Ciptakan Mie Instan Berbahan Saripati Daun Kelor
Kreativitas I Wayan Sumerta Yasa, ASN di Dinas Pendidikan Tabanan
Dijual dengan harga Rp 6.000 per bungkus, mie instan berbahan daun kelor tanpa bahan pengawet sehingga hanya tahan selama sebulan.
TABANAN, NusaBali
Seorang aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Dinas Pendidikan Kabupaten Tabanan, I Wayan Sumerta Yasa, 50, menciptakan produk industri kecil menengah (IKM) lokal Bali yang tergolong langka. Produk tersebut berupa mie instan berbahan daun kelor, yang dinamakan ‘Mie Kelor Gud’.
Mie Kelor Gud buatan Wayan Sumerta Yasa mengkolaborasikan bumbu Bali dan bumbu Lampung. Pengolahan mie instan yang dibuat Sumerta Yasa di rumahnya kawasan Banjar Buahan Tengah, Desa Buahan, Kecamatan Tabanan juga berbeda dari mie instan umumnya. Sebab, mie instan berbahan daun kelor ini dibuat tanpa bahan pengawet, sehingga hanya tahan selama sebulan.
Proses pembuatan mie instan berbahan daun kelor ini sebetulnya sama seperti mie pada umumnya. Dimulai dengan memblender daun kelor, kemudian diambil saripatinnya. Nah, saripati daun kelor ini kemudian dicampur dengan tepung berprotein tinggi. Selanjutnya, adonan tersebut dilen selama 1 jam untuk menciptakan tekstur mie yang diinginkan. Harga Mie Kelor Gud buatan Sumerta Yasa dijual Rp 6.000 per bungkus.
Menurut Sumerta Yasa, usaha mie instan berbahan daun kelor yang diberi nama Mie Kelor Gud ini dirintis sejak awal pandemi Covid-19, Februari 2020 lalu. Sebelum rintis usaha mie instan berbahan daun kelor, Sumerta Yasa sempat membuat mie tektek khas Lampung.
“Namun, karena ingin membuat produk yang sehat, akhirnya saya membuat mie instan berbahan lokal yakni daun kelor. Apalagi, daun kelor khasiatnya melebihi sayur wortel,” tutur Sumerta Yasa saat ditemui NusaBali di rumahnya di Desa Buahan, Kecamatan Tabanan, Minggu (11/4).
Sumerta Yasa pilih mengkombinasikan bumbu khas Bali dan bumbu khas Lampung untuk mie instan berbahan daun kelor ini. Sumerta Yasa paham bumbu khas Lampung dan mahir pula bikin mie instan tektek Lampung, karena sempat lama tinggal di Provinsi Lampung.
Versi Sumerta Yasa, dirinya selama 20 tahun tinggal di Lampung sebagai pembina seni tabuh bagi masyarakat setempat, termasuk krama Bali perantauan. Sumerta Yasa kemudian diangkat menjadi PNS di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Lampung.
Setelah sekian lama tinggal di Lampung, Sumerta Yasa kemudian pindah tugas ke Bali sebagai staf Bagian PUD Pendidikan Masyarakat di Dinas Pendidikan Kabupaten Tabanan. Sejak pindah tugas ke Bali, dia membuat mie tektekan Lampung, sebelum kemudian banting stir merintus usaha mie instan berbahan daun kelor sejak pandami Covid-19, setahun lalu.
Sumerta Yasa mengaku tertarik membuat mie instan berbahan daun kelor, karena sejumlah faktor. Salah satunya, melihat fenomena sekarang di mana masyarakat tak bisa terlepas dari HP. Kebiasaan ini ternyata diikuti oleh anak-anak sampai lupa untuk bersosialiasi dengan teman sejawatnya. Bermain HP yang terlalu sering menimbulkan masalah pada mata, sehingga banyak anak usia dini sudah harus memakai kacamata. Lagipula, merekma tidak suka mengkonsumsi sayur.
“Kondisi inilah yang membuat saya tergerak ingin membantu, karena banyak anak-anak tidak suka mengkonsumsi sayur, apalagi mengkonsumsi sayur kelor yang rasanya agak pahit. Padahal, daun kelor amat berkhasiat. Makanya, saya kemas daun kelor lewat mie,” cerita Sumerta Yasa.
