujar Adi Wiryatama.
Menurut Adi Wiryatama, Pemprov Bali perlu anggaran besar untuk tuntaskan penanganan pandemi Covid-19, terutama program vaksinasi. "Karena kita perlu anggaran vaksinasi cukup besar. Penanganan kesehatan selama pandemi Covid-19 juga banyak keperluannya. Jadi, ini semata-mata untuk kepentingan masyarakat juga. Mempercepat pemulihan kesehatan masyarakat, sehingga ekonomi masyarakat oto-matis juga bisa pulih," ujar politisi senior mantan Bupati Tabanan dua periode (2000-2005, 2005-2010) yang kini menjabat Ketua Dewan Pertimbangan Daerah (Deperda) PDIP Bali ini.
Sementara, Wakil Ketua DPRD Bali dari Fraksi Gerindra, Nyoman Suyasa, mengatakan bansos yang difasilitasi untuk masyarakat bukan milik DPRD Bali. Itu milik eksekutif yang difasilitasi oleh DPRD Bali untuk masyarakat.
"Saya sudah adu argumentasi dengan eksekutif bahwa bansos/hibah itu sebenarnya bisa mengungkit pertumbuhan ekonomi masyarakat di bawah. Tetapi, keputusan rapat Pimpinan DPRD Bali dan eksekutif, bansos/hibah dirasionalisasi dari Rp 1,5 miliar menjadi Rp 1 miliar," ujar Suyasa.
Walhasil, kata Suyasa, total bansos untuk 55 anggota DPRD Bali menyusut dari semula Rp 82,5 miliar menjadi Rp 55 miliar. "Ya, tiap anggota Dewan berkurang Rp 500 juta. Pimpinan dan anggota sama, dipotong masing-masing Rp 500 juta," tegas politisi asal Desa Perasi, Kecamatan Karangasem yang juga Ketua DPC Gerindra Karangasem ini.
Suyasa mengatakan, memang dilematis sekali soal rasionalisasi anggaran bansos ini. Di satu sisi, anggota Dewan sudah menerima pengajuan proposal dari masyarakat. Di sisi lain, anggaran Pemprov Bali lagi minim, karena perlu dana besar untuk penanganan Covid-19. Lagipula, banyak target pendapatan tidak terpenuhi.
"Dilematis kita. Satu sisi ekonomi masyarakat biasanya bisa diungkit karena cairnya bansos/hibah. Pembangunan di desa adat dengan dana bansos kan menghidupkan ekonomi kerakyatan, membuka lapangan kerja. Cuma, alasan dalam rapat pimpinan dengan eksekutif, rasionalisasi anggaran hibah ini untuk penanganan Covid-19. Ya, kita maklumi juga," katanya.
Sementara itu, Ketua Komisi II DPRD Bali dari Fraksi Golkar, Ida Gede Komang Kresna Budi, garuk-garuk kepala seusai rapat kemarin. Kresna Budi mengatakan, bansos/hibah bagi anggota DPRD Bali kena potong masing-masing Rp 500 juta.
“Cuma kan yang korban masyarakat dan konstituen kita di bawah. Bagaimana tidak? Masyarakat sudah ajukan proposal bansos, sudah susah perbaikan bolak-balik. Sekarang dipotong Rp 500 juta, jadi susah pertanggungjawaban moral kita sama masyarakat. Sudah ajukan proposal, eh nggak dapat mereka," ujar Kresna Budi geleng-geleng kepala saat ditemui NusaBali seusai rapat.
Kresna Budi menyebutkan, kalau pendapatan di tahun 2020 lalu tidak mencapai target, maka tahun 2021 harusnya eksekutif optimistis. "Kan tahun 2021 sudah mulai vaksinasi Covid-19, harus optimis-lah. Ini pesimis eksekutifnya, sehingga bansos/hibah anggota Dewan jadi korban," keluh politisi asal Kelurahan Liligundi, Kecamatan Buleleng yang juga Ketua DPD II Golkar Buleleng ini. *nat
Anggota DPRD Bali yang berjumlah 55 orang harus gigit jari. Masalahnya, jatah fasilitasi bansos/hibah Rp 1,5 miliar pada Tahun Anggaran 2021 untuk setiap anggota DPRD Bali, dirasionalisasi buat penanganan pandemi Covid-19, termasuk program vaksinasi. Tidak tanggung-tanggung, jatah bansos untuk setiap anggota DPRD Bali dipangkas masing-masing Rp 500 juta.
Dengan dipangkas Rp 500 juta, maka masing-masing anggota Dewan hanya kebagian jatah memfasilitasi bansos untuk masyarakat sebesar Rp 1 miliar di tahun 2021. Keputusan untuk potong Rp 500 juta bansos anggota Dewan ini diambil dalam rapat Badan Anggaran (Banggar) DPRD Bali dengan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Provinsi Bali, di Ruang Rapat Gabungan Gedung Dewan, Niti Mandala Denpasar, Senin (8/3) siang.
Rapat tertutup kemarin siang dipimpin langsung Ketua DPRD Bali, Nyoman Adi Wiryatama (Fraksi PDIP). Hadir juga Wakil Ketua DPRD Bali dari Fraksi Golkar Nyoman Sugawa Korry, Wakil Ketua DPRD Bali dari Fraksi Gerindra I Nyoman Suyasa, pimpinan fraksi, dan pimpinan komisi.
