Menajamkan Makna Ubud Menjadi Ubad
Di Balik Kedatangan Presiden Jokowi ke Puri Agung Ubud
Oleh kebanyakan tetamu yang berkunjung ke wilayah ini, merasakan Ubud pantas menjadi healing area (kawasan penyembuh) dari kepenatan raga, jiwa, dan mental manusia.
GIANYAR, NusaBali
Presiden Joko Widodo (Jokowi) datang ke kawasan wisata Ubud, Gianyar, khususnya di Puri Agung Ubud, Selasa (16/3). Kedatangan orang nomor satu di Indonesia ini masih menjadi kenangan penuh multimakna bagi masyarakat Bali, terutama krama Ubud.
Krama Ubud memaknai kehadiran mantan Gubernur DKI Jakarta itu tak sekadar untuk memotivasi masyarakat agar terjauhkan dari serangan Covid-19. Lebih dari itu, presiden telah mempertajam kasiat ‘obat’ (vaksin) untuk menghalau Covid-19, sebagaimana arti Ubud bermula dari ubad (obat).
Ubad berupa vaksin yang disuntikkan kepada ratusan warga di Ubud saat itu, tentu tak hanya untuk melenyapkan ancaman sakit fisik berupa serangan Covid-19. Namun, sebagaimana telah dirasakan oleh para pelancong nusantara dan dura negara (manca negara), Ubud memang laksana ubad (obat) untuk menyembuhkan, memulihkan kondisi diri agar kembali seger oger (sehat bugar), ke kesujatian jiwa, raga, dan mental.
Jauh dari pemahaman itu, krama Ubud tentu sangat terinspirasi dari sejarah Ubud yang tersirat sejak perjalanan suci Maha Rsi Markandya dari Gunung Raung, Jawa Timur, ke Bali tahun 800. Menurut Markandya Purana, kedatangan Sang Maha Rsi untuk penyebaran agama Hindu di Bali, praktis memunculkan titik-titik lokasi yang menjadi jejak petilasan. Salah satunya, Sang Maha Rsi bersama ratusan panjak (pengikut)nya tiba di sebuah lereng atau bukit kecil, memanjang ke arah utara - selatan. Bukit rimbun ini diapit oleh dua buah sungai atau tukad kembar, masing-masing berair jernih dan bertifikal lika-liku. Dua sungai itu, sungai di sebelah barat bernama Sungai Wos barat atau Wos Lanang, dan di sebelah timur Sungai Wos Wadon. Sedangkan di wilayah hulu, bersama para pengikut, Sang Maha Rsi membuka hutan dan mendirikan sebuah permukiman yang disebut Sarwa Ada, kini bernana Desa Taro, Kecamatan Tegallalang, Gianyar.
Beriak air Tukad Wos lanang dan Wos wadon nyampuh (bertemu,Red) menjadi satu. Titik temu dua sungai ini disebut campuhan. Hanya beberapa meter di atas atau utara Campuhan itu, Sang Maha Rsi melaksanakan pertapaan. Titik lokasi pertapaan ini kini bernama Pura Payogan Agung Gunung Lebah Ubud. Pura ini disungsung oleh krama subak sejebag (wilayah) Ubud, dan sekitarnya. Pura diemong sameton (keluarga) Puri Agung Ubud, khususnya Puri Saren Agung Ubud. Berkat yoga tapa semadi, Sang Maha Rsi dan para pengikut makin memantafkan diri untuk merambah hutan, membuat pemukiman dan membagikan tanah pertanian bagi pengikutnya di kawasan Sarwa Ada.
Kesempurnaan yoga Sang Maha Resi di Campuhan itu, ditandai dengan dimulainya kehidupan masyarakat sekitar. Sebutan untuk kedua Tukad Wos tersebut menginspirasi nama Ubud. Sesuai dengan lontar Markandya Purana, ‘Wos’ ngaran (berarti) ‘usadi/usadha’. Usadha ngaran ilmu tentang pengobatan atau ‘ubad (obat)’. Dari kata ‘ubad’ ini ditranskripsikan menjadi Ubud. Ubud kini menjadi nama sebuah desa adat, kelurahan dan kecamatan di Kabupaten Gianyar.
