6-17 Mei Moda Transportasi Dilarang Beroperasi
DPR kritik larangan mudik pemerintah, di sisi lain tempat wisata dibuka
JAKARTA, NusaBali
Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengumumkan bahwa seluruh moda transportasi dilarang beroperasi selama masa mudik Idul Fitri 2021. Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menhub No PM 13 tahun 2021 tentang pengendalian transportasi selama Idul Fitri 1442 H. Dalam rangka pencegahan penyebaran COVID-19
Juru Bicara (Jubir) Kemenhub Aditia Irawati dalam konferensi pers yang disiarkan akun YouTube Sekretaris Negara, seperti dilansir detikcom, Kamis (8/4) mengatakan pengendalian transportasi tersebut dilakukan melalui larangan penggunaan atau pengoperasian sarana transportasi untuk semua moda transportasi, yaitu moda darat, laut, udara, dan perkeretaapian dimulai pada 6 Mei hingga tanggal 17 Mei 2021.
Namun, ada sejumlah pengecualian. "Adapun ketentuan setiap moda transportasi meliputi hal-hal yang dilarang. Pengecualian-pengecualian. Pengawasan dan juga sanksi," ungkapnya.
Sementara itu, SE Nomor 13 Tahun 2021 tentang Peniadaan Mudik Hari Raya Idulfitri dijelaskan bahwa perjalanan orang selama bulan Ramadan dan Idulfitri tersebut dikecualikan bagi kendaraan pelayanan distribusi logistik dan pelaku perjalanan dengan keperluan mendesak untuk kepentingan nonmudik, yaitu bekerja/perjalanan dinas, kunjungan keluarga sakit, kunjungan duka anggota keluarga meninggal, ibu hamil yang didampingi oleh satu orang anggota keluarga, dan kepentingan persalinan yang didampingi maksimal dua orang.
Selain itu, pelaku perjalanan orang lintas kota/kabupaten/provinsi/negara selama bulan Ramadan dan Idulfitri wajib memiliki print out surat izin perjalanan tertulis atau Surat Izin Keluar/Masuk (SIKM).
Anggota Komisi V DPR RI yang membidangi transportasi Irwan Fecho menganggap larangan mudik tidak efektif. Lantaran disisi lain, pemerintah memperkenankan pariwisata dibuka.
"Saya melihat regulasi yang dikeluarkan ada mis pada implementasi dan efektivitasnya. Ada larangan mudik, tetapi pariwisata boleh dibuka," ujar Irwan di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Kamis (8/4).
Menurut Irwan, sebelum tanggal 6 Mei siapa yang menjamin, kalau kemudian tidak ada regulasi ketat. Sebagai mitra dari Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Komisi V DPR RI telah mendesak Kemenhub menunjukan regulasi untuk mengendalian transportasi disetiap simpul baik darat, laut dan udara. Namun sampai saat ini tidak ada.
Untuk itu, kata pria dari fraksi Demokrat ini, apa gunanya imbauan larangan mudik bila tidak ada pembatasan penumpang, protokol kesehatan biasa-biasa saja. Apalagi masih ada peluang untuk mudik dengan alasan keluarga sakit, ada urusan pekerjaan dan wisata.
Sementara Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Emmanuel Melkiades Laka Lena mengatakan, kalau orang tidak mudik dan tidak berativitas normal di bulan Ramadhan harus dipikirkan bagaimana mereka tetap bisa bertahan melewati bulan Ramadhan dan Idul Fitri dengan baik. Caranya antara lain, memberikan bantuan pulsa.
"Atau sediakan areal tertentu dan dibuatkan WIFI agar orang bisa berkomunikasi secara baik dengan warga atau keluarga di daerahnya," kata Melkiades Laka Lena.
Menurut politisi dari Golkar ini, langkah tersebut merupakan konversi yaitu menggantikan pertemuan fisik dengan pola lain. Hal ini perlu pula penjelasan dari berbagai pihak seperti tokoh agama. Dimana mudik tidak harus bertemu fisik agar masyarakat punya pemahaman yang baik. *k22
Juru Bicara (Jubir) Kemenhub Aditia Irawati dalam konferensi pers yang disiarkan akun YouTube Sekretaris Negara, seperti dilansir detikcom, Kamis (8/4) mengatakan pengendalian transportasi tersebut dilakukan melalui larangan penggunaan atau pengoperasian sarana transportasi untuk semua moda transportasi, yaitu moda darat, laut, udara, dan perkeretaapian dimulai pada 6 Mei hingga tanggal 17 Mei 2021.
Namun, ada sejumlah pengecualian. "Adapun ketentuan setiap moda transportasi meliputi hal-hal yang dilarang. Pengecualian-pengecualian. Pengawasan dan juga sanksi," ungkapnya.
Sementara itu, SE Nomor 13 Tahun 2021 tentang Peniadaan Mudik Hari Raya Idulfitri dijelaskan bahwa perjalanan orang selama bulan Ramadan dan Idulfitri tersebut dikecualikan bagi kendaraan pelayanan distribusi logistik dan pelaku perjalanan dengan keperluan mendesak untuk kepentingan nonmudik, yaitu bekerja/perjalanan dinas, kunjungan keluarga sakit, kunjungan duka anggota keluarga meninggal, ibu hamil yang didampingi oleh satu orang anggota keluarga, dan kepentingan persalinan yang didampingi maksimal dua orang.
Selain itu, pelaku perjalanan orang lintas kota/kabupaten/provinsi/negara selama bulan Ramadan dan Idulfitri wajib memiliki print out surat izin perjalanan tertulis atau Surat Izin Keluar/Masuk (SIKM).
Anggota Komisi V DPR RI yang membidangi transportasi Irwan Fecho menganggap larangan mudik tidak efektif. Lantaran disisi lain, pemerintah memperkenankan pariwisata dibuka.
"Saya melihat regulasi yang dikeluarkan ada mis pada implementasi dan efektivitasnya. Ada larangan mudik, tetapi pariwisata boleh dibuka," ujar Irwan di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Kamis (8/4).
Menurut Irwan, sebelum tanggal 6 Mei siapa yang menjamin, kalau kemudian tidak ada regulasi ketat. Sebagai mitra dari Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Komisi V DPR RI telah mendesak Kemenhub menunjukan regulasi untuk mengendalian transportasi disetiap simpul baik darat, laut dan udara. Namun sampai saat ini tidak ada.
Untuk itu, kata pria dari fraksi Demokrat ini, apa gunanya imbauan larangan mudik bila tidak ada pembatasan penumpang, protokol kesehatan biasa-biasa saja. Apalagi masih ada peluang untuk mudik dengan alasan keluarga sakit, ada urusan pekerjaan dan wisata.
Sementara Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Emmanuel Melkiades Laka Lena mengatakan, kalau orang tidak mudik dan tidak berativitas normal di bulan Ramadhan harus dipikirkan bagaimana mereka tetap bisa bertahan melewati bulan Ramadhan dan Idul Fitri dengan baik. Caranya antara lain, memberikan bantuan pulsa.
"Atau sediakan areal tertentu dan dibuatkan WIFI agar orang bisa berkomunikasi secara baik dengan warga atau keluarga di daerahnya," kata Melkiades Laka Lena.
Menurut politisi dari Golkar ini, langkah tersebut merupakan konversi yaitu menggantikan pertemuan fisik dengan pola lain. Hal ini perlu pula penjelasan dari berbagai pihak seperti tokoh agama. Dimana mudik tidak harus bertemu fisik agar masyarakat punya pemahaman yang baik. *k22
1
Komentar