Sempat Dua Kali Digelar secara Ngubeng, Sejumlah Pamangku Kerauhan
Pelaksanaan Tradisi Ritual Ngerebong di Desa Adat Kesiman Akan Dikembalikan seperti Semula
Waktu persembahyangannya saat tradisi ritual ngerebong di Pura Pangerebongan, Desa Adat Kesiman, 2 Mei 2021 nanti, akan dibagi dalam tiga sesi berdasarkan wilayah, untuk hindari kerumunan.
DENPASAR, NusaBali
Tradisi ritual ngerebong kembali akan digelar di Pura Pangerebongan, Desa Adat Kesiman, Kecamatan Denpasar Timur pada Radite Pon Medangsia, Minggu, 2 Mei 2021 nanti. Kali ini, ritual ngerebong akan dikembalikan seperti semula dengan rangkaian prosesi yang lengkap, setelah sempat dua kali beruntun dilaksanakan secara ngubeng akibat pandemi Covid-19. Masalahnya, gara-gara dilakukan ritual ngerebong secara ngubeng, banyak pamangku yang kerauhan (kesurupan).
Tradisi ritual ngerebong (berarti berkumpul, yakni berkumpulnya para dewa) yang diyakini sudah ada ejak tahun 1937 ini rutin dilaksanakan Desa Adat Kesiman di Pura Pangrebongan 6 bukan sekali (210 hari sietem penanggalan Bali) setiap Radite Pon Medangsia. Dalam dua kali pelaksanaan terakhir, ritual ngerebong dilakukan secara ngubeng untuk menghindari kerumunan karena pendami Covid-19.
Dalam ritual ngerebong secara ngubeng tersebut, pratima tidak dibawa ke Pura Musen untuk mesucian. Ritual masucian hanya dilakukan oleh pamangku, prajuru adat, dan serati banten. Selain itu, tidak ada prosesi ngurek, yang merupakan ciri khas tradisi rital ngerebong. Yang dilakukan hanya prosesi ngider bhuana yang cuma melibatkan pamangku, prajuru adat, dan serati banten. Jumlah krama yang sem-bahyang pun dibatasi.
Bendesa Adat Kesiman, I Ketut Wisna, mengungkapkan saat digelar prosesi ngerebong secara ngubeng tersebut, terjadi peristiwa niskala di mana sejumlah pamangku mengalami kerauhan. Mereka ada yang mengalami kerauhan di rumahnya, ada pula saat keluar dari Pura Pangrebongan. Kerauhan itu diyakini karena prosesi ngerebung dilakukan secara ngubeng.
Dengan dua kejadian beruntun tersebut, kata Ketut Wisna, prajuru Desa Adat Kesiman kemudian menggelar paruman untuk menyongsong pelaksanaan tradisi ritual ngerebong berikutnya. “Dari paruman tersebut, diputuskan upacara ritual ngerebong pelaksanaannya dikembalikan seperti semula (tidak lagi ngubeng), namun dengan protokol kesehatan yang ketat,” jelas Ketut Wisna dalam keterangan persnya di Denpasar, Senin (19/4).
Menurut Ketut Wisna, teknis pelaksanaannya nanti, sebelum prosesi ngerebong dimulai, tidak lagi dilakukan patirtan dengan mengiringi langsung pratima ke Pura Musen. Tetapi, kali ini hanya dilakukan nuur tirta oleh pamangku tanpa membawa pratima. Setelah itu, tirta akan dipercikkan ke pratima yang ditempatkan di Pura Petilan.
"Kalau rangkaian biasanya selama ini, pratima diiringi ke Pura Musen untuk melakukan pasucian. Tetapi, sekarang pratima melinggih di Pura Petilan, sementara yang nuur tirta adalah pamangku," jelas Ketut Wisna.
Saat prosesi ritual ngerebong nanti, kata Ketut Wisna, teknisnya akan dibagi sedemikian rupa untuk menghindari kerumuman, dimana waktu persembahyangannya dibagi dalam tiga sesi berdasarkan wilayah. Untuk pagi mulai pukul 08.00 Wita sampai 10.00 Wita, yang kebagian jatah sembahyang adalah krama dari Desa Kesiman Kertalangu. Sedangkan untuk siang pukul 12.00 Wita sampai 14.00 Wita, yang sembahyang adalah krama dari Desa Kesiman Petilan. Sedangkan pukul 14.00 Wita sampai sore pukul 16.00 Wita, yang sembahyang adalah krama dari Kelurahan Kesiman.
Setelah tiga sesi persembahyangan, menurut Ketut Wisna, barulah dilakukan prosesi puncak ngerebong dengan rangkaian ritual ngurek dan ngider bhuana. "Kalau persembahyangan akan didahulukan, karena yang bikin ramai dulu itu kan jika persembahyangan digabung dengan prosesi ngerebong. Jadi, nantinya setelah selesai sembahyang, krma bisa berkumpul di wantilan sambil menonton ritual ngerebong," papar Ketut Wisna.
Menurut Ketut Wisna, mereka yang ikut dalam ritual ngerebong terbatas nanti, hanya dua-tiga orang pamangku, serta prajuru adat, dan serati banten. Jadi, ritual ngerebong tidak akan seramai sebelum pandemi Covid-19, meskipun rangkaian prosesinya dikembalikan seperti semula.
Krama yang menonton ritual ngerebong di Wantilan Pura Pangrebongan jumlahnya juga dibatasi 50 persen dari kapasitas. “Ini agar bisa menerapkan protokol kesehatan khususnya social distancing,” tandas Ketut Wisna.
