Mengintip Kerbau Suci di Tenganan Pagringsingan
Hidup Tanpa Gembala, Tak Pernah Tersesat
Kerbau ini selalu berkumpul di satu tempat, kemudian mulai pagi bergerombol mencari pakan sendiri ke tegalan warga dan hutan. Setelah senja, kerbau-kerbau itu akan kembali beriringan ke tempat semula.
AMLAPURA, NusaBali
Desa Adat Tenganan Pagringsingan, Desa Tenganan, Kecamatan Manggis, Karangasem, salah satu desa unik di Bali. Tak hanya karena tradisinya. Salah satu keunikan desa ini yakni ada kawanan kerbau yang tergembala secara liar di wawindangan (wilayah) desa. Keunikan tak ada di desa lain.
Namun, berdasarkan keyakinan masyarakat setempat, kerbau yang dilepas liar tersebut sesungguhnya secara niskala dikendalikan makhluk gaib. Kerbau ini selalu berkumpul di satu tempat, kemudian mulai pagi bergerombol mencari pakan sendiri ke tegalan warga dan hutan. Setelah senja, kerbau-kerbau itu akan kembali beriringan ke tempat semula.
Desa Adat Tenganan Pagringsingan dengan batas wilayah, di bagian utara tembus ke Banjar Gumung, Banjar Bukit Kangin, Banjar Bukit Kauh, Desa Tenganan, bisa tembus ke Desa Bungaya, Kecamatan Bebandem. Meski demikian, belum pernah ada kerbau yang hilang atau tersesat.
Kerbau di Desa Adat Tenganan Pagringsingan sejak lahir hidungnya tidak ditelusuk tali, sebagaimana umumnya kerbau ditelusuk hidung untuk pengikatan tali. Setiap kerbau terbiarkan hidup bebas hingga tua. Warga tak tahu persis kisah kapan populasi kerbau ini muncul. Mulanya warga tahu terdapat 15 ekor kerbau. Kini tersisa 8 ekor. Setahun sekali krama Desa Adat Tenganan Pagringsingan mengurbankan seekor kerbau saat upacara Usaba Sambah, bulan Juni. Usaba ini ditandai adanya atraksi budaya Geret Pandan, atau Perang Pandan.
Keberadaan pengembala niskala (gaib) kerbau Tenganan Pagringsingan diakui Kelian Desa Adat Tenganan Pagringsingan Putu Madri. Penhaman sama diakui kelian lain yakni Ketut Pancawan, I Wayan Mudana, Putu Suarjana, I Kadek Supadnyana dan I Gede Wiradnyana, mewilayahi tiga banjar adat Banjar Kauh, Banjar Tengah dan Banjar Pande.
Madri menuturkan, krama Desa Adat Tenganan Pagringsingan percaya kalau kerbau-kerbau itu dikendalikan secara niskala. Sehingga kerbau tidak pernah sampai hilang ke luar wilayah desa. Apalagi di wilayah Desa Adat Tenganan Pagringsingan tidak kekurangan makanan karena banyak kebun dan hutan menyediakan pakan ternak. "Keberadaan kerbau di Desa Adat Tenganan Pagringsingan, memang ada yang mengendalikan secara niskala," jelas Putu Madri dihubungi di Pura Bale Agung, Desa Adat Tenganan Pagringsingan, Desa Tenganan, Kecamatan Manggis, Karangasem, Sabtu (1/5).
Kerbau yang mencari makan keliling desa tidak tentu kedatangannya. Biasanya pagi ke kebun, datang pukul 13.00 Wita, selalu bergerombol, dan istirahatnya juga bergerombol di depan Pura Bale Agung. Selanjutnya kembali ke kebun, kemudian datang lagi jelang petang.
Keberadaan kerbau di Desa Adat Tenganan Pagringsingan menurut Madri terbilang unik. Kerbau tidak pernah merasa terganggu atas kehadiran manusia dan warga setempat juga tidak pernah usil atas keberadaan kerbau itu.
"Selain dijaga warga, kerbau itu juga dikendalikan secara niskala, itulah yang membuat keberadaan kerbau di Desa Adat Tenganan Pagringsingan, selalu aman," tuturnya.
