Gianyar Sempat Disudutkan Pengacara Terdakwa dan Hakim
Bupati Bangli Made Gianyar akui cabut SK Upah Pungut tahun 2011, karena adanya kasus di Buleleng yang menjerat Bupati Buleleng (saat itu) Putu Bagiada
Bupati Bangli Bersaksi dalam Persidangan Kasus Dugaan Korupsi Upah Pungut
DENPASAR, NusaBali
Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi upah pungut sektor pertambangan Kabupaten Bangli di Pengadilan Tipikor Denpasar, Rabu (7/12), berlangsung panas. Dalam sidang yang menghadirkan Bupati Bangli I Made Gianyar sebagai saksi tersebut, kuasa hukum terdakwa Bagus Rai Dharmayuda (mantan Kadispenda Bangli 2006-2008) dan majelis hakim sempat sudutkan Bupati Made Gianyar.
Bupati Made Gianyar untuk kali pertama dihadirkan ke sidang untuk memberi keterangan kepada terdakwa Bagus Rai Dharmayuda. Dalam sidang yang berlangsung tanpa pendingin ruangan (AC) kemarin sore mulai pukul 15.00 Wita hingga 16.00 Wita itu, awalnya Bupati banyak menyatakan tidak tahu menahu soal upah pungut tahun 2006-2008 saat terdakwa Rai Dharmayuda menjabat sebagai Kadispenda Bangli. Pasalnya, saat itu Gianyar yang menjabat sebagai Wakil Bupati (mendampingi Bupati I Nengah Arnawa) tidak dilibatkan dalam pembahasan SK Upah Pungut. Namun, Gianyar mengakui menerima upah pungut tahun 2006-2008.
Sidang mulai memanas saat kuasa hukum terdakwa, Made Suardika Adnyana, mena-nyakan soal SK Upah Pungut tahun 2011 yang diterbitkan Bupati Made Gianyar dan akhirnya dicabut pada 2012. Bupati juga diketahui mengembalikan upah pungut yang diterima tahun 2011 ke kas daerah. Made Suardika lalu menanyakan alasan pencabutan SK Upah Pungut 2011 dan pengembalian pah pungut tersebut. “Saya mencabut SK tersebut karena ketakutan,” ujar Gianyar.
Gianyar beralasan, pencabutan SK Upah Pungut 2011 tersebut karena adanya kasus di Buleleng yang menjerat Bupati Buleleng (saat itu) Putu Bagiada. Gianyar lalu ditanya soal surat terkait upah pungut yang dikirimkan ke Presiden Jokowi, yang meminta agar proses hukum yang menjerat terdakwa Rai Dharmayuda dan AA Gede Alit Darmawan (mantan Kadipenda Bangli 2009-2010) dihentikan.
Menjawab pertanyaan itu, Bupati Made Gianyar mengatakan bahwa surat tersebut dibuat setelah pihaknya berkoordinasi dengan AA Gede Alit Darmawan (mantan Kadispenda Bangli 2009-2010) dan pejabat lainnya di Bangli. Namun, surat tersebut tidak mendapat balasan dan kasus ini tetap dilanjutkan. Gianyar juga menyebutkan sudah mengembalikan upah pungut yang diterima periode 2006-2010 ke kas daerah sebesar Rp 42 juta.
Persidangan kemarin sore memanas ketika Jaksa Penuntut Umum (JPU) Erlan Jaelani memprotes pertanyaan kuasa hukum terdakwa, yang disebut tidak ada relevansinya dengan persidangan. Kuasa hukum terdakwa, Made Suardika, pun langsung membalas protes JPU.
“Pertanyaan kami ini ingin mencari kebenaran materil, terutama soal kerugian negara yang semua dibebankan kepada terdakwa. Padahal, semua pejabat menerima dan malah ada yang sudah mengembalikan,” tangkis Suardika.
Suardika juga meminta kepada majelis hakim sesuai Peraturan MA dan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) untuk memerintahkan kejaksaan agar memproses semua pejabat yang terlibat dan menerima upah pungut, termasuk Bupati Made Gianyar. “Nanti kami pertimbangkan dalam putusan,” ujar majelis hakim dan kembali mempersilakan Suardika melanjutkan pertanyaannya.
Di akhir sidang, giliran majelis hakim yang menyudutkan Gianyar. Saat itu, majelis hakim menanyakan terkait SK Upah Pungut tahun 2010 yang dipakai dasar pembagian upah pungut. Menjawab hakim, Gianyar mengatakan bahwa tahun 2010 tidak ada SK Upah Pungut. Namun, Gianyar mengaku menerima upah pungut sebagai Bupati tepat setelah Bupati Bangli sebelumnya, I Nengah Arnawa, lengser Agustus 2010. “Nah, yang ada SK saja jadi masalah, apalagi yang tidak ada SK-nya,” sergah majelis hakim.
Majelis hakim juga mengetes susunan anggota Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkompinda). Gianyar menyebut anggota Forkompinda adalah Bupati, Kejari, Pengadilan, Kapolres, dan Dandim. Namun, penjelasan Gianyar ternyata keliru. Menurut hakim Sutrisno, pengadilan tidak masuk dalam susuna Forkomindo. "Saya mengetes bapak satu aturan saja, bapak salah, padahal itu aturan kecil. Itu pertanda bapak sebagai Bupati tidak paham," sentil hakim Sutrisno.
Sementara itu, Bupati Made Gianyar enggan berkomentar banyak saat ditemui seusai sidang. Alasannya, dia sudah menjelaskan semuanya di persidangan. Termasuk saat ditanya mengenai komentar mantan Bupati Nengah Arnawa yang minta dirinya diseret sebagai tersangka, Gianyar enggan berkomentar. “Saya no comment, karena saya tidak boleh mengomentari orang lain,” elak Bupati Bangli 2010-2015 dan 2016-2021 ini. * rez
Komentar