Rocky N Kupas Spiritual Hingga 'Jenjang S3'
Ingatkan Agar Ilmu Kerohanian Bali Jangan Punah
SINGARAJA, NusaBali
Jenjang pendidikan akademis yang diraih oleh I Ketut Rochineng, 62, atau biasa disapa ‘Rocky N’ memang patut diapresiasi.
Pasalnya anggota DPRD Bali periode 2019-2024 ini dulunya berkutat dalam kesibukan sebagai Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Bali. Toh gelar Doktor Ilmu Hukum berhasil diraih pada 2018. Bahkan sosok murah senyum ini berhasil lulus dengan predikat cumlaude dengan disertasi berjudul ‘Kewenangan Pengaturan Retribusi Daerah Dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah di Provinsi Bali.’
Semangat menuntut ilmu ternyata tak hanya di bidang akademis. Diam-diam Rochineng juga terus menaikkan level kemampuannya di bidang spiritual. “Kalau di bidang spiritual, saya baru menyelesaikan S3 pada Januari 2021 lalu,” ungkap Rochineng.
Analogi tahapan keilmuan itu memang dilaluinya dengan jalan panjang. Anggota Komisi I DPRD Bali ini mengungkapkan mendalami ilmu kerohanian Bali sejak 42 tahun silam. “Struktur keilmuan di dunia kerohanian juga ada jenjangnya. Masih banyak yang perlu diketahui dan dipelajari sebagaimana pepatah ‘di atas langit masih ada langit’,” tegas Rochineng yang kini sudah bisa mengangkat sisya atau murid.
Pada awal 2021, Rochineng harus melewati ujian ilmu setara S3 kerohanian tingkat puncak. Pada tingkatan ini dia mengaku hanya melakukan komunikasi gaib dengan Ida Bhatara dan Dewa Hyang dalam bentuk sabda dan wahyu-wahyu gaib. “Tata laksana ujian ini dengan berbusana serba putih dari bawah sampai atas dan melakukan komunikasi gaib dengan Ida Bhatara dan Dewa Hyang. Memantapkan ilmu kerohanian tingkat dewa yang berstana di Merajan Dadia,” jelas pelantun tembang Bali Shanti ini.
Fase ini adalah lanjutan fase ‘S1’ atau pertama yang diraih pada 1995. Sedangkan fase selanjutnya diraih pada 2015. Di tiga tingkatan itu pula, kata Rochineng, ada ujian di antaranya berpuasa menyucikan jasmani dan rohani. Selanjutnya meditasi dan tapa semadi di tempat suci, pura, dan lokasi angker seperti setra atau kuburan. Tantangan lainnya adalah pengenalan alam dan isi alam gaibnya sekaligus bertemu dan berkomunikasi dengan makhluk alam gaib.
“Pada fase ini saya sempat menjumpai gegendu (kuda berkaki tiga), lenda-lendi, celuluk, joko tunggul (makhluk halus tak berkepala, Red), gerombong selem, dan banaspati yang dipimpin oleh sedahan setra sebagai ancangan dalem,” ungkapnya.
Demikian juga Bhatara yang berstana di Pura Dalem seperti Ratu Bhatari Durga, Bhatara Manik Gni, Bhatara Ratu Gede Penyarikan, dan lainnya juga menjadi sosok yang ditemuinya. Ujian pada fase ini dilakoni Rochineng di tempat pembakaran mayat Setra Badung. “Ujian ini menekankan pada keyakinan ilmu dan keteguhan mental,” ungkapnya tentang lelaku spiritualnya tahun 1995 tersebut.
Bagaimana dengan ujian setara S2? Rochineng melakukan persembahyangan di sebuah pantai di Pulau Dewata pada malam Tilem Kapitu pukul 24.00 untuk mendapatkan ilmu kerohanian Dewa Ruci Sejati yang berwujud Naga Basuki. Ujian pada 2015 itu sempat membuat putranya yang menemani, Gede Ray Ardian, dan saksi Wayan Bales cemas kalau Rochineng tewas tenggelam.
“Gelombang ombak besar menghadang saya. Apalagi kondisinya sangat dingin hingga sempat membuat ragu, mau maju atau mundur? Akhirnya dengan keyakinan dan pasrah siap mati demi ilmu kerohanian, saya lanjut menyelam ke dalam laut dan mengambil segenggam pasir di dasarnya,” tutur Rochineng.
Rochineng menganut sistem pembelajaran kerohanian dengan dua guru, yakni guru manusia dan guru Bhatara (Sungsungan). Saat guru manusia memberikan materi A dan guru bhatara memberikan anugerah si murid memperoleh kawisesan A. Kurikulumnya mulai dari pelajaran dasar pengenalan saudara-saudara lahir (Kanda Pat), dasar-dasar puasa, dan sejenisnya. Setelah dasar-dasar ini kuat, barulah naik ke tingkatkan ilmu keagamaan. Pada fase ini diajarkan tata cara sembahyang, tapa semadi, cara komunikasi gaib, dan pengenalan makhluk gaib.
Rochineng pun menyebut nama almarhum Mahaguru Made Regog alias Pekak Gunung dari Banjar Celagigendong, Pemecutan, Denpasar. “Beliau adalah mahaguru dan Swawira yang menerima warisan ilmu dari Majapahit. Sangat dihormati di kalangan pendekar dan masyarakat, khususnya di Perguruan Pencak Silat Kertha Wisesa,” kata Rochineng.
Tokoh asal Desa Patemon, Kecamatan Seririt, Buleleng ini mengungkapkan pada tataran S1 spiritual seseorang sudah memahami ilmu pengobatan, ilmu perang batin, penolak bala, perwujudan, dan sejenisnya. “Ilmu kerohanian seri Bali ini ditopang oleh aksara yang maurip, diuntal, dan meditasi,” ujarnya.
Sementara itu jika sudah mencapai jenjang tinggi di dunia spiritual, maka tidak boleh menolak manakala ada orang yang ingin berguru karena ajaran atau ilmu kerohanian wajib diamalkan dan bermanfaat bagi banyak orang. “Saya berkomitmen agar ilmu kerohanian yang diwariskan leluhur Bali tetap lestari,” kata Rochineng.
Rochineng mengingatkan sesungguhnya manusia Bali tak bisa lepas dari ilmu kerohanian yang diwariskan leluhur. Di masa penjajahan, ilmu ini yang menyelamatkan leluhur. Logikanya, tidak mungkin bambu runcing mengalahkan pesawat tempur.
“Ilmu ini termasuk kekayaan budaya Bali dan sejalan dengan visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali. Yang dipelajari adalah ilmu putih. Antara lain bagaimana menjalankan usadha, penolak bala, menjaga keharmonisan lingkungan, dan meningkatkan sradha bakti kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa,” pesan Rochineng. *mao
1
Komentar