Desa Adat Tuban Perbaharui Logo Pecalang dan Jaga Bhaya
Harapkan Implementasikan Sifat Para Dewata
MANGUPURA, NusaBali
Desa Adat Tuban, Kelurahan Tuban, Kecamatan Kuta, Badung, melakukan pembaharuan terhadap logo satuan tugas keamanan tradisionalnya.
Logo baru itu telah diluncurkan di Pura Desa lan Puseh Desa Adat Tuban, pada Jumat (16/4) lalu. Diharapkan dengan adanya pembaharuan dan melalui unsur-unsur yang termuat dalam logo tersebut, pecalang ataupun Jaga Bhaya Taru Agung, diharapkan memiliki sifat-sifat para dewata dalam menjalankan tugasnya.
Bendesa Adat Tuban Drs I Wayan Mendra MSi. mengatakan pembaharuan dilakukan untuk menyesuaikan antara logo dengan keberadaan satuan tugas keamanan tradisional itu sendiri. Baik itu Pecalang Desa Adat Tuban ataupun Jaga Bhaya Taru Agung Desa Adat Tuban. Menurutnya, pembaharuan logo menindaklanjuti paruman pada akhir Maret 2021 lalu yang mengacu pada Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat di Bali. Untuk logo pecalang, menggunakan warna dasar merah yang di tengah-tengahnya terdapat Padma, lingkaran benang Tridatu, padi dan kapas dengan dua gelang pengikat, serta senjata Brahma yakni Gadha. Sedangkan untuk logo Jaga Bhaya Taru Agung, menggunakan latar belakang warna hitam, yang di tengah-tengahnya terdapat Cakra, lingkaran benang Tridatu, serta Gadha.
“Penyesuaian kami lakukan tentu memperhatikan pula tugas dan fungsi dari masing-masing satuan. Ke duanya, sama-sama dibubuhi tulisan ‘Satyam Eva Jayate’ yang memiliki makna ‘Sutindih Ring Kepatutan’ pada sisi bawahnya,” jelas Mendra, dikonfirmasi, Minggu (18/4).
Melalui unsur-unsur yang termuat dalam logo tersebut, pecalang ataupun Jaga Bhaya Taru Agung, diharapkan memiliki sifat-sifat para dewata dalam menjalankan tugasnya. Seperti Brahma (merah), yakni mampu berinovasi, berkreasi, dan menciptakan pemikiran-pemikiran baru. Wisnu (hitam), yakni mampu menjaga ataupun melindungi alam dan isinya melalui kepemilikan sifat mendidik, memelihara, mengayomi, sopan santun, ramah, dan damai. Iswara (putih), yakni berani, berjiwa ksatria sutindih ring kepatutan, serta mampu meredam dan menangani berbagai bentuk adharma atau kejahatan, tentunya tanpa sikap arogansi dan sombong.
“Untuk tulisan yang ada di dalamnya kami menggunakan warna hitam, sebagai penggambaran mental yang kuat yang tidak mudah terpengaruh siapapun atau apapun. Di sini artinya pecalang ataupun Jaga Bhaya tidak bisa disogok,” tegas Mendra.
Pecalang dan Jaga Bhaya Taru Agung, sambung Mendra, pada dasarnya memiliki tugas yang sama. Yakni mengadakan pengamanan di wewidangan Desa Adat Tuban. Untuk perbedaannya, pecalang dalam melaksanakan tugasnya mengenakan busana adat dengan saput poleng sebagai ciri khasnya. Sedangkan Jaga Bhaya Taru Agung, tidak menggunakan busana semacam itu. Sementara untuk tugasnya sendiri, pecalang cenderung berpatok pada kegiatan upacara adat keagamaan Panca Yadnya. Sedangkan untuk Jaga Bhaya Taru Agung tugasnya lebih kepada Sad Bhaya, layaknya tertuang dalam awig-awig Desa Adat Tuban tahun 1993. Selain itu, lanjut Mendra, Jaga Bhaya Taru Agung juga lebih mengedepankan soal pemeliharaan, pembinaan, dan kelestarian persatuan dan kesatuan, serta kerukunan antar umat beragama. Mengingat Tuban merupakan wilayah dengan tingkat heterogenitas masyarakat yang sangat tinggi.
“Terdapat tiga langkah pokok pecalang ataupun Jaga Bhaya Taru Agung dalam menjalankan tugasnya. Yakni preventif, yaitu upaya pencegahan terhadap potensi terjadinya gangguan kamtibmas ataupun pelanggaran adat. Persuasif yaitu mengedukasi, membina, dan menuntun masyarakat untuk tidak melanggar aturan, norma adat, ataupun perbuatan hukum lainnya yang dilarang. Serta represif, yaitu penindakan terhadap pelanggaran yang dilakukan,” kata Mendra.
Terkait struktur organisasinya, Mendra menjelaskan pecalang dan Jaga Bhaya Taru Agung, sesungguhnya berada di bawah satu atap, yakni Pasikian Pecalang. Dalam hal itu, dirinya selaku Bendesa Adat Tuban berposisi sebagai pelindung dan penanggungjawab. Namun, ada pula yang namanya penuntun, dewan pembina, dan penegak hukum dari para tetua tokoh masyarakat setempat. Tentunya mereka adalah orang-orang yang memiliki keahlian di bidang terkait, yang unsurnya termasuk pula merupakan purnawirawan TNI/Polri.
“Untuk Kelihan Pasikian Pecalang itu adalah AKP I Wayan Sudirta. Sedangkan Petajuh atau wakilnya adalah I Wayan Merta sebagai Kelihan Jaga Bhaya Taru Agung Desa Adat Tuban dan I Wayan Murtana selaku Kelihan Pecalang Desa Adat Tuban,” kata Mendra seraya mengatakan satuan tugas keamanan tradisional total berjumlah 111 orang. *dar
Komentar