Melasti Desa Adat Buleleng Dibatasi
SINGARAJA, NusaBali
Desa Adat Buleleng yang menaungi 14 Banjar Adat, tahun ini melangsungkan melasti setelah tahun lalu off karena pandemi.
Hanya saja upacara melasti yang dilaksanakan setiap Purnama Kadasa, yang tahun ini jatuh pada Redite Pon Julungwangi, Minggu (28/3) kemarin dilaksanakan dengan protokol kesehatan (prokes) ketat. Melasti hanya dilakukan dengan ngubeng di masing-masing Kahyangan Tiga dan juga dadya yang ada di wewidangan desa adat Buleleng.
Kelian Desa Adat Buleleng, Nyoman Sutrisna menjelaskan pelaksanaan melasti tahun ini dilaksanakan berbeda pada melasti tahun-tahun sebelumnya. Jika dalam situasi normal upacara melasti desa adat Buleleng diiringi oleh ribuan umat dengan 90 sarad dan 50 kotak ampilan dari Pura Kahyangan Tiga, dadya, kawitan, kali ini dilakukan terbatas. Melasti ngubeng di masing-masing pura hanya dilakukan oleh pemangku, jro sarati (tukang banten,red), dan perwakilan prajuru. Jumlahnya tak lebih dari 10 orang.
“Tahun ini kami memang langsungkan melasti tetapi tanpa iring-iringan, tidak ada nedunang sarad dan kotak ampilan, skemanya sudah kami siapkan untuk meghindari kerumunan,” kata Kelian Desa Sutrisna. Tahapan nuhur tirta kamandalu di Pura Segara hanya dilakukan oleh tri datu Desa Adat Buleleng dna Jro Mangku. Sebelumnya masing-maisng kahyangan tiga, dadya dan kawitan sudah mengumpulkan sarana berupa jumputan tanah di wewidangannya untuk di hanyut di laut. Pengumpulan dan pengambilan tirta itu hanya dilakukan oleh perwakilan jro mangku di masing-masing banjar adat.
Selanjutnya setelah usai melangsungkan ngingkup tirta kahyangan tiga dan kamandalu di Pura Segara diambil oleh jro mangku banjar adat dan kemudian dibagikan ke masing-masing dadya dan kawitan untuk memulai proses ngubeng. “Proses ngubeng baru dimulai setelah ngingkup tirta di segara dan nganyut jumputan tanah selesai di laksanakan di Pura Segara. Jumlah yang dilibatkan dalam ngubeng di masing-masing kahyangan tiga dan pura dadya menyesuikan dengan kapasitas pura tetapi tidak lebih dari 10 orang,” jelas dia.
Mantan Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Buleleng ini menjelaskan jika ada dadya yang melangusngkan persembahyangan bersama pada Hari Raya Purnama Kadasa ini agar dilakukan secara bergelombang untuk memecah kerumunan. “Jangan smapi terjadi klaster yadnya. Skema melati tahun ini juga kami langsungkan sesuai kesepakatan paruman Selasa (23/3) lalu dan berdasarkan awig-awig Desa Adat Buleleng Nomor 1 Tahun 2013 pasal 55 yag berbunyi apabila terjadi gering agung, piodalan maupun melasti hanya ngubeng,” kata Sutrisna. *k23
Kelian Desa Adat Buleleng, Nyoman Sutrisna menjelaskan pelaksanaan melasti tahun ini dilaksanakan berbeda pada melasti tahun-tahun sebelumnya. Jika dalam situasi normal upacara melasti desa adat Buleleng diiringi oleh ribuan umat dengan 90 sarad dan 50 kotak ampilan dari Pura Kahyangan Tiga, dadya, kawitan, kali ini dilakukan terbatas. Melasti ngubeng di masing-masing pura hanya dilakukan oleh pemangku, jro sarati (tukang banten,red), dan perwakilan prajuru. Jumlahnya tak lebih dari 10 orang.
“Tahun ini kami memang langsungkan melasti tetapi tanpa iring-iringan, tidak ada nedunang sarad dan kotak ampilan, skemanya sudah kami siapkan untuk meghindari kerumunan,” kata Kelian Desa Sutrisna. Tahapan nuhur tirta kamandalu di Pura Segara hanya dilakukan oleh tri datu Desa Adat Buleleng dna Jro Mangku. Sebelumnya masing-maisng kahyangan tiga, dadya dan kawitan sudah mengumpulkan sarana berupa jumputan tanah di wewidangannya untuk di hanyut di laut. Pengumpulan dan pengambilan tirta itu hanya dilakukan oleh perwakilan jro mangku di masing-masing banjar adat.
Selanjutnya setelah usai melangsungkan ngingkup tirta kahyangan tiga dan kamandalu di Pura Segara diambil oleh jro mangku banjar adat dan kemudian dibagikan ke masing-masing dadya dan kawitan untuk memulai proses ngubeng. “Proses ngubeng baru dimulai setelah ngingkup tirta di segara dan nganyut jumputan tanah selesai di laksanakan di Pura Segara. Jumlah yang dilibatkan dalam ngubeng di masing-masing kahyangan tiga dan pura dadya menyesuikan dengan kapasitas pura tetapi tidak lebih dari 10 orang,” jelas dia.
Mantan Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Buleleng ini menjelaskan jika ada dadya yang melangusngkan persembahyangan bersama pada Hari Raya Purnama Kadasa ini agar dilakukan secara bergelombang untuk memecah kerumunan. “Jangan smapi terjadi klaster yadnya. Skema melati tahun ini juga kami langsungkan sesuai kesepakatan paruman Selasa (23/3) lalu dan berdasarkan awig-awig Desa Adat Buleleng Nomor 1 Tahun 2013 pasal 55 yag berbunyi apabila terjadi gering agung, piodalan maupun melasti hanya ngubeng,” kata Sutrisna. *k23
Komentar