Bali Menjadi Penyaji Terbaik
Berbagai kendala ditemui, seperti kostumnya terpaksa dirakit di Jakarta karena tidak bisa diangkut pesawat. Dua penari mendadak meriang menjelang pentas.
Festival Nasional Tari Tradisi
DENPASAR, NusaBali
Komunitas Pancer Langit yang mewakili Bali dalam ajang Festival Nasional Tari Tradisi di Gedung Teater Bhineka Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta, Minggu (4/10) lalu, pulang dengan hasil yang sangat menggembirakan. Perjuangan para seniman Pulau Dewata ini berhasil menorehkan kebanggaan setelah terpilih menjadi penyaji terbaik bersama enam provinsi lainnya di festival bertaraf nasional tersebut.
Ditemui di kediamannya di Desa Kapal, Kecamatan Mengwi, Badung, Selasa (6/10) sore, koreografer sekaligus pendiri Komunitas Pancer Langit Anak Agung Gede Agung Rahma Putra SSn MSn, mengaku begitu lega, bahagia sekaligus puas. Pasalnya, berbagai kendala yang dihadapinya selama persiapan hingga menuju detik-detik pementasan, kini terbayar sudah dengan totalitas penampilan para penari yang membungkam perhatian para penonton, termasuk duta seni daerah lain.
“Meskipun ada beberapa perubahan menjelang akan pentas, namun saya lega para penari dapat maksimal saat tampil. Syukur tidak ada kesalahan sedikit pun,” ujarnya.
Sebuah suguhan garapan tari berjudul ‘Tari Pertiwi Jati’ yang dibawakan oleh 18 orang seniman muda, yakni 5 penari wanita, 4 penari pria, serta 9 penabuh ini mampu meraih predikat penyaji terbaik bukan tanpa rintangan. Bahkan detik-detik menuju pentas pun beberapa seniman mengalami kendala.
Alumnus ISI Denpasar dan ISI Jogjakarta ini menuturkan, sejak awal persiapan memang menemui kendala. Saat itu, Komunitas Pancer Langit ditunjuk oleh Dinas Kebudayaan Provinsi Bali sekitar sebulan sebelum pentas. Tema festival kali ini yang mengusung konsep ‘Refleksi pada Kekinian Tradisi’, ia memilih tradisi tipat bantal untuk diangkat. Namun Gung Rahma sempat mengalami sakit demam berdarah (DB) sehingga tak mampu mendampingi kru-nya untuk latihan.
“Saya waktu sakit selalu memikirkan hal ini. Tapi ada juga yang membantu proses persiapannya. Sampai akhirnya saya pulih, kami menciptakan tarian sekaligus latihan cuma lima kali,” tuturnya.
Tari Pertiwi Jati terinsipirasi dari tradisi perang tipat bantal di Desa Adat Kapal, Mengwi, Badung. Perang tipat bantal merupakan sebuah tradisi berdasarkan Lontar Aci Rah Pengangon, tipat dan bantal sebagai simbolisasi purusa-pradhana. Pada dasarnya pertemuan purusa dan pradhana ini nantinya akan mewujudkan kesuburan. Dalam konteks ini, kesuburan dilambangkan dengan kehidupan agraris. Masyarakat Desa Kapal meyakini jika tradisi ini tidak dilaksanakan, maka sawah di Desa Kapal akan mengalami kekeringan dan diserang hama.
Selanjutnya...
Komentar