Nama ‘Ubud’ yang bermula ‘usada’ menjadi spirit dasar, bahwa Ubud sejak mula hingga ke depan menjadi sebuah tempat untuk pengobatan atau pemulihan dari jiwa, raga, dan mental yang letih, penat, bahkan gersang. Oleh kebanyakan tetamu yang berkunjung ke wilayah ini, merasakan Ubud pantas menjadi healing area (kawasan penyembuh) dari kepenatan jiwa, raga, dan mental manusia.
Secara tak langsung, spirit usada bagi Ubud itu menginspirasi salah seorang putra Kerajaan Ubud, kala itu, Tjokorda Agung Sukawati. Beliau merintis dan merevitalisasi pesona makna ‘ubad’ pada ‘Ubud’ menjadi lebih universal. Dalam usia masih relatif muda, sekitar tahun 1930an, Tjokorda Agung Sukawati, mengundang tamu-tamu asing ke Ubud dan diajak menginap di Puri Agung Ubud. Mereka yang turut diundang yakni seniman barat, antara lain Walter Spies.
Oleh Tjokorda Agung Sukawati, Spies diberikan tanah untuk tempat tinggal. Atas inisiatif beliau, kehadiran Spies ini pula menjadi cikal bakal elan kreatif perkembangan seni di Ubud, terutama seni rupa lukis, patung, dan lainnya. Tjokorda Agung Sukawati juga memberikan kesempatan kepada maestro seni, seperti Rudolf Bonnet, Arie Smit, dan Blanco untuk berkarya di Ubud. Era itu pula, proses kreatif seni di Ubud mengalami akulturasi budaya, terutama elaborasi antara tradisi dengan modern.
Tjokorda Agung Sukawati juga merintis pembentukan komunitas seniman yang diberi nama Pita Maha. Karya komunitas ini dengan ciri khas; cita rasa seni modern yang tetap mengukuhkan tradisi Bali. Perkembangan ini tampak pada lukisan-lukisan dan karya patung yang mulai mengenal anatomi tubuh yang lebih konsisten. Berkat itu pula perlahan namun nyata, Ubud menambah status menjadi desa wisata. Sejak itu pula, Ubud dan beberapa lokasi di Bali berkembang menjadi daerah pariwisata.
Salah seorang tokoh Puri Agung Ubud, Tjokorda Gde Raka Sukawati alias Cok De mengakui, jika merunut sejarah Ubud bercikal bakal usada (ubad), kedatangan Presiden RI Jokowi, secara tak langsung menghadirkan pesan amat positif untuk masyarakat. Presiden yang menyaksikan langsung proses vaksinasi Covid-19 itu, menurut doktor bidang Ekonomi di Fakultas Ekonomi, Unud, Denpasar ini, makin meneguhkan keyakinan masyarakat terhadap pemulihan kondisi Ubud dan Indonesijokoa umumnya, dalam menghadapi Covid-19. Oleh karena itu, kedatangan Presiden Jokowi ke Ubud akan menjadi bagian penting bagi perjalanan sejarah Ubud. Karena dalam suasana Covid-19 (Selasa, 16/3/2021), yang serba menakutkan, Presiden membawakan ubad (obat) vaksin untuk mengobati masyarakat Ubud, berpusat dari Ancak Saji Puri Agung Ubud. ‘’Tiyang (saya) mewakili masyarakat Ubud menyampaikan terima kasih atas kehadiran Bapak Presiden dan jajarannya ke Ubud,’’ ujar salah seorang putra perintis pariwisata di Ubud, Tjokorda Agung Sukawati ini.