Faktor lain yang juga mendorong Sumerta Yasa bereksperimen membuat mie instan berbahan daun kelor tak terlepas dari inspirasi ketiga anak kandungnya, yang mengenyam pendidikan di luar Bali. Ketiga anaknya itu doyan mengkonsumsi mie instan, bahkan sampai stok berdus-dus di kamar kosnya. Ini bisa mengganggu kesehatan.
“Maka, saya ingin menciptakan mie instan yang sehat untuk dikonsumsi. Kebetulan, ada teman saya di Lampung yang sukses hanya berjualan mie, sehingga saya ingin mengikuti jejaknya. Di samping itu, mie adalah makanan yang sudah lumrah dan hampir semua generasi menyukainya,” jelas seniman tabuh lulusan S1 Seni Kerawitan ISI Denpasar tahun 1996 ini.
Menurut Sumerta Yasa, banyak tantangan yang ditemui dalam berwirausaha mie instan berbahan daun kelor ini. Bahkan, dia pernah rugi 600 biji mie instan, karena hasil olahannya lembek. Waktu itu, ASN dan seniman kelahiran 13 November 1971 ini belum mahir mencampurkan adonan dengan air.
“Namun, karena sering menonton cara membuat mie di YouTube dan adanya arahan dari pendamping UMKM di Tabanan, mie instan berbahan daun kelor buatan saya sekarang sudah lebih baik,” terang ayah tiga anak dari pernikahannya dengan Ni Made Ratnadi ini.
Sumerta Yasa menyebutkan, produk mie instan berbahan daun kelor buatannya itu kini tengah menunggu uji dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk menentukan masa kadarluasa. Namun, sesuai dengan pengalamannya, mie instan buatannya bisa bertahan selama sebulan.
Produksi mie instan berbahan daun kelor pun masih dalam skala rendah. Sedangkan untuk pemasaran, kini sudah tembus pasar luar Bali mulai dari Jakarta hingga Lampung. “Pemasaranya lewat mulut ke mulut, kebetulan ada teman yang ingin membeli,” katanya.
Sumerta Yasa sendiri rencananya akan mengurus hak paten ‘Mie Kelor Gud’, supaya tidak diklaim pihak lain. “Sekarang masih menyelesaikan urusan dengan BPOM dulu. Setelah itu, baru mengurus hak cipta,” tandas pria berusia 50 tahun ini. *des
Mie Kelor Gud buatan Wayan Sumerta Yasa mengkolaborasikan bumbu Bali dan bumbu Lampung. Pengolahan mie instan yang dibuat Sumerta Yasa di rumahnya kawasan Banjar Buahan Tengah, Desa Buahan, Kecamatan Tabanan juga berbeda dari mie instan umumnya. Sebab, mie instan berbahan daun kelor ini dibuat tanpa bahan pengawet, sehingga hanya tahan selama sebulan.
Proses pembuatan mie instan berbahan daun kelor ini sebetulnya sama seperti mie pada umumnya. Dimulai dengan memblender daun kelor, kemudian diambil saripatinnya. Nah, saripati daun kelor ini kemudian dicampur dengan tepung berprotein tinggi. Selanjutnya, adonan tersebut dilen selama 1 jam untuk menciptakan tekstur mie yang diinginkan. Harga Mie Kelor Gud buatan Sumerta Yasa dijual Rp 6.000 per bungkus.
Menurut Sumerta Yasa, usaha mie instan berbahan daun kelor yang diberi nama Mie Kelor Gud ini dirintis sejak awal pandemi Covid-19, Februari 2020 lalu. Sebelum rintis usaha mie instan berbahan daun kelor, Sumerta Yasa sempat membuat mie tektek khas Lampung.
“Namun, karena ingin membuat produk yang sehat, akhirnya saya membuat mie instan berbahan lokal yakni daun kelor. Apalagi, daun kelor khasiatnya melebihi sayur wortel,” tutur Sumerta Yasa saat ditemui NusaBali di rumahnya di Desa Buahan, Kecamatan Tabanan, Minggu (11/4).