Terkait dengan menyusutnya jumlah kerbau yang mulanya 15 ekor menjadi hanya delapan ekor, Kelian Desa Adat Putu Suarjana mengatakan jumlah kerbai berkurang karena belum tentu setiap tahun ada kerbau yang melahirkan godel, selain itu ada kerbai yang mati karena sakit dan jatuh ke sungai. "Kerbau jumlahnya menyusut karena banyak faktor. Faktor kena virus, mati karena jatuh di sungai, di samping dipakai untuk upacara," jelas mantan Perbekel Tenganan ini. *k17
Namun, berdasarkan keyakinan masyarakat setempat, kerbau yang dilepas liar tersebut sesungguhnya secara niskala dikendalikan makhluk gaib. Kerbau ini selalu berkumpul di satu tempat, kemudian mulai pagi bergerombol mencari pakan sendiri ke tegalan warga dan hutan. Setelah senja, kerbau-kerbau itu akan kembali beriringan ke tempat semula.
Desa Adat Tenganan Pagringsingan dengan batas wilayah, di bagian utara tembus ke Banjar Gumung, Banjar Bukit Kangin, Banjar Bukit Kauh, Desa Tenganan, bisa tembus ke Desa Bungaya, Kecamatan Bebandem. Meski demikian, belum pernah ada kerbau yang hilang atau tersesat.
Kerbau di Desa Adat Tenganan Pagringsingan sejak lahir hidungnya tidak ditelusuk tali, sebagaimana umumnya kerbau ditelusuk hidung untuk pengikatan tali. Setiap kerbau terbiarkan hidup bebas hingga tua. Warga tak tahu persis kisah kapan populasi kerbau ini muncul. Mulanya warga tahu terdapat 15 ekor kerbau. Kini tersisa 8 ekor. Setahun sekali krama Desa Adat Tenganan Pagringsingan mengurbankan seekor kerbau saat upacara Usaba Sambah, bulan Juni. Usaba ini ditandai adanya atraksi budaya Geret Pandan, atau Perang Pandan.
Keberadaan pengembala niskala (gaib) kerbau Tenganan Pagringsingan diakui Kelian Desa Adat Tenganan Pagringsingan Putu Madri. Penhaman sama diakui kelian lain yakni Ketut Pancawan, I Wayan Mudana, Putu Suarjana, I Kadek Supadnyana dan I Gede Wiradnyana, mewilayahi tiga banjar adat Banjar Kauh, Banjar Tengah dan Banjar Pande.
Madri menuturkan, krama Desa Adat Tenganan Pagringsingan percaya kalau kerbau-kerbau itu dikendalikan secara niskala. Sehingga kerbau tidak pernah sampai hilang ke luar wilayah desa. Apalagi di wilayah Desa Adat Tenganan Pagringsingan tidak kekurangan makanan karena banyak kebun dan hutan menyediakan pakan ternak. "Keberadaan kerbau di Desa Adat Tenganan Pagringsingan, memang ada yang mengendalikan secara niskala," jelas Putu Madri dihubungi di Pura Bale Agung, Desa Adat Tenganan Pagringsingan, Desa Tenganan, Kecamatan Manggis, Karangasem, Sabtu (1/5).
Kerbau yang mencari makan keliling desa tidak tentu kedatangannya. Biasanya pagi ke kebun, datang pukul 13.00 Wita, selalu bergerombol, dan istirahatnya juga bergerombol di depan Pura Bale Agung. Selanjutnya kembali ke kebun, kemudian datang lagi jelang petang.
Keberadaan kerbau di Desa Adat Tenganan Pagringsingan menurut Madri terbilang unik. Kerbau tidak pernah merasa terganggu atas kehadiran manusia dan warga setempat juga tidak pernah usil atas keberadaan kerbau itu.
"Selain dijaga warga, kerbau itu juga dikendalikan secara niskala, itulah yang membuat keberadaan kerbau di Desa Adat Tenganan Pagringsingan, selalu aman," tuturnya.
Terkait dengan menyusutnya jumlah kerbau yang mulanya 15 ekor menjadi hanya delapan ekor, Kelian Desa Adat Putu Suarjana mengatakan jumlah kerbai berkurang karena belum tentu setiap tahun ada kerbau yang melahirkan godel, selain itu ada kerbai yang mati karena sakit dan jatuh ke sungai. "Kerbau jumlahnya menyusut karena banyak faktor. Faktor kena virus, mati karena jatuh di sungai, di samping dipakai untuk upacara," jelas mantan Perbekel Tenganan ini. *k17
1
Komentar