Damaikan Dunia dengan Seni
Gamelan Jegog memang tidak seheboh Gong Kebyar. Pada umumnya masyarakat dan seniman Bali belum begitu akrab dengan ensambel yang terbuat dari bambu ini.
Ketut ‘Pekak Jegog’ Suwentra
DENPASAR, NusaBali
“Tapi coba telusuri desa-desa belahan barat Bali, khususnya di Kabupaten Jembrana, Kebyar justru kalah pamor dengan Jegog. Gamelan yang instrumennya berbahan batangan-batangan bambu besar ini begitu digandrungi oleh masyarakat bumi makepung,” ujar I Ketut Suwentra, SST, seusai berkolaborasi dengan seniman taiko (kendang) grup Kodo, Jepang, di ISI Denpasar, Selasa (24/11) malam lalu.
Ketut Suwentra yang populer dengan sebutan Pekak Jegog itu lebih lanjut menuturkan bahwa memang dari sekian khasanah gamelan Bali, barungan bambu ini tak begitu banyak dicatat dan dicermati, baik oleh peneliti lokal maupun asing. “Dalam konteks kesenian, daerah Bali Barat mungkin dianggap ‘kering’ dibandingkan wilayah budaya lainnya. Tapi kini dengan menguaknya Jegog ke permukaan blantika puspa warna seni pertunjukan, jelas sebuah kontribusi yang signifikan, terutama bagi keragaman musik tradisi Bali,” ungkap alumnus ISI Denpasar tersebut.
Sebagai seniman yang lahir dan besar di tengah suara gamelan Jegog di Desa Sangkar Agung, Jembrana, Ketut Suwentra sangat bangga dengan keberadaan Jegog belakangan ini. Sebab, histeria dendang dan derap gamelan Jegog, kini tak hanya di seputar Bali Barat saja. Jagat pariwisata juga telah mengakomodir musik bambu ini. “Sempat, sebelum tragedi bom Bali, banyak hotel-hotel berbintang di kawasan Bali Selatan menghadirkan sekaa-sekaa seni pertunjukan Jegog yang sengaja diboyong dari Jembrana,” katanya. Menurut pria yang berambut putih dikuncir kuda ini, greget kreatif yang tercipta pada insan jegog juga punya andil mendongkrak gengsi seni pertunjukan ini. “Dalam Pesta Kesenian Bali beberapa tahun lalu, para seniman Kabupaten Jembrana dengan bangga menyuguhkan sendratari kolosal di panggung Ardha Candra yang memakai iringan gamelan jegog,” ungkapnya sembari menghembuskan asap rokoknya.
Sebagai dedengkot jegog, Ketut Suwentra terus menggali berbagai kemungkinan kreatif pada gamelan bambu khas Jembrana ini. Tari ciptaan Suwentra yang diberi nama Makepung, kini bak menjadi trade mark pementasan seni pertunjukan Jegog. Beberapa tari kreasi dengan iringan jegog karya Suwentra yang telah pernah dipentaskan hampir di seluruh kota-kota besar Jepang adalah Tari Suar Agung, Satyajagaditha, Tiying Gading, Putri Bambu dan beberapa lagi.
Melalui gamelan Jegog, bersama grupnya, Suar Agung, Ketut Suwentra, telah melanglang Negeri Sakura, sejak tahun 1980-an hingga sekarang. “Kini saya bersyukur gamelan Jegog menjajal Negeri Paman Sam,“ ujarnya dengan mata berbinar riang. Diungkapkannya, Grup Gamelan Sekar Jaya yang mempelajari beragam gamelan Bali itu rupanya sangat tertarik menjelajahi keindahan si buluh perindu Jegog. Untuk mempelajari gamelan bambu ini, mereka mendatangkan I Gede Oka Negara yang notabene anak sulung Ketut Suwentra--komposer alumnus ISI Denpasar yang juga seniman Jegog--ke markas Sekar Jaya di San Fransisco, California.
Perkembangan tari Bali, gong kebyar, dan kini Jegog di luar negeri, menurut Suwentra, patut kita sikapi secara positif. Dipaparkannya, bahwa dunia seni telah terbukti begitu fleksibel dijadikan wahana persahabatan dan persaudaraan, bukan saja dalam lingkup keanekaragaman ekspresi seni di dalam negeri, namun juga dalam jalinan seni yang saling rangkul merangkul dalam lingkup antar bangsa-bangsa di dunia. Sejarah telah mencatat, tambahnya, dunia seni telah menunjukkan keampuhannya dan dipercaya mampu menjadi media komunikasi antar bangsa di jagad ini. “Karena itu, kolaborasi seni antar seni budaya bangsa Jepang dengan Bali (Indonesia), seperti yang dilakukan grup Kodo dengan sekaa gamelan Jegog Suar Agung, sudah seharusnya diapresiasi,” pungkasnya.
1
Komentar