Sumerta Yasa pilih mengkombinasikan bumbu khas Bali dan bumbu khas Lampung untuk mie instan berbahan daun kelor ini. Sumerta Yasa paham bumbu khas Lampung dan mahir pula bikin mie instan tektek Lampung, karena sempat lama tinggal di Provinsi Lampung.
Versi Sumerta Yasa, dirinya selama 20 tahun tinggal di Lampung sebagai pembina seni tabuh bagi masyarakat setempat, termasuk krama Bali perantauan. Sumerta Yasa kemudian diangkat menjadi PNS di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Lampung.
Setelah sekian lama tinggal di Lampung, Sumerta Yasa kemudian pindah tugas ke Bali sebagai staf Bagian PUD Pendidikan Masyarakat di Dinas Pendidikan Kabupaten Tabanan. Sejak pindah tugas ke Bali, dia membuat mie tektekan Lampung, sebelum kemudian banting stir merintus usaha mie instan berbahan daun kelor sejak pandami Covid-19, setahun lalu.
Sumerta Yasa mengaku tertarik membuat mie instan berbahan daun kelor, karena sejumlah faktor. Salah satunya, melihat fenomena sekarang di mana masyarakat tak bisa terlepas dari HP. Kebiasaan ini ternyata diikuti oleh anak-anak sampai lupa untuk bersosialiasi dengan teman sejawatnya. Bermain HP yang terlalu sering menimbulkan masalah pada mata, sehingga banyak anak usia dini sudah harus memakai kacamata. Lagipula, merekma tidak suka mengkonsumsi sayur.
“Kondisi inilah yang membuat saya tergerak ingin membantu, karena banyak anak-anak tidak suka mengkonsumsi sayur, apalagi mengkonsumsi sayur kelor yang rasanya agak pahit. Padahal, daun kelor amat berkhasiat. Makanya, saya kemas daun kelor lewat mie,” cerita Sumerta Yasa.
Faktor lain yang juga mendorong Sumerta Yasa bereksperimen membuat mie instan berbahan daun kelor tak terlepas dari inspirasi ketiga anak kandungnya, yang mengenyam pendidikan di luar Bali. Ketiga anaknya itu doyan mengkonsumsi mie instan, bahkan sampai stok berdus-dus di kamar kosnya. Ini bisa mengganggu kesehatan.
“Maka, saya ingin menciptakan mie instan yang sehat untuk dikonsumsi. Kebetulan, ada teman saya di Lampung yang sukses hanya berjualan mie, sehingga saya ingin mengikuti jejaknya. Di samping itu, mie adalah makanan yang sudah lumrah dan hampir semua generasi menyukainya,” jelas seniman tabuh lulusan S1 Seni Kerawitan ISI Denpasar tahun 1996 ini.
Menurut Sumerta Yasa, banyak tantangan yang ditemui dalam berwirausaha mie instan berbahan daun kelor ini. Bahkan, dia pernah rugi 600 biji mie instan, karena hasil olahannya lembek. Waktu itu, ASN dan seniman kelahiran 13 November 1971 ini belum mahir mencampurkan adonan dengan air.
“Namun, karena sering menonton cara membuat mie di YouTube dan adanya arahan dari pendamping UMKM di Tabanan, mie instan berbahan daun kelor buatan saya sekarang sudah lebih baik,” terang ayah tiga anak dari pernikahannya dengan Ni Made Ratnadi ini.
Sumerta Yasa menyebutkan, produk mie instan berbahan daun kelor buatannya itu kini tengah menunggu uji dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk menentukan masa kadarluasa. Namun, sesuai dengan pengalamannya, mie instan buatannya bisa bertahan selama sebulan.
Produksi mie instan berbahan daun kelor pun masih dalam skala rendah. Sedangkan untuk pemasaran, kini sudah tembus pasar luar Bali mulai dari Jakarta hingga Lampung. “Pemasaranya lewat mulut ke mulut, kebetulan ada teman yang ingin membeli,” katanya.
Sumerta Yasa sendiri rencananya akan mengurus hak paten ‘Mie Kelor Gud’, supaya tidak diklaim pihak lain. “Sekarang masih menyelesaikan urusan dengan BPOM dulu. Setelah itu, baru mengurus hak cipta,” tandas pria berusia 50 tahun ini. *des
Komentar