Cok De yang arsitek bade ageng ini menambahkan, vaksinasi massal dihadiri Presiden RI tersebut dapat menjadi tonggak baru pemulihan segala aspek yang terpuruk karena pandemi. Mulai dari pemulihan ekonomi secara umum, terutama pariwisata, bahkan recovery semangat masyarakat agar kembali bangkit seperti sedia kala. *lsa
Presiden Joko Widodo (Jokowi) datang ke kawasan wisata Ubud, Gianyar, khususnya di Puri Agung Ubud, Selasa (16/3). Kedatangan orang nomor satu di Indonesia ini masih menjadi kenangan penuh multimakna bagi masyarakat Bali, terutama krama Ubud.
Krama Ubud memaknai kehadiran mantan Gubernur DKI Jakarta itu tak sekadar untuk memotivasi masyarakat agar terjauhkan dari serangan Covid-19. Lebih dari itu, presiden telah mempertajam kasiat ‘obat’ (vaksin) untuk menghalau Covid-19, sebagaimana arti Ubud bermula dari ubad (obat).
Ubad berupa vaksin yang disuntikkan kepada ratusan warga di Ubud saat itu, tentu tak hanya untuk melenyapkan ancaman sakit fisik berupa serangan Covid-19. Namun, sebagaimana telah dirasakan oleh para pelancong nusantara dan dura negara (manca negara), Ubud memang laksana ubad (obat) untuk menyembuhkan, memulihkan kondisi diri agar kembali seger oger (sehat bugar), ke kesujatian jiwa, raga, dan mental.
Jauh dari pemahaman itu, krama Ubud tentu sangat terinspirasi dari sejarah Ubud yang tersirat sejak perjalanan suci Maha Rsi Markandya dari Gunung Raung, Jawa Timur, ke Bali tahun 800. Menurut Markandya Purana, kedatangan Sang Maha Rsi untuk penyebaran agama Hindu di Bali, praktis memunculkan titik-titik lokasi yang menjadi jejak petilasan. Salah satunya, Sang Maha Rsi bersama ratusan panjak (pengikut)nya tiba di sebuah lereng atau bukit kecil, memanjang ke arah utara - selatan. Bukit rimbun ini diapit oleh dua buah sungai atau tukad kembar, masing-masing berair jernih dan bertifikal lika-liku. Dua sungai itu, sungai di sebelah barat bernama Sungai Wos barat atau Wos Lanang, dan di sebelah timur Sungai Wos Wadon. Sedangkan di wilayah hulu, bersama para pengikut, Sang Maha Rsi membuka hutan dan mendirikan sebuah permukiman yang disebut Sarwa Ada, kini bernana Desa Taro, Kecamatan Tegallalang, Gianyar.
Beriak air Tukad Wos lanang dan Wos wadon nyampuh (bertemu,Red) menjadi satu. Titik temu dua sungai ini disebut campuhan. Hanya beberapa meter di atas atau utara Campuhan itu, Sang Maha Rsi melaksanakan pertapaan. Titik lokasi pertapaan ini kini bernama Pura Payogan Agung Gunung Lebah Ubud. Pura ini disungsung oleh krama subak sejebag (wilayah) Ubud, dan sekitarnya. Pura diemong sameton (keluarga) Puri Agung Ubud, khususnya Puri Saren Agung Ubud. Berkat yoga tapa semadi, Sang Maha Rsi dan para pengikut makin memantafkan diri untuk merambah hutan, membuat pemukiman dan membagikan tanah pertanian bagi pengikutnya di kawasan Sarwa Ada.
Kesempurnaan yoga Sang Maha Resi di Campuhan itu, ditandai dengan dimulainya kehidupan masyarakat sekitar. Sebutan untuk kedua Tukad Wos tersebut menginspirasi nama Ubud. Sesuai dengan lontar Markandya Purana, ‘Wos’ ngaran (berarti) ‘usadi/usadha’. Usadha ngaran ilmu tentang pengobatan atau ‘ubad (obat)’. Dari kata ‘ubad’ ini ditranskripsikan menjadi Ubud. Ubud kini menjadi nama sebuah desa adat, kelurahan dan kecamatan di Kabupaten Gianyar.
