Mimpi Satu Visi, Pertahankan Jegog Klasik
Yayasan Seni Jegog Kabupaten Jembrana
Seperti jegog-jegog tahun 1980-an, benar-benar atraksi jegog tanpa diiringi kolaborasi yang bermacam-macam.
NEGARA, NusaBali
Kabupaten Jembrana kini punya Yayasan Seni Jegog. Tidak main-main, Bupati Jembrana I Nengah Tamba selaku penggagas dan duduk menjadi pembina yayasan. Dari yayasan ini, banyak pihak mengharapkan semua sekaa jegog satu visi dalam melestarikan seni jegog, terutama jegog klasik.
Pembentukan yayasan tersebut ditandai penyerahan akta notaris oleh Bupati Jembrana I Nengah Tamba kepada Ketua Yayasan Seni Jegog Kabupaten Jembrana, I Ketut Suarda. Penyerahan itu di sela-sela acara penanaman 2.000 bibit bambu Petung di Desa Manistutu, Kecamatan Melaya, Jembrana, Rabu (7/4) lalu.
Ketua Yayasan Seni Jegog Kabupaten Jembrana I Ketut Suarda,45, mengatakan Yayasan Seni Jegog ini dibentuk pada Maret 2021. Pembentukan berdasarkan gagasan Bupati Jembrana I Nengah Tamba. Karena sebelum ada yayasan, sekaa jegog se-Jembrana lebih banyak berjalan sendiri-sendiri untuk mencari perhatian pemerintah. "Dengan ada yayasan ini, kita berharap jangkauan kesenian jegog bisa lebih luas. Paling tidak bisa diperjuangkan untuk mendapat pembinaan lebih intensif karena sudah berbadan hukum dan menjadi satu kesatuan," ujar pendiri Sekaa Jegog Dau Mekar di Banjar Tunas Mekar, Desa Manistutu, Jembrana.
Menurut Suarda, pembentukan Yayasan Seni Jegog Kabupaten Jembrana juga untuk memperkuat bahwa kesenian jegog adalah kesenian khas Jembrana. Sebelumnya, kesenian jegog telah diakui sebagai warisan budaya tak benda dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI. "Intinya, jegog Jembrana biar tidak diklaim daerah lain. Kesenian jegog ini, aslinya di Jembrana," ucapnya.
Sesuai pendataan sebelumnya, sambung Suarda, ada seitar 110 sekaa jegog se-Jembrana. Namun dari 110 sekaa, yang masih aktif berjumlah 84 sekaa. Belasan sekaa lainnya ada yang memang tidak jalan karena sudah tidak memiliki perangkat jegog atau pun regenerasi seniman atau anggota sekaa. "Bisa dibilang, memang sekaa jegog biasanya tergantung mood. Kalau memang tidak ada panggung, sepi. Tetapi kalau ramai, banyak yang aktif," ujarnya.
Suarda mengatakan pembina Yayasan Seni Jegog Kabupaten Jembrana langsung Bupati Tamba. Dengan posisi ini terselip harapan agar seni jegog lebih diperhatikan. Perhatian itu juga diharapkan menjangkau seluruh sekaa jegog yang juga banyak ada di desa-desa. "Kami berharap setiap ada kegiatan, even-even di Jembrana, juga ada jegog. Nah, untuk yang tampil, biar giliran dan harus adil. Jangan hanya sekaa-sekaa tertentu," ucapnya.
Sebagai Ketua Yayasan Seni Jegog Jembrana, Suarda sangat menginginkan sekaa jegog di Jembrana solid mempertahankan jegog klasik. Seperti jegog-jegog tahun 1980-an, benar-benar atraksi jegog tanpa diiringi kolaborasi yang bermacam-macam. Selama ini, jegog adalah warisan leluhur di Jembrana sehingga lebih baik tampil klasik. ‘’Apalagi tetabuhan jegog tahun 80-an, cukup banyak. Itu sih menurut saya. Bukan berarti salah kalau berkreasi. Tetapi jika terus diiringi gambelan lain-lain, takutnya seni jegognya yang tenggelam," ucapnya.
Suarda menambahkan, jika memang untuk mencari panggung tersendiri, tidak ada salahnya berkreasi. Seperti ketika mendapat undangan ke acara-acara pribadi. Hanya saja ketika tampil untuk mengiringi acara-acara tertentu dan memperkenalkan jegog, lebih baik menampilkan jegog yang murni jegog. "Mungkin kalau kolaborasi, bisa dengan suling. Seperti yang ada dari dulu. Kalau tabuh Teruntungan yang slow, cukup diiringi suling. Biar tidak tenggelam jegognya," ucapnya.
