Penutupan Ashram HK Kewenangan Desa Adat
Sukahet: Jika HK Keberatan, Silakan Tempuh Jalur Hukum
DENPASAR, NusaBali
Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali mengeluarkan pernyataan tegas terhadap penutupan Ashram Hare Krisna di Jalan Bypass Ngurah Rai, Padanggalak, Denpasar Timur oleh Desa Adat Kesiman.
Bendesa Agung MDA Provinsi Bali, Ida Panglingsir Agung Putra Sukahet mengatakan Desa Adat punya kewenangan sendiri menutup Ashram HK tanpa campur tangan pihak manapun dalam upaya menjaga keamanan, kenyamanan dan kesukertan (kerukunan dan kesejahteraan) di wilayahnya. Kalau keberatan Sukahet mempersilahkan pihak HK menempuh jalur hukum.
Hal itu diungkapkan Sukahet usai pertemuan yang difasilitasi Kakanwil Agama Provinsi Bali bersama Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali, Polda Bali, perwakilan Kodam IX/Udayana, Kejaksaan dan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) di Kantor Wilayah (Kanwil) Agama Provinsi Bali, Niti Mandala Denpasar, Jumat (30/4).
Pertemuan elemen dan tokoh masyarakat ini digelar atas fasilitasi Kakanwil Agama Provinsi Bali Komang Sri Marheni. Pertemuan juga dihadiri Wakapolda Bali Brigjen Pol I Ketut Suardana. Pertemuan digelar dari pukul 09.30 Wita hingga pukul 11.19 Wita. Usai pertemuan tertutup tersebut disepakati Bendesa Agung Putra Sukahet memberikan keterangan kepada media.
Sukahet menegaskan Desa Adat selalu diperankan dalam Republik Indonesia. Desa Adat diberikan hak menjaga kesukertan, kerukunan dan keharmonisan di wilayahnya. Desa Adat dilindungi Undang-Undang Dasar. "Kalau ada yang dinilai mengganggu kerukunan dan keamanan Desa Adat berwenang bertindak, itu tidak melanggar hukum sama sekali. Asal tidak anarkis. Tidak dengan kekerasan. Kalau anarkis ya melanggar hukum. Kalau cuman keluarkan keputusan mengatur wewidangannya ya tidak melanggar hukum. Kalau pihak HK merasa keberatan silakan menempuh jalur hukum," ujar Sukahet.
Dalam pertemuan kemarin menurut Sukahet sudah klir sepakat menjaga kerukunan umat beragama di Bali. "Kanwil Agama, Polda Bali, Kodam IX/ Udayana, Kejaksaan, MDA, PHDI dan elemen masyarakat sepakat memelihara kerukunan. Soal HK dan aliran non dresta Bali ditolak di Bali ini, dibekukan dengan Surat Keputusan Bersama (SKB) MDA dan PHDI bukan atas perbedaan atau anti budaya asing, tidak anti India. Jangan dibelokkan ke situ. Penutupan ashram karena ada etika yang prinsipiil dilanggar," ujarnya.
Menurut Sukahet pihak HK dinilai telah melanggar etika dengan menyebarkan keyakinan yang berbeda dengan Agama Hindu dresta Bali, dan dengan mendiskreditkan Hindu Bali. "Kasarnya ada kampanye jualan bahwa HK itu lebih praktis dan lebih ekonomis. Desa Adat di sini punya hak menjaga kerukunan dan keharmonisan wilayahnya. Kalau ada gangguan yang sensitif terhadap Hindu dresta Bali ya dilakukan tindakan dengan cara hukum. Tanpa kekerasan. Kalau ada kekerasan kami MDA tidak bisa bertanggungjawab. Jangan sampai berimbas dan berbalik ke pidana," ujar advokat senior ini.
"Marilah dengan elegan. Cara hukum dikedepankan. Kalau ada yang keberatan silahkan tempuh jalur hukum di pengadilan," ujar Sukahet. Sukahet berharap pemerintah hadir menyelesaikan masalah ini. "PHDI dan MDA sudah berusaha selesaikan persoalan ini dengan kedepankan kerukunan umat di Bali. Dengan cara-cara bermartabat," ujar Sukahet. Ketika ditanya kenapa HK tidak dilibatkan untuk duduk bersama membahas masalah penutupan Ashram? Sukahet menegaskan Bali sangat sensitif kalau HK diajak duduk bersama.
"Bali ini sangat sensitif. Tetapi kalau nanti ada lembaga lebih tinggi seperti DPR, Menteri Agama, mempertemukan silahkan saja, itu lebih baik begitu," tegas Sukahet. *nat
Komentar