Dalam prosesi ngerebong nanti, kata Ketut Wisna, juga akan disiapkan tim medis dari Puskesmas untuk bertugas di sekitar Pura Pangrebongan, yang berlokasi di Jalan WR Supratman Denpasar Timur. Sedangkan pecalang yang dilibatkan bertugas berasal dari semua banjar pengempon.
"Kalau dulu (sebelum pandemi Covid-19, Red), yang ditugaskan hanya 60 orang pecalang Desa Adat Kesiman. Nah, sekarang kita minta bantuan ke semua banjar yang ikut ngempon agar menerjunkan pecalangnya, biar personel lebih banyak dan bisa mengurai krama yang berkerumun," tegas Ketut Wisna. *mis
Tradisi ritual ngerebong (berarti berkumpul, yakni berkumpulnya para dewa) yang diyakini sudah ada ejak tahun 1937 ini rutin dilaksanakan Desa Adat Kesiman di Pura Pangrebongan 6 bukan sekali (210 hari sietem penanggalan Bali) setiap Radite Pon Medangsia. Dalam dua kali pelaksanaan terakhir, ritual ngerebong dilakukan secara ngubeng untuk menghindari kerumunan karena pendami Covid-19.
Dalam ritual ngerebong secara ngubeng tersebut, pratima tidak dibawa ke Pura Musen untuk mesucian. Ritual masucian hanya dilakukan oleh pamangku, prajuru adat, dan serati banten. Selain itu, tidak ada prosesi ngurek, yang merupakan ciri khas tradisi rital ngerebong. Yang dilakukan hanya prosesi ngider bhuana yang cuma melibatkan pamangku, prajuru adat, dan serati banten. Jumlah krama yang sem-bahyang pun dibatasi.
Bendesa Adat Kesiman, I Ketut Wisna, mengungkapkan saat digelar prosesi ngerebong secara ngubeng tersebut, terjadi peristiwa niskala di mana sejumlah pamangku mengalami kerauhan. Mereka ada yang mengalami kerauhan di rumahnya, ada pula saat keluar dari Pura Pangrebongan. Kerauhan itu diyakini karena prosesi ngerebung dilakukan secara ngubeng.
Dengan dua kejadian beruntun tersebut, kata Ketut Wisna, prajuru Desa Adat Kesiman kemudian menggelar paruman untuk menyongsong pelaksanaan tradisi ritual ngerebong berikutnya. “Dari paruman tersebut, diputuskan upacara ritual ngerebong pelaksanaannya dikembalikan seperti semula (tidak lagi ngubeng), namun dengan protokol kesehatan yang ketat,” jelas Ketut Wisna dalam keterangan persnya di Denpasar, Senin (19/4).
Menurut Ketut Wisna, teknis pelaksanaannya nanti, sebelum prosesi ngerebong dimulai, tidak lagi dilakukan patirtan dengan mengiringi langsung pratima ke Pura Musen. Tetapi, kali ini hanya dilakukan nuur tirta oleh pamangku tanpa membawa pratima. Setelah itu, tirta akan dipercikkan ke pratima yang ditempatkan di Pura Petilan.
"Kalau rangkaian biasanya selama ini, pratima diiringi ke Pura Musen untuk melakukan pasucian. Tetapi, sekarang pratima melinggih di Pura Petilan, sementara yang nuur tirta adalah pamangku," jelas Ketut Wisna.
Saat prosesi ritual ngerebong nanti, kata Ketut Wisna, teknisnya akan dibagi sedemikian rupa untuk menghindari kerumuman, dimana waktu persembahyangannya dibagi dalam tiga sesi berdasarkan wilayah. Untuk pagi mulai pukul 08.00 Wita sampai 10.00 Wita, yang kebagian jatah sembahyang adalah krama dari Desa Kesiman Kertalangu. Sedangkan untuk siang pukul 12.00 Wita sampai 14.00 Wita, yang sembahyang adalah krama dari Desa Kesiman Petilan. Sedangkan pukul 14.00 Wita sampai sore pukul 16.00 Wita, yang sembahyang adalah krama dari Kelurahan Kesiman.
Setelah tiga sesi persembahyangan, menurut Ketut Wisna, barulah dilakukan prosesi puncak ngerebong dengan rangkaian ritual ngurek dan ngider bhuana. "Kalau persembahyangan akan didahulukan, karena yang bikin ramai dulu itu kan jika persembahyangan digabung dengan prosesi ngerebong. Jadi, nantinya setelah selesai sembahyang, krma bisa berkumpul di wantilan sambil menonton ritual ngerebong," papar Ketut Wisna.
Menurut Ketut Wisna, mereka yang ikut dalam ritual ngerebong terbatas nanti, hanya dua-tiga orang pamangku, serta prajuru adat, dan serati banten. Jadi, ritual ngerebong tidak akan seramai sebelum pandemi Covid-19, meskipun rangkaian prosesinya dikembalikan seperti semula.
Krama yang menonton ritual ngerebong di Wantilan Pura Pangrebongan jumlahnya juga dibatasi 50 persen dari kapasitas. “Ini agar bisa menerapkan protokol kesehatan khususnya social distancing,” tandas Ketut Wisna.
Dalam prosesi ngerebong nanti, kata Ketut Wisna, juga akan disiapkan tim medis dari Puskesmas untuk bertugas di sekitar Pura Pangrebongan, yang berlokasi di Jalan WR Supratman Denpasar Timur. Sedangkan pecalang yang dilibatkan bertugas berasal dari semua banjar pengempon.
"Kalau dulu (sebelum pandemi Covid-19, Red), yang ditugaskan hanya 60 orang pecalang Desa Adat Kesiman. Nah, sekarang kita minta bantuan ke semua banjar yang ikut ngempon agar menerjunkan pecalangnya, biar personel lebih banyak dan bisa mengurai krama yang berkerumun," tegas Ketut Wisna. *mis
Komentar