Siang Ini, Mahaguru Penyair Diantarkan ke Rumah Sunyi di Mumbul
Komunitas JKP Gelar Doa untuk Umbu
DENPASAR, NusaBali
Sepekan pasca berpulang, jenazah mahaguru penyair Umbu Landu Paranggi, 77, akan diupacarai kurukudu, sebuah ritual adat Sumba, Nusa Tenggara Timur, di Taman Makam Kristiani Mumbul, Kelurahan Jimbaran, Kecamatan Kuta Selatan, Badung, Senin (12/4) siang ini.
Upacara kurukudu intinya mengantarkan Umbu ke ruang sunyi untuk berinstirahat sementara, sebelum pemakaman nanti dilakukan di tanah Sumba. Skenario upacara kurukudu untuk jenazah Umbu Landu Paranggi tersebut merupakan hasil kesepakatan pihak keluarga almarhum, pengurus komunitas Flobamora (Flores, Sumba, Timor, Alor), yayasan, dan para murid almarhum di Sekretariat Flobamora kawasan Renon, Denpasar Selatan, Sabtu sore pukul 17.00 Wita. Upacara kurukudu bermakna mengantarkan Umbu ke ruang sunyi untuk beristirahat se-mentara, sebelum pemakaman nanti dilakukan di tanah kelahirannya.
Berdasarkan rilis yang diterima NusaBali di Denpasar, Minggu (11/4), seluruh rangkaian upacara kurukudu untuk Umbu siang ini pukul 13.00 Wita di Taman Makam Kristiania Munmbul, akan dilakukan oleh pihak keluarga yang berjumlah 15 orang, baik yang datang dari Sumba maupun yang bermukim di Bali.
Terhadap Umbu, akan dilakukan juga liturgi menurut tata cara Kristiani yang diikuti dengan ritual kurukudu, sebagaimana yang selama ini menjadi tradisi dan adat Sumba. Umbu akan beristirahat di blok khusus tersendiri dengan jaminan 20 tahun dan diberikan perawatan oleh pihak yayasan pengelola taman pemakaman.
Jenazah Umbu rencananya akan diantarkan langsung oleh petugas BPBD dari RS Bali Mandara di Jalan Bypass Ngurah Rai Sanur, Denpasar Selatan menuju ruang sunyi peristirahatan di Taman Pemakaman Kristiani Mumbul, dengan tata cara khusus. Para pelayat, khususnya murid ULP (Umbu) dan awak media, diharapkan sudah hadir di Taman Pemakaman Kristinani Mumbul sebelum pukul 13.00 Wita dan langsung berada di wantilan setempat.
Mengingat perjalanan Umbu menuju ruang sunyi diterapkan protokol khusus, diharapkan para pelayat menggunakan masker, face shield, dan sarung tangan. Para pelayat juga tidak diperkenankan melakukan tabur bunga di ruang sunyi, tetapi tetap diperkenankan mengirimkan bunga tanda dukacita---yang akan diletakkan di sekitar wantilan/rumah duka.
Prosesi peristirahatan Umbu di ruang sunyi akan disiarkan secara live streaming melalui kanal Zoom/Youtube/FB/IG. Setelah prosesi peristirahatan Umbu di ruang sunyi selesai, akan dilakukan acara penghormatan berupa sambutan, testimoni, ungkapan kasih dari para murid dan teman dekat, serta pembacaan puisi di wantilan/rumah duka.
Salah seorang murid Umbu, Putu Fajar Arcana, mengatakan jenazah almarhum hanya bisa dilakukan proses peristirahatan sementara, bukan dimakamkan. Sebab, hanya boleh disebut pemakaman jika kelak jenazah Umbu dimakamkan di tanah Sumba.
“Kita seragamkan bahasa dulu bahwa upacara yang akan digelar untuk guru kita adalah peristirahatan sementara, bukan pemakaman. Karena yang dinamakan pemakaman itu artinya jenazah guru kita harus diterbangkan ke Sumba dan memperoleh upacara penghormatan yang besar dari seluruh keluarga. Tapi, dalam situasi Covid-19 ini, tidak memungkinkan untuk menerbangkan jenazah ke Sumba,” jelas Putu Fajar.
