Sampah 'Hantui' Target 4 Juta Wisatawan
Diakui, sampah kiriman yang mengotori kawasan pantai mengusik kenyamanan pengunjung. Namun kondisi itu tak menyurutkan target kunjungan wisata.
MANGUPURA, NusaBali
Sampah kirimin yang mulai menerjang kawasan pasisir pantai di Kabupaten Badung diakui mengganggu kenyamanan para wisatawan, terutama wisatawan manca negara (wisman). Meski pemerintah mengklaim kondisi tersebut tidak mempengaruhi tingkat kunjungan wisatawan, tetapi merupakan tantangan bagi pemerintah yang menaruh target peningkatan kunjungan mencapai 4 juta lebih di tahun 2016.
“Seperti wisatawan dari Australia sudah tahu kalau sampah kiriman akibat angin barat. Mereka dapat memaklumi. Memang dari segi kenyamanan agak mengganggu bila berada di pantai. Tapi wisatawan yang datang kan tidak hanya ke pantai, masih banyak objek wisata alam yang kita miliki,” kata Kepala Dinas Pariwisata Daerah (Disparda) Kabupaten Badung Cokorda Raka Darmawan, Selasa (6/12).
Meski begitu, pemerintah tetap memberikan pengertian bila sampah kiriman adalah fenomena angin barat dan setiap tahun terjadi. “Kami pun meminta anggota Balawista turut membantu memberikan penjelasan kepada tamu yang datang,” imbuh Cok Darmawan.
Pejabat asal Gianyar itu juga memastikan sampah kiriman yang terjadi tidak berdampak terhadap penurunan tingkat kunjungan wisatawan. Sebab, tingkat kunjungan wisatawan justru pada tren peningkatan. Sampai Oktober 2016 saja, tingkat kunjungan sudah mencapai kurang lebih 3,9 juta, meningkat 20 persen dari periode yang sama tahun lalu.
Berarti tidak mempengaruhi target kunjungan wisatawan meski fenomena sampah kiriman menerjang saat ini? Cok Darmawan yakin target kunjungan akan tercapai. “Pemerintah tetap optimis dapat melebihi targer 4,2 juta tahun ini. Oktober 2016 tingkat kunjungan wisatawan berada di angka 3,9 juta. Dua bulan (November–Desember) optimistis nambah lagi 500 sampai 600 wisatawan. Sehingga dengan begitu kita perkirakan bisa 4,5 juta kunjungan,” tuturnya.
Tinggal sekarang, bagaimana petugas seperti pengelola pantai dan Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) dapat bekerja optimal. Sehingga wisatawan mengetahui jika pemerintah sudah mengantisipasi dan melakukan langkah-langkah terbaik untuk membersihkan sampah kiriman.
Sementara itu, setelah sempat beberapa hari wisatawan di Pantai Kuta harus berjemur di sekitar tumpukan sampah kiriman, Selasa (6/12), kawasan tersebut tampak bersih.
DKP Badung bersama tenaga kebersihan dari Desa Adat Kuta dan pedagang pantai bahu membahu membersihkan sampah kiriman yang didominasi kayu. Sampah-sampah itu dikumpulkan pada dua tempat yakni di depan Setra Asem Celagi dan di perbatasan Pantai Legian.
Dari pantauan, Selasa kemarin, tampak wisatawan manca negara berjemur. Situasi pantai relatif ramai saat pagi hari. Para pedagang ada yang memasang terpal untuk melayani para wisatawan yang datang.
Sebelumnya, Wakil Bupati Badung I Ketut Suiasa menyebut saat ini Kuta darurat sampah. Pernyataan itu dikemukakan Wabup Suiasa saat memantau sampah kiriman di Pantai Kuta, Jumat (2/12) sore. Wabup Suiasa mengatakan masalah sampah di Pantai Kuta memang terjadi setiap tahun.
Meski telah menjadi masalah musiman, namun Pemkab Badung hingga saat ini belum menemukan langkah yang tepat untuk mengatasi sampah secara cepat. Wabup Suiasa mengatakan persoalan yang paling menghambat dalam mengatasi masalah sampah ini agar tertangani dengan cepat adalah sarana, prasarana, dan sumber daya manusia (SDM). “Kami masih kurang sarana, prasarana, dan SDM. Ke depan kami upayakan untuk penambahan sarana dan prasarana, baik berupa kendaraan loader maupun truk pengangkut. Secara ideal sebenarnya kami membutuhkan 18 unit kendaraan,” ujarnya.
Sementara Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Badung I Putu Eka Merthawan mengaku kewalahan dalam menangani puluhan ton sampah tiap hari akibat sampah kiriman. Untuk mengatasi masalah sampah tersebut DKP membutuhkan sekitar 18 unit kendaraan pembersih, 20 unit mesin pemotong kayu, dan 100 orang pekerja.
Merthawan menjelaskan, kawasan wisata dari Petitenget hingga Jimbaran mengalami kondisi yang sama. Namun yang terparah adalah kawasan Pantai Kuta. Bentangan pantai dari Petitenget hingga Jimbaran, sekitar 7,5 kilometer hanya dilayani oleh 3 unit loader, satu unit truk, 12 orang pekerja, dan 2 unit mesin pemotong.
