PHRI dan IPOMI Kecewa Larangan Mudik
Pemerintah seharusnya memberikan insentif tambahan sebagai kompensasi
JAKARTA, NusaBali
Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) dan Ikatan Pengusaha Otobus Muda Indonesia (IPOMI) mengaku kecewa pemerintah melarang kembali mudik lebaran tahun ini. Pasalnya mudik adalah salah satu momentum yang bisa dimanfaatkan untuk terus bertahan dan selamat dari kebangkrutan.
"Pasti kecewa lah, karena lebaran itu merupakan momentumnya untuk meningkatkan okupansi. Apalagi saat ini kita sudah masuk ke bulan ke-14 pandemi Covid-19. Benar-benar kritis," ucap wakil Ketua Umum PHRI Maulana Yusran dilansir CNNIndonesia.com, Sabtu (27/3).
Maulana menjelaskan saat ini kondisi industri hotel dan restoran sangat memprihatikan, terutama karena pariwisata domestik belum pulih sementara mereka terus mengeluarkan biaya operasional di tengah seretnya pemasukan.
"Domestik travel itu kan tiga musim yang paling besar. Natal tahun baru, libur sekolah dan mudik lebaran. Tentu kita butuh peningkatan demand untuk menyumbangkan daya tahan kita untuk bertahan," imbuhnya.
Karena itu lah mereka sempat gembira ketika wacana mudik 2021 dibolehkan pemerintah diungkap oleh Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi. Pasalnya peningkatan okupansi saat lebaran bisa mencapai 30-40 persen dengan lama waktu 4-7 hari.
"Okupansi itu umumnya sangat rendah di Puasa. Lebaran cukup tinggi karena mudik dan ada pariwisata, sekarang yang terjadi cuti bersama dipotong dan mudiknya dilarang. Otomatis sama sama saja tidak boleh berwisata," tegasnya.
Dalam situasi seperti ini, kata dia, pemerintah seharusnya memberikan insentif tambahan kepada pengusaha insentif dan restoran sebagai kompensasi. Apalagi kebutuhan pengeluaran pengusaha meningkat jelang lebaran, terutama untuk membayar tunjangan hari raya keagamaan karyawan.
"Tentu kami mengharapkan pemerintah memberikan stimulus. Paling tidak sharing the pain. Penggantinya apa supaya kita tetap bertahan, terutama dari sisi pekerjanya," ungkapnya.
Kekecewaan senada disampaikan Ketua Ikatan Pengusaha Otobus Muda Indonesia (IPOMI) Kurnia Lestari yang menilai pemerintah harusnya berkoordinasi terlebih dahulu dengan para pemangku kepentingan transportasi sebelum memutuskan untuk melarang mudik.
Menurutnya hal ini penting untuk melihat seberapa efektif kebijakan tersebut sekaligus mencari opsi kebijakan yang dapat meminimalisir dampak negatif bagi dunia usaha.
"Market kami yang hilang 80 persen, bahkan ada yang 100 persen di angkutan pariwisata. Sampai hari ini AKAP (antar kota antar provinsi) itu kami baru kembali pulih sekitar 30-40 persen," ujarnya, Sabtu (27/3).
Terlebih, di tengah kondisi perusahaan otobus yang masih mengalami tekanan hingga sekarang, bantuan yang digelontorkan pemerintah baik dalam bentuk insentif pajak hingga restrukturisasi kredit sangat sulit diakses.
"Stimulus yang diberikan pemerintah POJK 11 enggak bisa kami manfaatkan, pajak enggak bisa dapat kemudahan. Kami laporkan rugi malah diperiksa. Mereka para pratama seperti memiliki target masing-masing kan, jadi kami telan semua pil pahit ini," jelasnya.
Menurut Lesani, berkaca dari tahun lalu, larangan mudik tak efektif untuk menahan pergerakan orang dan menekan angka kasus baru Covid-19. Terbukti kendaraan meninggalkan Jakarta tetap meningkat jelang lebaran dan orang memilih berpindah dari transportasi umum ke travel ilegal.