Suarda pun memberikan contoh seni kecak di Gianyar. Dalam seni kecak itu yang ditampilkan tetap yang klasik, namun tetap digemari wisatawan. "Itu kan artinya punya ciri khas masing-masing. Kita juga begitu, ada ciri khas jegog. Kalau orang berkreasi, sah-sah saja. Tetapi buat apa juga? Jegog hanya ada di Jembrana. Kita juga tidak ada kompetisi," ujarnya. *ode
Pembentukan yayasan tersebut ditandai penyerahan akta notaris oleh Bupati Jembrana I Nengah Tamba kepada Ketua Yayasan Seni Jegog Kabupaten Jembrana, I Ketut Suarda. Penyerahan itu di sela-sela acara penanaman 2.000 bibit bambu Petung di Desa Manistutu, Kecamatan Melaya, Jembrana, Rabu (7/4) lalu.
Ketua Yayasan Seni Jegog Kabupaten Jembrana I Ketut Suarda,45, mengatakan Yayasan Seni Jegog ini dibentuk pada Maret 2021. Pembentukan berdasarkan gagasan Bupati Jembrana I Nengah Tamba. Karena sebelum ada yayasan, sekaa jegog se-Jembrana lebih banyak berjalan sendiri-sendiri untuk mencari perhatian pemerintah. "Dengan ada yayasan ini, kita berharap jangkauan kesenian jegog bisa lebih luas. Paling tidak bisa diperjuangkan untuk mendapat pembinaan lebih intensif karena sudah berbadan hukum dan menjadi satu kesatuan," ujar pendiri Sekaa Jegog Dau Mekar di Banjar Tunas Mekar, Desa Manistutu, Jembrana.
Menurut Suarda, pembentukan Yayasan Seni Jegog Kabupaten Jembrana juga untuk memperkuat bahwa kesenian jegog adalah kesenian khas Jembrana. Sebelumnya, kesenian jegog telah diakui sebagai warisan budaya tak benda dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI. "Intinya, jegog Jembrana biar tidak diklaim daerah lain. Kesenian jegog ini, aslinya di Jembrana," ucapnya.
Sesuai pendataan sebelumnya, sambung Suarda, ada seitar 110 sekaa jegog se-Jembrana. Namun dari 110 sekaa, yang masih aktif berjumlah 84 sekaa. Belasan sekaa lainnya ada yang memang tidak jalan karena sudah tidak memiliki perangkat jegog atau pun regenerasi seniman atau anggota sekaa. "Bisa dibilang, memang sekaa jegog biasanya tergantung mood. Kalau memang tidak ada panggung, sepi. Tetapi kalau ramai, banyak yang aktif," ujarnya.
Suarda mengatakan pembina Yayasan Seni Jegog Kabupaten Jembrana langsung Bupati Tamba. Dengan posisi ini terselip harapan agar seni jegog lebih diperhatikan. Perhatian itu juga diharapkan menjangkau seluruh sekaa jegog yang juga banyak ada di desa-desa. "Kami berharap setiap ada kegiatan, even-even di Jembrana, juga ada jegog. Nah, untuk yang tampil, biar giliran dan harus adil. Jangan hanya sekaa-sekaa tertentu," ucapnya.
Sebagai Ketua Yayasan Seni Jegog Jembrana, Suarda sangat menginginkan sekaa jegog di Jembrana solid mempertahankan jegog klasik. Seperti jegog-jegog tahun 1980-an, benar-benar atraksi jegog tanpa diiringi kolaborasi yang bermacam-macam. Selama ini, jegog adalah warisan leluhur di Jembrana sehingga lebih baik tampil klasik. ‘’Apalagi tetabuhan jegog tahun 80-an, cukup banyak. Itu sih menurut saya. Bukan berarti salah kalau berkreasi. Tetapi jika terus diiringi gambelan lain-lain, takutnya seni jegognya yang tenggelam," ucapnya.
Suarda menambahkan, jika memang untuk mencari panggung tersendiri, tidak ada salahnya berkreasi. Seperti ketika mendapat undangan ke acara-acara pribadi. Hanya saja ketika tampil untuk mengiringi acara-acara tertentu dan memperkenalkan jegog, lebih baik menampilkan jegog yang murni jegog. "Mungkin kalau kolaborasi, bisa dengan suling. Seperti yang ada dari dulu. Kalau tabuh Teruntungan yang slow, cukup diiringi suling. Biar tidak tenggelam jegognya," ucapnya.
Suarda pun memberikan contoh seni kecak di Gianyar. Dalam seni kecak itu yang ditampilkan tetap yang klasik, namun tetap digemari wisatawan. "Itu kan artinya punya ciri khas masing-masing. Kita juga begitu, ada ciri khas jegog. Kalau orang berkreasi, sah-sah saja. Tetapi buat apa juga? Jegog hanya ada di Jembrana. Kita juga tidak ada kompetisi," ujarnya. *ode
1
Komentar