Nama ‘Ubud’ yang bermula ‘usada’ menjadi spirit dasar, bahwa Ubud sejak mula hingga ke depan menjadi sebuah tempat untuk pengobatan atau pemulihan dari jiwa, raga, dan mental yang letih, penat, bahkan gersang. Oleh kebanyakan tetamu yang berkunjung ke wilayah ini, merasakan Ubud pantas menjadi healing area (kawasan penyembuh) dari kepenatan jiwa, raga, dan mental manusia.
Secara tak langsung, spirit usada bagi Ubud itu menginspirasi salah seorang putra Kerajaan Ubud, kala itu, Tjokorda Agung Sukawati. Beliau merintis dan merevitalisasi pesona makna ‘ubad’ pada ‘Ubud’ menjadi lebih universal. Dalam usia masih relatif muda, sekitar tahun 1930an, Tjokorda Agung Sukawati, mengundang tamu-tamu asing ke Ubud dan diajak menginap di Puri Agung Ubud. Mereka yang turut diundang yakni seniman barat, antara lain Walter Spies.
Oleh Tjokorda Agung Sukawati, Spies diberikan tanah untuk tempat tinggal. Atas inisiatif beliau, kehadiran Spies ini pula menjadi cikal bakal elan kreatif perkembangan seni di Ubud, terutama seni rupa lukis, patung, dan lainnya. Tjokorda Agung Sukawati juga memberikan kesempatan kepada maestro seni, seperti Rudolf Bonnet, Arie Smit, dan Blanco untuk berkarya di Ubud. Era itu pula, proses kreatif seni di Ubud mengalami akulturasi budaya, terutama elaborasi antara tradisi dengan modern.
Tjokorda Agung Sukawati juga merintis pembentukan komunitas seniman yang diberi nama Pita Maha. Karya komunitas ini dengan ciri khas; cita rasa seni modern yang tetap mengukuhkan tradisi Bali. Perkembangan ini tampak pada lukisan-lukisan dan karya patung yang mulai mengenal anatomi tubuh yang lebih konsisten. Berkat itu pula perlahan namun nyata, Ubud menambah status menjadi desa wisata. Sejak itu pula, Ubud dan beberapa lokasi di Bali berkembang menjadi daerah pariwisata.
Salah seorang tokoh Puri Agung Ubud, Tjokorda Gde Raka Sukawati alias Cok De mengakui, jika merunut sejarah Ubud bercikal bakal usada (ubad), kedatangan Presiden RI Jokowi, secara tak langsung menghadirkan pesan amat positif untuk masyarakat. Presiden yang menyaksikan langsung proses vaksinasi Covid-19 itu, menurut doktor bidang Ekonomi di Fakultas Ekonomi, Unud, Denpasar ini, makin meneguhkan keyakinan masyarakat terhadap pemulihan kondisi Ubud dan Indonesijokoa umumnya, dalam menghadapi Covid-19. Oleh karena itu, kedatangan Presiden Jokowi ke Ubud akan menjadi bagian penting bagi perjalanan sejarah Ubud. Karena dalam suasana Covid-19 (Selasa, 16/3/2021), yang serba menakutkan, Presiden membawakan ubad (obat) vaksin untuk mengobati masyarakat Ubud, berpusat dari Ancak Saji Puri Agung Ubud. ‘’Tiyang (saya) mewakili masyarakat Ubud menyampaikan terima kasih atas kehadiran Bapak Presiden dan jajarannya ke Ubud,’’ ujar salah seorang putra perintis pariwisata di Ubud, Tjokorda Agung Sukawati ini.
Cok De yang arsitek bade ageng ini menambahkan, vaksinasi massal dihadiri Presiden RI tersebut dapat menjadi tonggak baru pemulihan segala aspek yang terpuruk karena pandemi. Mulai dari pemulihan ekonomi secara umum, terutama pariwisata, bahkan recovery semangat masyarakat agar kembali bangkit seperti sedia kala. *lsa
Komentar