Seperti diketahui, pada Jumat lalu pemerintah resmi melarang mudik lebaran pada 6-17 Mei 2021. Masyarakat juga diimbau tidak melakukan perjalanan ke luar daerah sebelum dan sesudah tanggal 6-17 Mei, untuk mencegah angka penularan Covid-19 bertambah. *
"Pasti kecewa lah, karena lebaran itu merupakan momentumnya untuk meningkatkan okupansi. Apalagi saat ini kita sudah masuk ke bulan ke-14 pandemi Covid-19. Benar-benar kritis," ucap wakil Ketua Umum PHRI Maulana Yusran dilansir CNNIndonesia.com, Sabtu (27/3).
Maulana menjelaskan saat ini kondisi industri hotel dan restoran sangat memprihatikan, terutama karena pariwisata domestik belum pulih sementara mereka terus mengeluarkan biaya operasional di tengah seretnya pemasukan.
"Domestik travel itu kan tiga musim yang paling besar. Natal tahun baru, libur sekolah dan mudik lebaran. Tentu kita butuh peningkatan demand untuk menyumbangkan daya tahan kita untuk bertahan," imbuhnya.
Karena itu lah mereka sempat gembira ketika wacana mudik 2021 dibolehkan pemerintah diungkap oleh Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi. Pasalnya peningkatan okupansi saat lebaran bisa mencapai 30-40 persen dengan lama waktu 4-7 hari.
"Okupansi itu umumnya sangat rendah di Puasa. Lebaran cukup tinggi karena mudik dan ada pariwisata, sekarang yang terjadi cuti bersama dipotong dan mudiknya dilarang. Otomatis sama sama saja tidak boleh berwisata," tegasnya.
Dalam situasi seperti ini, kata dia, pemerintah seharusnya memberikan insentif tambahan kepada pengusaha insentif dan restoran sebagai kompensasi. Apalagi kebutuhan pengeluaran pengusaha meningkat jelang lebaran, terutama untuk membayar tunjangan hari raya keagamaan karyawan.
"Tentu kami mengharapkan pemerintah memberikan stimulus. Paling tidak sharing the pain. Penggantinya apa supaya kita tetap bertahan, terutama dari sisi pekerjanya," ungkapnya.
Kekecewaan senada disampaikan Ketua Ikatan Pengusaha Otobus Muda Indonesia (IPOMI) Kurnia Lestari yang menilai pemerintah harusnya berkoordinasi terlebih dahulu dengan para pemangku kepentingan transportasi sebelum memutuskan untuk melarang mudik.
Menurutnya hal ini penting untuk melihat seberapa efektif kebijakan tersebut sekaligus mencari opsi kebijakan yang dapat meminimalisir dampak negatif bagi dunia usaha.
"Market kami yang hilang 80 persen, bahkan ada yang 100 persen di angkutan pariwisata. Sampai hari ini AKAP (antar kota antar provinsi) itu kami baru kembali pulih sekitar 30-40 persen," ujarnya, Sabtu (27/3).
Terlebih, di tengah kondisi perusahaan otobus yang masih mengalami tekanan hingga sekarang, bantuan yang digelontorkan pemerintah baik dalam bentuk insentif pajak hingga restrukturisasi kredit sangat sulit diakses.
"Stimulus yang diberikan pemerintah POJK 11 enggak bisa kami manfaatkan, pajak enggak bisa dapat kemudahan. Kami laporkan rugi malah diperiksa. Mereka para pratama seperti memiliki target masing-masing kan, jadi kami telan semua pil pahit ini," jelasnya.
Menurut Lesani, berkaca dari tahun lalu, larangan mudik tak efektif untuk menahan pergerakan orang dan menekan angka kasus baru Covid-19. Terbukti kendaraan meninggalkan Jakarta tetap meningkat jelang lebaran dan orang memilih berpindah dari transportasi umum ke travel ilegal.
Seperti diketahui, pada Jumat lalu pemerintah resmi melarang mudik lebaran pada 6-17 Mei 2021. Masyarakat juga diimbau tidak melakukan perjalanan ke luar daerah sebelum dan sesudah tanggal 6-17 Mei, untuk mencegah angka penularan Covid-19 bertambah. *
1
Komentar