Lima Desa Terima Bantuan DAK Air Minum
SINGARAJA, NusaBali
Sebanyak lima desa di Buleleng tahun ini menerima bantuan air minum yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) pemerintah pusat.
Bantuan dengan total mencapai Rp 6,69 miliar itu dipakai untuk pengembangan pelayanan air minum di desa masing-masing.
Kelima desa yang digelontor bantuan yakni Desa Tigawasa Kecamatan Banjar, Desa Wanagiri, Panji Anom, Tegalinggah dan Kayuputih Melaka di Kecamatan Sukasada Buleleng. Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Buleleng I Putu Adiptha Eka Putra didamping Kabid Cipta Karya Gede Suharjono, Kamis (15/4) kemarin mengatakan bantuan DAK Air Minum itu terakhir saat akhir Maret dalam penawaran lelang di Badan Layanan Pengadaan (BLP).
Pengembangan jaringan air minum itu dirincinya ada yang dari pembangunan pipa dari sumber air, seperti yang dilakukan Desa Tigawasa yang mengambil air dari sumber mata air di Desa Gobleg Kecamatan Banjar. Sedangkan pembangunan sistem pemompaan dilakukan oleh Desa Wanagiri karena topografi wilayahnya berbukit dan di puncak ketinggian, sehingga cukup sulit mengalirkan sumber air yang ada di bagian bawah ke penduduk yang bermukim di puncak bukit.
Kondisi di Wanagiri ini hampir sama dengan di Desa Kayuputih Melaka. Topografi berbukit dan terjal mengharuskan sumber air yang ada di lembah dilempar ke reservoar kemudian baru dialirkan ke pipa jaringan distribusi. Khusus untuk Desa Panji Anom dan Tegalinggah tahun ini dibangun jaringan pembagian air.
Program ini melanjutkan program di tahun 2019 dengan menyasar SPAM Desa Selat. Satu sumber mata air di Desa Selat ini pun didistribusikan untuk tiga desa di Kecamatan Tejakula ini. “Bantuan ini untuk memaksimalkan pengelolaan air minum yang khusus dikelola oleh PAM Desa. Harapannya seluruh warga desa di Buleleng mendapat layanan air bersih,” jelas Kadis Adiptha.
Sejauh ini dari 148 desa yang ada di Buleleng 81 desa diantaranya melayani air bersih warganya melalui PAM Desa. Hanya saja sejauh ini pengelolaannya kurang maksimal, karena kerap terkendala pengembangan dan pemeliharaan serta sumber daya manusia pengelolanya. Menurut Adiptha pengelolaan PAM Desa tidak dapat makdimal karena tarif air yang dikenakan kepada masyarakatnya sangat rendah. Sehingga tak mencukupi biaya operasional dan pemeliharan. Sehingga sering kali warga desa kesulitan air bersih berhari-hari karena pipa bocor tak kunjung dapat penanganan perbaikan.
Sehingga hal itu kini dikuatkan dengan Perda 8 tahun 2019 tentang Pengelolaan Air Minum Pedesaan. Dinas PUTR akan memberikan rekomendasi tarif air PAM Desa yang dikelola Pemerintah Desa melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) ataupun pengelola air minum. Harapannya PAM Desa ini dapat memberikan layanan berkelanjutan dan juga adik PDAM di daerah. Tarif air PAM Desa diatur minimal 4 persen dari penghasilan komulatif keluarga.
“Sejauh ini ada kekeliruan masyarakat terhadap tarif air yang dikelola desa. Banyak yang masih di bawah Rp 10.000 per kubik. Yang dibayar bukan airnya tetapi jasa pelayanan. Ketika keran dihidupkan ada biaya operasional, biaya pipa yang muncul. Dengan tariff murah saat ada kerusakan dibiarkan karena biaya operasional yang mencukupi yang terdampak akhirnya masyarakat juga,” imbuh dia.