Sedangkan TAPD Provinsi Bali menghadirkan Sekda Provinsi Bali, Dewa Made Indra, mewakili Gubernur Wayan Koster. Sekda Dewa Indra didampingi Kepala Badan Aset dan Keuangan Provinsi Bali Dewa Nyoman Sunarta, Kepala Bapenda Provinsi Bali I Made Santha, dan sejumlah OPD lainnya.
Rapat yang berlangsung selama 2,5 jam, sejak pagi pukul 10.00 Wita sampai siang 12.30 Wita, itu membahas rasionalisasi anggaran untuk penanganan Covid-19. Termasuk soal genjot penyisiran anggaran tahun 2021. Masalahnya, Pemprov Bali masih defisit Rp 1,1 triliun untuk program tahun 2021, mulai vaksinasi Covid-19 hingga penanganan dampak ekonominya.
Akhirnya, dalam pembahasan jatah fasilitasi bansos para anggota DPRD Bali juga kena imbas. "Jatah bansos anggota Dewan dipotong masing-masing setengah miliar rupiah. Alasannya, target pendapatan tidak terpenuhi. Kemudian, juga terjadi defisit Rp 1,1 triliun," ujar sumber NusaBali.
Seusai rapat kemarin siang, Ketua DPRD Bali Nyoman Adi Wiryatama mengatakan rasionalisasi anggaran bansos masing-masing Rp 500 juta bagi 55 anggota Dewan sudah kesepakatan bersama. "Kita utamakan penanganan pandemi Covid-19 dulu. Kita rasionalisasi anggaran hibah kawan-kawan, termasuk saya," ujar Adi Wiryatama.
Menurut Adi Wiryatama, Pemprov Bali perlu anggaran besar untuk tuntaskan penanganan pandemi Covid-19, terutama program vaksinasi. "Karena kita perlu anggaran vaksinasi cukup besar. Penanganan kesehatan selama pandemi Covid-19 juga banyak keperluannya. Jadi, ini semata-mata untuk kepentingan masyarakat juga. Mempercepat pemulihan kesehatan masyarakat, sehingga ekonomi masyarakat oto-matis juga bisa pulih," ujar politisi senior mantan Bupati Tabanan dua periode (2000-2005, 2005-2010) yang kini menjabat Ketua Dewan Pertimbangan Daerah (Deperda) PDIP Bali ini.
Sementara, Wakil Ketua DPRD Bali dari Fraksi Gerindra, Nyoman Suyasa, mengatakan bansos yang difasilitasi untuk masyarakat bukan milik DPRD Bali. Itu milik eksekutif yang difasilitasi oleh DPRD Bali untuk masyarakat.
"Saya sudah adu argumentasi dengan eksekutif bahwa bansos/hibah itu sebenarnya bisa mengungkit pertumbuhan ekonomi masyarakat di bawah. Tetapi, keputusan rapat Pimpinan DPRD Bali dan eksekutif, bansos/hibah dirasionalisasi dari Rp 1,5 miliar menjadi Rp 1 miliar," ujar Suyasa.
Walhasil, kata Suyasa, total bansos untuk 55 anggota DPRD Bali menyusut dari semula Rp 82,5 miliar menjadi Rp 55 miliar. "Ya, tiap anggota Dewan berkurang Rp 500 juta. Pimpinan dan anggota sama, dipotong masing-masing Rp 500 juta," tegas politisi asal Desa Perasi, Kecamatan Karangasem yang juga Ketua DPC Gerindra Karangasem ini.
Suyasa mengatakan, memang dilematis sekali soal rasionalisasi anggaran bansos ini. Di satu sisi, anggota Dewan sudah menerima pengajuan proposal dari masyarakat. Di sisi lain, anggaran Pemprov Bali lagi minim, karena perlu dana besar untuk penanganan Covid-19. Lagipula, banyak target pendapatan tidak terpenuhi.
"Dilematis kita. Satu sisi ekonomi masyarakat biasanya bisa diungkit karena cairnya bansos/hibah. Pembangunan di desa adat dengan dana bansos kan menghidupkan ekonomi kerakyatan, membuka lapangan kerja. Cuma, alasan dalam rapat pimpinan dengan eksekutif, rasionalisasi anggaran hibah ini untuk penanganan Covid-19. Ya, kita maklumi juga," katanya.
Sementara itu, Ketua Komisi II DPRD Bali dari Fraksi Golkar, Ida Gede Komang Kresna Budi, garuk-garuk kepala seusai rapat kemarin. Kresna Budi mengatakan, bansos/hibah bagi anggota DPRD Bali kena potong masing-masing Rp 500 juta.
“Cuma kan yang korban masyarakat dan konstituen kita di bawah. Bagaimana tidak? Masyarakat sudah ajukan proposal bansos, sudah susah perbaikan bolak-balik. Sekarang dipotong Rp 500 juta, jadi susah pertanggungjawaban moral kita sama masyarakat. Sudah ajukan proposal, eh nggak dapat mereka," ujar Kresna Budi geleng-geleng kepala saat ditemui NusaBali seusai rapat.
Kresna Budi menyebutkan, kalau pendapatan di tahun 2020 lalu tidak mencapai target, maka tahun 2021 harusnya eksekutif optimistis. "Kan tahun 2021 sudah mulai vaksinasi Covid-19, harus optimis-lah. Ini pesimis eksekutifnya, sehingga bansos/hibah anggota Dewan jadi korban," keluh politisi asal Kelurahan Liligundi, Kecamatan Buleleng yang juga Ketua DPD II Golkar Buleleng ini. *nat
Komentar