Dapat Insentif, Asosiasi Ritel Sambut Positif
Pembebasan sementara pajak penjualan dapat meningkatkan penjualan
JAKARTA, NusaBali
Ritel menjadi salah satu sektor usaha yang paling telak terdampak pandemi covid-19.
Pemerintah pun berencana memberikan insentif bagi pusat perbelanjaan atau mall untuk mempercepat pemulihan di industri ritel.
Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Alphonzus Widjaja menyampaikan, secara umum ada dua jenis insentif yang diperlukan pelaku usaha. Yakni insentif untuk mendongkrak penjualan serta insentif untuk meringankan beban pelaku usaha.
Menurutnya, insentif berupa pembebasan sementara pajak penjualan diharapkan dapat meningkatkan penjualan yang sudah lebih dari setahun ini merosot tajam. Pembebasan sementara pajak-pajak yang bersifat final akan meringankan beban pelaku usaha yang sudah dalam kondisi terpuruk sejak pandemi Covid-19 masuk ke Indonesia pada tahun lalu.
"Jadi dengan kedua jenis insentif tersebut maka diharapkan dapat segera mendongkrak penjualan dan sekaligus juga menyelamatkan pelaku usaha yang sudah mulai bertumbangan sejak tahun lalu yang masih terus berlangsung sampai dengan saat ini," kata Alphon seperti dikutip dari Kontan.co.id, Sabtu (24/4).
Dia menyampaikan, pada Kuartal I-2021 ini memang ada peningkatan kunjungan ke pusat perbelanjaan. Namun secara umum untuk periode Januari-Maret 2021 rata-rata tetap masih berada di bawah 50 persen.
Dari sisi tenant, sejak tahun lalu sampai dengan sekarang tingkat okupansi di pusat perbelanjaan secara rerata berkurang sekitar 10-20 persen akibat para penyewa yang menutup usahanya. Ditambah dengan minimnya Penyewa yang membuka usaha ataupun membatalkan rencana usaha baru karena menunggu perkembangan perekonomian ke depan.
"Memang benar sudah ada mulai pertumbuhan tapi masih jauh karena total pertumbuhan yang terjadi selama ini hanya baru bisa sebatas mengurangi minus-nya saja," terang Alphon.
Dihubungi terpisah, Ketua Umum Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Budihardjo Iduansjah menyampaikan, meruginya sejumlah perusahaan supermarket-hypermarket skala besar menjadi gambaran keterpurukan industri ritel dan penyewa pusat perbelanjaan pada tahun lalu. Kata dia, penurunan setiap segmen memang berbeda.
Untuk restoran dan fashion misalnya, penurunan omzet pada tahun lalu mencapai 80 persen. Untuk bioskop, bahkan menyentuh 90 persen. Sedangkan penyewa mall seperti tempat permainan anak bahkan harus tutup sepanjang tahun.
Budi mengamini, pertumbuhan yang mulai terjadi pada Maret dan April 2021 belum mampu mengangkat kinerja peritel dan penyewa pusat perbelanjaan. Oleh sebab itu, insentif sangat dibutuhkan bagi ekosistem ritel termasuk untuk pemasok (supplier).
"Sejak Maret-April memang sudah mulai naik, setiap bulan ada kenaikan, minusnya berkurang. Tapi kami sudah kehabisan dana. Contohnya untuk bisa stok itu sudah susah, apalagi supplier juga dalam kondisi sulit. Insentif penting agar pemulihan bisa dipercepat," terang Budi.
Dia memberikan perbandingan, insentif yang dikucurkan pemerintah untuk sektor otomotif (insentif PPnBM) dan bagi sektor properti (DP 0% dan PPN ditanggung pemerintah) sukses mendorong penjualan mobil dan rumah siap huni. Budi berharap, insentif serupa bisa segera diberikan pemerintah kepada sektor ritel.
Harapannya, insentif tersebut bisa segera diberlakukan pada bulan Mei nanti. "Harapan kami secepat mungkin, bulan Mei sudah bisa diterapkan. (Pemberlakuan insentif) paling tidak selama enam bulan, paling sedikit tiga bulan sampai Agustus," ujarnya.
Budi menyampaikan, Hippindo pun sudah menemui Presiden Joko Widodo untuk menyampaikan usulan tersebut, pada Kamis (22/4) lalu. Ada tiga utama yang Hippindo sampaikan kepada Presiden. Pertama, mengenai permintaan vaksin untuk ekonomi dan kesehatan.
Kedua, mengenai kondisi keuangan arus kas ritel selama pandemi, dan Ketiga, mengenai usulan untuk menggerakkan ekonomi guna pemulihan ekonomi nasiona. *
Komentar