Petinggi Pelindo III Ditetapkan Jadi Tersangka
Terkait Dugaan Penggelapan Saat Menjabat Direktur Utama PT PEL
DENPASAR, NusaBali
Direktur Teknik PT Pelindo III Benoa, Denpasar Selatan, Koko Susanto, ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana penggelapan.
Koko Susanto ditetapkan Dit Reskrimsus Polda Bali sebagai tersangka dalam kapasitasnya selaku mantan Direktur Utama PT Pelindo Energi Logistik (PEL). Selain Koko Susanto, General Manager (GM) PT PEL Regional Bali Nusra, Isryam Bakri, juga ditetapkan Dit Reskrimsus Polda Bali sebagai tersangka kasus yang sama. Keduanya ditetapkan sebagai tersangka, Rabu (31/3) lalu, atas dugaan tindak pidana penggelapan hingga merugikan PT BGT sekitar Rp 40 miliar.
Direktur Reskrimsus Polda Bali, Kombes Pol Yuliar Kus Nugroho, mengungkapkan kasus dugaan penggelapan yang menyeret dua petinggi PT PEL sebagai tersangka itu dilaporkan oleh PT BGT, Januari 2021 lalu. “Setelah dilakukan penyelidikan, keduanya kemudian ditetapkan sebagai tersangka, 31 Maret 2021,” jelas Kombes Yuliar dalam keterang-an persnya di Mapolda Bali, Jalan WR Supratman Nomor 7 Denpasar, Selasa (20/4).
Kombes Yuliar menjelaskan, kasus ini bermula sejak PT PEL yang merupakan anak perusahaan dari PT Pelindo III menjalin kerja sama dengan PT BGT dan PT Indonesia Power (IP) yang merupakan anak PT PLN. Kerja sama tersebut untuk pembangunan Terminal Liquified Natural Gas (LNG) di Dermaga Selatan Pelabuhan Benoa, Kelurahan Pedungan, Kecamatan Denpasar Selatan. Kerja sama itu dimulai sejak 2016 sampai Mei 2021 ini.
Dalam perjanjian itu, kata Kombes Yuliar, ada namanya bangun serah guna. Ada dua klausul penting, yakni sistem Capex dan Opex. Sistem Capex ini adalah PT BGT membangun Kapal FRU Lumbung Dewata. Kapal tersebutr digunakan untuk tempat penyimpanan LNG. Oleh PT BGT akan meregas ke PT IP untuk pembangkit listrik. Sedangkan sistem Opex adalah operasionalisasi regas dari PT BGT ke PT IP.
"Selama 2016, berjalan tanpa masalah. Memasuki tahun 2017, PT BGT dibayar lunas oleh PT PEL. Dalam hal itu dibuat addendum. Addendum itu maksudnya surat perjanjian yang lainnya. Tujuannya, setelah diambil-alih ada perjanjian baru lagi," ungkap Kombes Yuliar.
Sementara, untuk kegiatan regas dari PT BGT ke PT IP, tetap berjalan seperti biasanya. Selama tahun 2017 sampai 2018 berjalan tanpa masalah. Dari PT IP membayar ke PT PEL dengan perhitungan sendiri. PT PEL bayar ke PT BGT, jumlahnya setiap bulan sekitar Rp 4 miliar.
Akhir tahun 2018, Koko Susanto masuk sebagai Direktur Utama PT PEL Regional Bali Nusra. Pada Juni 2019, tiba-tiba GM PT PEL Regional Bali Nusra, Irsyam Bakri, mengeluarkan surat yang isinya PT BGT diambil alih karena ada pergantian kru Kapal LNG Lumbung Dewata yang saat itu berjumlah 22 orang. Padahal, sebenarnya pergantian itu adalah pergantian normal.
PT PEL melanjutkan surat itu ke PT BGT bahwa pengelolaan kru Lumbung Dewata dilakukan oleh PT PEL, sehingga proses regas dilakukan oleh PT PEL ke PT IP. Padahal, dalam addendum tidak ada perjanjian itu. "Tiba-tiba, Kapal LNG Lumbung Dewata itu diambil-alih oleh PT PEL dengan menggunakan surat tadi. Sejak saat itu berjalan sampai sekarang," papar Kombes Yuliar.
Selama 20 bulan, dana Rp 4 miliar yang dihasilkan setiap bulan itu keuntungannya sekitar Rp 2 miliar. Jadi, menurut Kombes Yuliar, sejak diambil alih oleh PT PEL secara sewenang-wenang tanpa alasan yang cukup, PT BGT mengalami kerugian kurang lebih Rp 40 miliar. Kerugian sebesar itu dari perhitungan 20 bulan di mana setiap bulannya keuntungan mencapai Rp 2 miliar.
Sebaliknya, PT IP tidak mengalami kerugian, karena tak ada masalah dengan pasokan gas untuk kebutuhan listrik. "Pertanyaannya, kenapa tidak dilakukan sejak awal? Berarti di sini ada sesuatu maksud dari oknum BUMN dalam hali ini PT PEL yang dilakukan oleh Koko Susanto dan Irsyam Bakri. Dalam kasus ini, keduanya secara bersama-sama melakukan penggelapan," tandas Kombes Yuliar.
Menurut Kombes Yuliar, sampai saat ini pihaknya sudah memeriksa 18 saksi terkait kasus dugaan penggelapan yang merugikan PT BGT sebesar Rp 40 miliar tersebut. Kasusnya masih dilakukan pengembangan, sehingga bukan tidak mungkin dalam perjalannya nanti akan ada tersangka lain.
"Kalau nanti dalam pengembangan ada orang lain yang terima aliran dana, tak menutup kemungkinan ditetapkan tersangka baru,” terang Kombes Yuliar sembari menegaskan tersangka Koko Susanto dan Iryam Bakri dijerat Pasal Pasal 372 KUHP Juncto Pasal 556 KUHP tentang Tindak Pidanan Penggelapan dengan ancaman hukuman maksimal 4 tahun penjara.
Kombes Yuliar menyebutkan, selain seret Koko Susaanto (mantan Direktur Utama PT PEL yang kini Direktor Pelindo III Benoa) dan Irsyam Bakri (GM PT PEL), pihak PT BGT juga polisikan Dirut PT PEL, Wawan. Seperti halnya Koko dan Irsyam, Wawan juga dilaporkan atas dugaan penggelapan, namun objeknya berbeda. Wawan pun sudah ditetapkan sebagai tersangka.
"Wawan melakukan penggelapan Vaporizer alat pengisi gas ke Kapal LNG untuk meregas ke PT IP. Berdasarkan dokumen, alat itu adalah milik PT BGT. Tiba-tiba, alat itu stikernya diganti lalu dipindahkan tempat. Nantinya, alat itu dipasang di bawah kendali PT PEL," papar Kombes Yuliar.
Sementara itu, Humas PT Pelindo III, Siti Juairiah, enggan memberikan banyak komentar terkait kasus yang menyeret sang Direktur Teknik, Koko Susanto, sebagai tersangka. Siti Juariah hanya mengatakan PT Pelindo III tidak akan menghalang-halangi proses yang sedang berlangsung di kepolisian.
"Kasusnya seperti apa, kami dari manajemen PT Pelindo III Regional Bali Nusra tidak tahu. Sepengetahuan saya, belum ada manajemen yang dipanggil untuk dimintai keterangan terkait kasus tersebut," ungkap Siti Juairiah saat didatangi awak media di Kantor PT Pelindo III Kawasan Pelabuhan Benoa, Kelurahan Pedugan, Denpasar Selatan, Selasa siang. *pol
Komentar