“Kami kerja ekstra keras untuk menangani masalah sampah ini. Jangankan jumlah kendaraan, jumlah tenaga kerja saja sangat minim. Hari ini saya meminta bantuan tenaga dari yang bersih-bersih di jalan raya itu. Kami kerja dua shift, dari pagi pukul 07.00 Wita sampai pukul 12.00 Wita, dan dari pukul 12.00 hingga 19.00 Wita. Mau bagaimana lagi, inilah masalahnya,” ucapnya. * asa, cr64
“Seperti wisatawan dari Australia sudah tahu kalau sampah kiriman akibat angin barat. Mereka dapat memaklumi. Memang dari segi kenyamanan agak mengganggu bila berada di pantai. Tapi wisatawan yang datang kan tidak hanya ke pantai, masih banyak objek wisata alam yang kita miliki,” kata Kepala Dinas Pariwisata Daerah (Disparda) Kabupaten Badung Cokorda Raka Darmawan, Selasa (6/12).
Meski begitu, pemerintah tetap memberikan pengertian bila sampah kiriman adalah fenomena angin barat dan setiap tahun terjadi. “Kami pun meminta anggota Balawista turut membantu memberikan penjelasan kepada tamu yang datang,” imbuh Cok Darmawan.
Pejabat asal Gianyar itu juga memastikan sampah kiriman yang terjadi tidak berdampak terhadap penurunan tingkat kunjungan wisatawan. Sebab, tingkat kunjungan wisatawan justru pada tren peningkatan. Sampai Oktober 2016 saja, tingkat kunjungan sudah mencapai kurang lebih 3,9 juta, meningkat 20 persen dari periode yang sama tahun lalu.
Berarti tidak mempengaruhi target kunjungan wisatawan meski fenomena sampah kiriman menerjang saat ini? Cok Darmawan yakin target kunjungan akan tercapai. “Pemerintah tetap optimis dapat melebihi targer 4,2 juta tahun ini. Oktober 2016 tingkat kunjungan wisatawan berada di angka 3,9 juta. Dua bulan (November–Desember) optimistis nambah lagi 500 sampai 600 wisatawan. Sehingga dengan begitu kita perkirakan bisa 4,5 juta kunjungan,” tuturnya.
Tinggal sekarang, bagaimana petugas seperti pengelola pantai dan Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) dapat bekerja optimal. Sehingga wisatawan mengetahui jika pemerintah sudah mengantisipasi dan melakukan langkah-langkah terbaik untuk membersihkan sampah kiriman.
Sementara itu, setelah sempat beberapa hari wisatawan di Pantai Kuta harus berjemur di sekitar tumpukan sampah kiriman, Selasa (6/12), kawasan tersebut tampak bersih.
DKP Badung bersama tenaga kebersihan dari Desa Adat Kuta dan pedagang pantai bahu membahu membersihkan sampah kiriman yang didominasi kayu. Sampah-sampah itu dikumpulkan pada dua tempat yakni di depan Setra Asem Celagi dan di perbatasan Pantai Legian.
Dari pantauan, Selasa kemarin, tampak wisatawan manca negara berjemur. Situasi pantai relatif ramai saat pagi hari. Para pedagang ada yang memasang terpal untuk melayani para wisatawan yang datang.
Sebelumnya, Wakil Bupati Badung I Ketut Suiasa menyebut saat ini Kuta darurat sampah. Pernyataan itu dikemukakan Wabup Suiasa saat memantau sampah kiriman di Pantai Kuta, Jumat (2/12) sore. Wabup Suiasa mengatakan masalah sampah di Pantai Kuta memang terjadi setiap tahun.
Meski telah menjadi masalah musiman, namun Pemkab Badung hingga saat ini belum menemukan langkah yang tepat untuk mengatasi sampah secara cepat. Wabup Suiasa mengatakan persoalan yang paling menghambat dalam mengatasi masalah sampah ini agar tertangani dengan cepat adalah sarana, prasarana, dan sumber daya manusia (SDM). “Kami masih kurang sarana, prasarana, dan SDM. Ke depan kami upayakan untuk penambahan sarana dan prasarana, baik berupa kendaraan loader maupun truk pengangkut. Secara ideal sebenarnya kami membutuhkan 18 unit kendaraan,” ujarnya.
Sementara Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Badung I Putu Eka Merthawan mengaku kewalahan dalam menangani puluhan ton sampah tiap hari akibat sampah kiriman. Untuk mengatasi masalah sampah tersebut DKP membutuhkan sekitar 18 unit kendaraan pembersih, 20 unit mesin pemotong kayu, dan 100 orang pekerja.
Merthawan menjelaskan, kawasan wisata dari Petitenget hingga Jimbaran mengalami kondisi yang sama. Namun yang terparah adalah kawasan Pantai Kuta. Bentangan pantai dari Petitenget hingga Jimbaran, sekitar 7,5 kilometer hanya dilayani oleh 3 unit loader, satu unit truk, 12 orang pekerja, dan 2 unit mesin pemotong.
“Kami kerja ekstra keras untuk menangani masalah sampah ini. Jangankan jumlah kendaraan, jumlah tenaga kerja saja sangat minim. Hari ini saya meminta bantuan tenaga dari yang bersih-bersih di jalan raya itu. Kami kerja dua shift, dari pagi pukul 07.00 Wita sampai pukul 12.00 Wita, dan dari pukul 12.00 hingga 19.00 Wita. Mau bagaimana lagi, inilah masalahnya,” ucapnya. * asa, cr64
Komentar