Dalam peristirahatan sementara nanti, kata dia, akan dilakukan juga ritual semacam liturgi, pertanda mengantar kepergian peristirahatan sementara Umbu sebagai roh. Liturgi secara Kristen, sebelum menjalani upacara adat, mengingat Umbu belum sempat dibaptis, karena selama hidupnya almarhum memang melepaskan kemelekatan atribut agama dan keyakinan. “Saya kira kita patut menghargai adat yang menjadi DNA Umbu,” tutur penyair asal Negara, Jembrana yang juga wartawan Kompas ini.
Sementara itu, komunitas Jatijagat Kampung Puisi (JKP) Bali telah menggelar doa bersama untuk Umbu Landu Paranggi di Sekretariat JKP, Jalan Tjokorda Agung Tresna 109 Niti Mandala Nomor Denpasar, Sabtu malam pukul 19.00 Wita. Acara tersebut digelar secara luring dan daring dengan live instagram dan FB JKP. Selain doa bersama, kegiatan malam itu diisi dengan pembacaan puisi, musikalisasi puisi, serta testimoni dari murid dan sahabat mahaguru penyair berjuluk ‘Presiden Malioboro’ yang meninggal di RS Bali Mandara, Selasa (6/11) dinihari pukul 03.55 Wita tersebut.
Suasana terlihat sangat guyub, semua seolah larut dalam kenangan-kenangan manis yang ditinggalkan Umbu. Meski terbilang direncanakan dalam waktu yang singkat, namun doa bersama malam itu mendapat antusiasme dari berbagai kalangan. Malam doa bersama untuk Umbu memang dibuka untuk umum, JKP mempersilakan semua yang ingin bersama-sama mendoakan dan mengenang sang mahaguru penyair.
Beberapa penyair dan seniman yang tampil malam itu, antara lain, Warih Wisatsana, Ketut Syahruwardi Abbas, Putu Fajar Arcana, Wayan Jengki Sunarta, Mas Ruscita Dewi, hingga penyanyi kakak adik I Gusti Ayu Wedayanti dan I Gusti Ayu Laksmi. Merka masing-masing diberi kesempatan untuk memberikan testimoni atau pengalamannya mengenal Umbu.
Lurah JKP Bali, Ngurah Arya Dimas Hendratno, mengatakan acara ini diinisiasi oleh Pranita Dewi, Moch Satrio Welang, Bonk Ava, Legu, Heri, dan Obe Marzuki, dan seniman lainnya. “Umbu menyatukan semua generasi, berharap selalu menyatu dan terus tetap menyala dan guyub itu roh dan dititipkan ke kita,” ujar Dimas.
Sedangkan Ketua Harian JKP Bali, Wayan Jengki Sunarta, mengatakan pihaknya merasa berkewajiban untuk menggelar doa bersama kepada guru, panutan, serta sosok yang menginspirasi dan tak tergantikan oleh mereka. Sosok Umbu sendiri telah memberikan semangat dan pengaruh dalam pembentukan JKP.
“JKP ini adalah komunitas yang sangat cair, berdiri pada tahun 2013. Umbu pula yang memberikan nama Jatijagat Kampung Puisi yang sebelumnya tempat ini bernama Kampung Puisi Bali. Sejak awal berdirinya JKP, Umbu sangat setia menemani dan menyemangati kami untuk terus bersastra berkesenian dan menanam benih-benih baru,” ungkap Jengki Sunarta.
Penyair Warih Wisatsana juga merasakan bahwa hanya tubuh Umbu yang pergi. Tapi, aura, vibrasi, semangat, motivasi Umbu tetap hidup. Hingga saat ini, banyak sekali masyarakat yang membuat apresiasi sastra seperti pembacaan puisi maupun obituary untuk mengenang sosok Umbu.
“Umbu memang telah tiada, tapi dia terus mengada. Banyak sekali respons masyarakat di media sosial. Ada penyair yang membuat obituari tentang guru kita. Juga kami banyak temukan teman-teman membaca puisi karya Umbu di media sosial. Bahkan, ada teman-teman yang belum pernah mengenal Umbu secara langsung, tapi menulis tentang Umbu,” jelas Warih.
Sedangkan sahabat Umbu, Putu Suasta, mengatakan sudah mengenal almarhum sejak lama. Hanya saja, antara Putu Suasta dan Umbu saling mengenal bukan karena keterlibatan dalam sastra, namun terlibat sama-sama dalam gerakan ketika menjadi mahasiswa di UGM Jogjakarta. “Umbu itu sosok guru yang merekatkan. Umbu itu orangnya selalu inspiratif. Sosok yang katalis, merekatkan. Sosok yang dinamisator sekaligus stabilisator,” kata Putu Suasta. *ind
1
Komentar