Selain itu Perda yang sudah dipatenkan pemerintah juga mengatur terkait izin pemanfaatan sumber daya air oleh pemerintah desa. Masing-masing desa yang akan memanfaatkan air dari sumber mata air itu akan dihitung kuota air yang diperlukan. Yang diambil dari sumber mata air itu hanya sejumlah kuota yang diperlukan. Hal ini disebut Adiptha untuk menghindari konflim klaim sumber mata air dan menghadapi masalah kekeringan di desa yang tak punya sumber air. *k23
Kelima desa yang digelontor bantuan yakni Desa Tigawasa Kecamatan Banjar, Desa Wanagiri, Panji Anom, Tegalinggah dan Kayuputih Melaka di Kecamatan Sukasada Buleleng. Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Buleleng I Putu Adiptha Eka Putra didamping Kabid Cipta Karya Gede Suharjono, Kamis (15/4) kemarin mengatakan bantuan DAK Air Minum itu terakhir saat akhir Maret dalam penawaran lelang di Badan Layanan Pengadaan (BLP).
Pengembangan jaringan air minum itu dirincinya ada yang dari pembangunan pipa dari sumber air, seperti yang dilakukan Desa Tigawasa yang mengambil air dari sumber mata air di Desa Gobleg Kecamatan Banjar. Sedangkan pembangunan sistem pemompaan dilakukan oleh Desa Wanagiri karena topografi wilayahnya berbukit dan di puncak ketinggian, sehingga cukup sulit mengalirkan sumber air yang ada di bagian bawah ke penduduk yang bermukim di puncak bukit.
Kondisi di Wanagiri ini hampir sama dengan di Desa Kayuputih Melaka. Topografi berbukit dan terjal mengharuskan sumber air yang ada di lembah dilempar ke reservoar kemudian baru dialirkan ke pipa jaringan distribusi. Khusus untuk Desa Panji Anom dan Tegalinggah tahun ini dibangun jaringan pembagian air.
Program ini melanjutkan program di tahun 2019 dengan menyasar SPAM Desa Selat. Satu sumber mata air di Desa Selat ini pun didistribusikan untuk tiga desa di Kecamatan Tejakula ini. “Bantuan ini untuk memaksimalkan pengelolaan air minum yang khusus dikelola oleh PAM Desa. Harapannya seluruh warga desa di Buleleng mendapat layanan air bersih,” jelas Kadis Adiptha.
Sejauh ini dari 148 desa yang ada di Buleleng 81 desa diantaranya melayani air bersih warganya melalui PAM Desa. Hanya saja sejauh ini pengelolaannya kurang maksimal, karena kerap terkendala pengembangan dan pemeliharaan serta sumber daya manusia pengelolanya. Menurut Adiptha pengelolaan PAM Desa tidak dapat makdimal karena tarif air yang dikenakan kepada masyarakatnya sangat rendah. Sehingga tak mencukupi biaya operasional dan pemeliharan. Sehingga sering kali warga desa kesulitan air bersih berhari-hari karena pipa bocor tak kunjung dapat penanganan perbaikan.
Sehingga hal itu kini dikuatkan dengan Perda 8 tahun 2019 tentang Pengelolaan Air Minum Pedesaan. Dinas PUTR akan memberikan rekomendasi tarif air PAM Desa yang dikelola Pemerintah Desa melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) ataupun pengelola air minum. Harapannya PAM Desa ini dapat memberikan layanan berkelanjutan dan juga adik PDAM di daerah. Tarif air PAM Desa diatur minimal 4 persen dari penghasilan komulatif keluarga.
“Sejauh ini ada kekeliruan masyarakat terhadap tarif air yang dikelola desa. Banyak yang masih di bawah Rp 10.000 per kubik. Yang dibayar bukan airnya tetapi jasa pelayanan. Ketika keran dihidupkan ada biaya operasional, biaya pipa yang muncul. Dengan tariff murah saat ada kerusakan dibiarkan karena biaya operasional yang mencukupi yang terdampak akhirnya masyarakat juga,” imbuh dia.
Selain itu Perda yang sudah dipatenkan pemerintah juga mengatur terkait izin pemanfaatan sumber daya air oleh pemerintah desa. Masing-masing desa yang akan memanfaatkan air dari sumber mata air itu akan dihitung kuota air yang diperlukan. Yang diambil dari sumber mata air itu hanya sejumlah kuota yang diperlukan. Hal ini disebut Adiptha untuk menghindari konflim klaim sumber mata air dan menghadapi masalah kekeringan di desa yang tak punya sumber air. *k23
1
Komentar