Ketua Dewan Dukung Aksi Tutup Ashram di Padanggalak
DENPASAR, NusaBali
DPRD Bali dukung langkah
pihak Desa Adat Kesiman, Kecamatan Denpasar Timur yang ancam tutup
Ashram Krishna Balaram di Jalan Bypass Ngurah Rai Padanggalak, karena
dinilai menggelar kegiatan yang melanggar nilai-nilai dresta Bali.
Ketua DPRD Bali, Nyoman Adi Wiryatama, mengatakan sikap lemaga Dewan sudah jelas bahwa aliran kepercayaan dan Sampradaya Non Dresta Bali yang kegiatannya melanggar ketertiban dan keamanan di desa adat, supaya ditutup atau dibubarkan saja. Surat Keputusan Bersama (SKB) PHDI Bali dan Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali juga tidak membolehkan Sampradaya Non Dresta Bali melakukan kegiatan di desa adat, karena tidak sesuai dengan dresta Bali.
"Itu sudah jelas keputusan bersama PHDI dan MDA, juga dalam rekomendasi kami DPRD Bali. Bahwa kalau aliran kepercayaan dan Sampradaya Nion Dresta Bali melanggar keamanan dan ketertiban umum, dibubarkan saja. Itu rekomendasi DPRD Bali kepada Gubernur Bali," ujar Adi Wiryatama di Denpasar, Senin (19/4) sore.
Menurut Adi Wiryatama, dukungan dan support DPRD Bali untuk upaya penindakan terhadap kegiatan Sampradaya Non Dresta Bali yang melanggar keamanan dan ketertiban umum, tidak hanya berlaku di Padanggalak, tapi juga di seluruh Bali. Desa adat atau yang berwenang di kabupaten/kota dipersilakan melakukan pembubarkan.
“Semuanya sama tegas, silakan. Kami memberikan dukungan demi terciptanya situasi kondusif, keamanan, dan ketertiban di masyarakat dan desa adat," tegas politisi senior PDIP mantan Bupati Tabanan dua kali periode (2000-2005, 2005-2010) ini.
Adi Wiryatama mengaku mengikuti adanya persoalan terkait kegiatan Ashram Krishna Balaram di Padanggalak. Dia berharap jika ada proses enutupan ashram, jangan sampai ada kekerasan fisik, sehingga tidak menimbulkan persoalan baru di kemudian hari.
"Nanti kalau di kabupaten lainnya muncul kasus dan persoalan yang sama, silakan tutup dan bubarkan saja. Kami komitmen mendukung dalam menciptakan situasi yang harmonis di Bali. Apa pun itu keyakinannnya, kalau mengganggu, ya tertibkan," terang politisi senior yang juga Ketua Dewan Pertimbangan Daerah (Deperda) PDIP Bali ini.
Dikonfirmasi terpisah, Senin kemarin, Ketua PHDI Bali I Gusti Ngurah Sudiana menolak memberikan pernyataan sikap secara kelembagaan terkait pembubaran kegiatan Ashram Krishna Balarm di Padanggalak. Alasannya, PHDI Bali akan berkoordinasi dengan lembaga terkait. "Saya tidak komentar dulu. Ampura dumun nggih," ujar Sudiana.
Sedangkan Bendesa Agung MDA) Provinsi Bali, Ida Panglingsir Agung Putra Sukahet, belum bisa dimintai konfirmasinya. Saat dihubungi per telepon kemarin sore, terdengar nada sambung namun Ponselnya tidak diangkat. Demikian pula Penyarikan Agung (Sekretaris) MDA Provinsi Bali, I Ketut Sumarta.
Sementara itu, Bendesa Adat Kesiman, I Ketut Wisna, mengungkapkan pihaknya terus memantau aktivitas di Ashram Krishna Balarm. Menurut Ketut Wisna, prajuru desa dan pecalang dikerahkan untuk memantau aktivitas di ashram tersebut sampai benar-benar ditutup.
"Tadi (kemarin) pecalang saat pecalang patroli ke sana (Ashram Krishna Balaram, Red), tidak terlihat ada kegiatan apa-apa. Hanya ada beberapa orang saja di ashram itu. Mereka itu adalah pemilik rumah. Ashram itu juga merupakan rumah tinggal," papar Ketut Wisna, Senin kemarin.
Ketut Wisna mengaku tidak mengetahui secara persis ke mana para pengikut aliran Hare Krisna di Ashram Krishna Balaramn yang dianggap mendompleng Hindu Bali itu pasca diberikan surat untuk hentikan kegiatan, Minggu (18/4) pagi. Pihak Desa Adat Kesiman tidak akan memberikan ruang untuk membiarkan ashram itu beroperasi kembali.
Sebagai bentuk keseriusan Desa Adat Kesiman melawan keberadaan ashram itu, menurut Ketut Wisna, pecalang memasang spanduk berisikan larangan. "Kami dari Desa Adat Kesiman akan melakukan pengawasan. Bila tidak tutup juga, maka kami akan tutup paksa," tegasnya.
Ketut Wisna bersama sejumlah pecalang dan prajuru Desa Adat Kesiman, sebagaimana diberitakan, sempat mendatangi Ashram Krishna Balaram di Padanggalak, Minggu pagi. Tujuannya, untuk mengecek dan memastikan kegiatan di ashram tersebut. Setelah mengetahui kegiatannya, pihak Desa Adat Kesiman langsung memberikan surat untuk menutup kegiatan di ashram tersebut.
"Kami telah menjalankan dresta, adat, budaya, dan tradisi agama Hindu Bali selama berabad-abad. Saat kami datangi tadi pagai (kemarin), di ashram itu tidak hanya untuk belajar Weda, tapi ada tempat pemujaan yang bukan pura. Tempat pemujaan itu tidak diketahui oleh desa adat," papar Ketut Wisna usai mendatangi ashram tersebut hari itu.
Ketut Wisna menyebutkan, Ashram Krishna Balarm yang mengajarkan aliran Hare Krishna telah membuat krama setempat geram. Akhir Desember 2020 lalu, warga setempat sudah sempat meluapkan emo-sinya dengan memotong plang ashram tersebut. Namun, hal itu tidak membuat kapok pengurus ashram.
Justru pihak Ashramn Krishna Balaram semakin berani untuk terus melakukan kegiatan yang dianggap mendompleng ajaran Hindu Bali. Puncaknya, beberapa bakta (pengikut) Hare Krishna di ashram tersebut nekat datang menemui Ketut Wisna selaku Bendesa Adat Kesiman, Kamis (15/4) lalu. Tujuan kedatangan mereka adalah untuk memohon izin melaksanakan upacara ngaben di Setra Desa Adat Kesiman kawaswan di Jalan Waribang Denpasar Timur. “Tentu saja kami tidak memberikan izin, karena tidak sesuai dengan upacara Hindu Bali,” katanya.
Menurut Ketut Wisna, warga pendatang di Desa Adat Kesiman semuanya tercatat. Hal itu diatur oleh awig-awig. Setelah dicek, para bakta yang ada di Ashram Krishna Balaram itu semuanya bukan warga Kesiman. Mereka merupakan warga luar Denpasar yang tidak terdaftar sebagai krama tamiu (pendatang) di Desa Adat Kesiman. *pol
Komentar