MDA Akan Batasi Krama Sembahyang di Pura
Jelang Hari Raya Galungan dan Kuningan
Dalam perayaan Galungan dan Kuningan nanti, krama masih diperbolehkan datang ke pura. Namun diberlakukan pembatasan sesuai dengan protokol kesehatan.
DENPASAR, NusaBali
Majelis Desa Adat (MDA) Kota Denpasar berencana membatasi jumlah krama yang bersembahyang di pura saat Hari Raya Galungan pada 14 April 2021 dan Kuningan pada 24 April 2021 mendatang. Pembatasan itu lantaran masih dalam situasi pandemi Covid-19, di mana kegiatan atau upacara keagamaan tidak diperkenankan dilakukan dengan melibatkan banyak orang.
Bendesa Madya MDA Kota Denpasar Anak Agung Sudiana saat dikonfirmasi, Senin (5/4), mengatakan saat ini MDA Denpasar belum secara resmi mengeluarkan surat edaran kepada bendesa dan kelian adat untuk disebarkan ke krama. Namun, rencana yang sudah dibuat mengenai prosesi persembahyangan saat Hari Raya Galungan dan Kuningan sudah ada.
Dalam perayaan Galungan dan Kuningan nanti, krama masih diperbolehkan datang ke pura masing-masing di desa adat, terutama di kahyangan tiga. Namun, tetap diberlakukan pembatasan sesuai dengan protokol kesehatan.
“Segera akan kami bahas, karena waktunya juga sudah mepet, sekitar seminggu lebih dari sekarang sudah Galungan. Selain itu, perlu koordinasi juga dengan PHDI karena parisada sebagai lembaga umat. Agar nantinya bisa menyamakan persepsi dalam pelaksanaan Hari Raya Galungan,” ujarnya.
Meski belum ada imbauan resmi, namun menurut AA Sudiana, kemungkinan nanti pelaksanaan Galungan kali ini masih sama dengan pelaksanaan Galungan sebelumnya, pada November 2020 lalu. “Enam bulan lalu juga ada pembatasan sesuai protokol kesehatan, terutama bagi krama yang datang ke pura,” ujarnya.
Menurut AA Sudiana, mengingat gambaran awal sudah ada, kemungkinan nanti hanya penegasannya kembali sesuai aturan sebelumnya. Yang mana aturan dimaksud nantinya dapat diteruskan oleh seluruh bendesa adat kepada krama adat masing-masing.
Sementara, terkait aturan yang sebelumnya, prosesi persembahyangan di pura, krama adat masih tetap diberikan tangkil ke pura. Namun jumlahnya harus dibatasi agar tidak membeludak. Yang jelas, prajuru adat, pemangku, serati atau tukang banten pada saat pelaksanaan wajib hadir di pura.
“Galungan ini kan beda dengan Melasti. Kalau Melasti kan banyak yang hadir, selain pemangku, serati, dan prajuru adat kan ada juga petapakan yang lunga ke segara (laut). Tapi dalam prosesi belum lama ini, Melasti dilakukan secara Ngubeng, di mana hanya yang berkaitan dengan upacara saja yang datang tanpa dihadiri oleh krama adat,” kata AA Sudiana.
Sedangkan, untuk Hari Raya Galungan krama masih bisa diatur kehadirannya di pura. Kalau yang tidak datang, boleh melakukan persembahyangan di rumah masing-masing. *mis
Bendesa Madya MDA Kota Denpasar Anak Agung Sudiana saat dikonfirmasi, Senin (5/4), mengatakan saat ini MDA Denpasar belum secara resmi mengeluarkan surat edaran kepada bendesa dan kelian adat untuk disebarkan ke krama. Namun, rencana yang sudah dibuat mengenai prosesi persembahyangan saat Hari Raya Galungan dan Kuningan sudah ada.
Dalam perayaan Galungan dan Kuningan nanti, krama masih diperbolehkan datang ke pura masing-masing di desa adat, terutama di kahyangan tiga. Namun, tetap diberlakukan pembatasan sesuai dengan protokol kesehatan.
“Segera akan kami bahas, karena waktunya juga sudah mepet, sekitar seminggu lebih dari sekarang sudah Galungan. Selain itu, perlu koordinasi juga dengan PHDI karena parisada sebagai lembaga umat. Agar nantinya bisa menyamakan persepsi dalam pelaksanaan Hari Raya Galungan,” ujarnya.
Meski belum ada imbauan resmi, namun menurut AA Sudiana, kemungkinan nanti pelaksanaan Galungan kali ini masih sama dengan pelaksanaan Galungan sebelumnya, pada November 2020 lalu. “Enam bulan lalu juga ada pembatasan sesuai protokol kesehatan, terutama bagi krama yang datang ke pura,” ujarnya.
Menurut AA Sudiana, mengingat gambaran awal sudah ada, kemungkinan nanti hanya penegasannya kembali sesuai aturan sebelumnya. Yang mana aturan dimaksud nantinya dapat diteruskan oleh seluruh bendesa adat kepada krama adat masing-masing.
Sementara, terkait aturan yang sebelumnya, prosesi persembahyangan di pura, krama adat masih tetap diberikan tangkil ke pura. Namun jumlahnya harus dibatasi agar tidak membeludak. Yang jelas, prajuru adat, pemangku, serati atau tukang banten pada saat pelaksanaan wajib hadir di pura.
“Galungan ini kan beda dengan Melasti. Kalau Melasti kan banyak yang hadir, selain pemangku, serati, dan prajuru adat kan ada juga petapakan yang lunga ke segara (laut). Tapi dalam prosesi belum lama ini, Melasti dilakukan secara Ngubeng, di mana hanya yang berkaitan dengan upacara saja yang datang tanpa dihadiri oleh krama adat,” kata AA Sudiana.
Sedangkan, untuk Hari Raya Galungan krama masih bisa diatur kehadirannya di pura. Kalau yang tidak datang, boleh melakukan persembahyangan di rumah masing-masing. *mis
Komentar