Wajib Dipentaskan Dalang Wayah
Ciri Khas Wayang Lemah di Buleleng
SINGARAJA, NusaBali
Kesenian wayang, terutama Wayang Lemah, hingga saat ini masih lestari di Bali. Wayang Lemah eksis untuk mengiringi upacara keagamaan Hindu Bali.
Di Buleleng, kesenian Wayang Lemah wajib dibawakan dalang berpengalaman atau dalang wayah.Pementasan Wayang Lemah di Buleleng agak berbeda dengan Wayang Lemah di Bali Selatan. Menurut Jro Dalang Gusti Made Aryana, perbedaannya ada pada dalang yang membawakan Wayang Lemah. Wayang Lemah di Bali selatan digelar oleh dalang-dalang yang relatif pemula untuk mengasah kemampuannya. Sedangkan di Bali Utara, Wayang Lemah harus dibawakan oleh dalang yang mahir, karena dipakai untuk mengiringi upacara.
“Pertunjukan Wayang Lemah esensinya sama sebagai kesenian yang disakralkan. Tetapi di Bali selatan sering dipakai kesempatan untuk mengasah kemahiran dalang-dalang baru. Karena pelaksanaan siang hari sedikit yang menonton. Berbeda dengan di Bali Utara, Wayang Lemah yang mendalang harus sudah yang mahir, karena dipakai untuk mengiringi upacara,’’ ujar Jro Dalang Aryana yang juga dikenal dengan nama Dalang Sembroli.
Sebagai pengiring upacara, jelasnya, pentas Wayang Lemah tentu punya beban yang lebih berat. Sehingga memerlukan dalang yang sudah berpengalaman.
Sama halnya dengan Wayang Sapu Leger dan Wayang Sudamala, Wayang Lemah disebut Jro Dalang Sembroli, dipakai sebagai pengruwatan atau pembersihan. “Tiga wayang ini sakral dan fungsinya sama. Tetapi memang Wayang Sapu Leger dikenal paling angker karena diselenggarakan untuk ruwatan anak yang lahir di Tumpek Wayang,” kata Dalang yang beralamat di Desa Baktiseraga, Kecamatan/Kabupaten Buleleng ini.
Dalang tamatan S1 Pedalangan ISI Denpasar ini juga menjelaskan dalam pementasan Wayang Lemah menggunakan sarana khusus, yakni kelir benang tukelan. Wayang Lemah tidak menggunakan kelir putih seperti pada pementasan wayang pertunjukan. Benang ini direntangkan lalu disusun tiga baris yang berisi 11 uang kepeng. Di sisi kanan dan kirinya rangkaian benang dan uang kepeng ini diikatkan pada ranting pohon dadap yang memiliki cabang tiga. Selanjutnya kelir khusus ini ditancapkan di gedebong (batang pohon pisang).
Kelir pada Wayang Lemah, disebutkan Dalang Sembroli, merupakan simbol langit. Sedangkan gedebong melambangkan pertiwi. Pementasan Wayang Lemah saat mengiringi upacara Panca Yadnya juga disesuaikan dengan jenis upacara yang dilaksanakan. Namun pada umumnya cerita yang dipaparkan dalam Wayang Lemah mengambil lakon yang dikutip dari sumber cerita Mahabrata, Ramayana, mitologi, dan Kekawin Jawa Kuno.
Dalang Sembroli menyontohkan jika mengiringi upacara Dewa Yadnya, maka lakon yang digunakan adalah Kunti Yadnya, Marisuda Bumi, dan lainnya. Sedangkan pada upacara Bhuta Yadnya, maka lakon yang digunakan adalah Bima Dadi Caru. Begitu juga upacara-upacara yang lainnya harus disesuaikan dengan prosesi upacara yang berlangsung.
Upacara peruwatan akan dilakukan dengan sejumlah banten khsusus dan mantra dari Sang Dalang. Tirta yang dimohonkan dari pelaksanaan Wayang Lemah itu yang akan dipercikkan ke tempat atau sarana upacara.
Sementara itu, eksistensi kesenian wayang di Bali sebagian besar masih ditopang dari wayang spiritual. Jelasnya, upacara yang tak pernah berakhir di Bali membuat kesenian wayang tetap lestari. Meskipun pagelaran wayang yang bersifat spiritual peminatnya tak sebanyak wayang hiburan. Namun saat upacara yadnya pertunjukan wayang itu tetap dinanti oleh kalangan masyarakat di sekitar tempat pelaksanaan yadnya. *k23
Komentar