Bali Harus Genjot Ekspor
Pemerintah harus turun tangan mengatasi kelangkaan kontainer
DENPASAR,NusaBali
Bali harus menggenjot ekspor untuk 'mengganti' lenyapnya devisa dari sektor pariwisata yang terpuruk dirajam pandemi COVID-19. Potensi itu ada,walau tidak gampang mewujudkannya. Namun dari catatan BPS peluang menggenjot ekspor itu terbuka. Terbukti di tengah pandemi nilai ekspor Bali meningkat. Walaupun baru dalam hitungan bulanan.
Pengamat ekonomi yang juga akademisi dari Undiknas Denpasar, Prof Ida Bagus Raka Suardana menyatakan Senin(3/5). "Komoditas apapun itu harus digenjot, ditingkatkan,"ujarnya.
Hal tersebut disampaikan Raka Suardana menyusul tren meningkatnya ekspor Bali, walaupun dalam masa pandemi. "Sementara semasih pandemi kita memang tak bisa berharap dari pariwisata," ujarnya.
Kalaupun border pariwisata dibuka, sejumlah halangan mengganjal. Mulai berbagai persyaratan keluar masuk (ke suatu negara) yang wajib dipenuhi. Selain itu kondisi perekonomian yang masih berat juga akibat pandemic masih dialami negara-negara pemasok dominan wisman untuk Bali selama ini, diantaranya Australia, India, Jepang dan lainnya.
"Jadi masih berat kalau saat ini menjadikan pariwisata sebagai driver pertumbuhan ekonomi Bali," ujar guru besar bidang ekonomi dan manajemen ini.
Karenanya tren meningkatnya ekspor sebagai momen untuk mendiversifikasi sumber pertumbuhan ekonomi, di luar sektor pariwisata.
Raka Suardana menyebut beberapa komoditas potensial Bali yang sudah dikenal. Antara lain ikan dan udang, pakaian jadi bukan rajutan, handicraft, peralatan rumah tangga termasuk produk pertanian dan perkebunan.
Komoditas-komoditas itulah yang terus ditingkatkan. Devisa dari komoditas tersebut diharap bisa mengkompensasi hilangnya pendapatan dari pariwisata. Tentu kata Raka Suardana, produk atau komoditas ekspor dimaksud kompetitif di semua aspek: kualitas, harga, ketepatan pengiriman dan aspek lainnya.
Keterbatasan kontainer maupun kargo yang menjadi ganjalan eksportir, harus segera diselesaikan. Pemerintah tegasnya, harus turun tangan mengatasi kelangkaan kontainer atau kargo itu.
Selama ini Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Bali dominan bergantung pada pariwisata."Kita terlalu dininabobokan pariwisata," ujarnya. Akhirnya saat pariwisata terpuruk, Bali pun tidak bisa mengelak, ikut terpuruk.
Untuk itu tren peningkatan ekspor Bali dalam beberapa bulan ini, kata Raka Suardana jadi momentum mendongkrak volume maupun nilai ekspor Bali.
Tren meningkatnya ekspor Bali terungkap dari release BPS Provinsi Bali, Senin(3/5). Kepala BPS Bali Hanif Yahya menyatakan, ekspor Bali pada Maret lalu sebesar 47.599.877 dollar AS. Nilai tersebut meningkat 19,76 persen dari Februari 2021 atau secara month to month.
Tidak saja secara bulan. "Secara year on year juga meningkat, " jelasnya. Secara tahunan yakni nilai ekspor Bali pada Maret 2020 dibanding Maret 2021 meningkat 7,79 persen.
Ekspor ke Jepang yang lonjakannya paling tinggi yakni 55,99 persen dari 5 besar negara tujuan ekspor Bali. Ekspor ke Jepang didominasi ekspor ikan dan udang. Selain Jepang 5 besar tujuan ekspor Bali adalah AS, Australia, Tiongkok dan Prancis. *k17
Pengamat ekonomi yang juga akademisi dari Undiknas Denpasar, Prof Ida Bagus Raka Suardana menyatakan Senin(3/5). "Komoditas apapun itu harus digenjot, ditingkatkan,"ujarnya.
Hal tersebut disampaikan Raka Suardana menyusul tren meningkatnya ekspor Bali, walaupun dalam masa pandemi. "Sementara semasih pandemi kita memang tak bisa berharap dari pariwisata," ujarnya.
Kalaupun border pariwisata dibuka, sejumlah halangan mengganjal. Mulai berbagai persyaratan keluar masuk (ke suatu negara) yang wajib dipenuhi. Selain itu kondisi perekonomian yang masih berat juga akibat pandemic masih dialami negara-negara pemasok dominan wisman untuk Bali selama ini, diantaranya Australia, India, Jepang dan lainnya.
"Jadi masih berat kalau saat ini menjadikan pariwisata sebagai driver pertumbuhan ekonomi Bali," ujar guru besar bidang ekonomi dan manajemen ini.
Karenanya tren meningkatnya ekspor sebagai momen untuk mendiversifikasi sumber pertumbuhan ekonomi, di luar sektor pariwisata.
Raka Suardana menyebut beberapa komoditas potensial Bali yang sudah dikenal. Antara lain ikan dan udang, pakaian jadi bukan rajutan, handicraft, peralatan rumah tangga termasuk produk pertanian dan perkebunan.
Komoditas-komoditas itulah yang terus ditingkatkan. Devisa dari komoditas tersebut diharap bisa mengkompensasi hilangnya pendapatan dari pariwisata. Tentu kata Raka Suardana, produk atau komoditas ekspor dimaksud kompetitif di semua aspek: kualitas, harga, ketepatan pengiriman dan aspek lainnya.
Keterbatasan kontainer maupun kargo yang menjadi ganjalan eksportir, harus segera diselesaikan. Pemerintah tegasnya, harus turun tangan mengatasi kelangkaan kontainer atau kargo itu.
Selama ini Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Bali dominan bergantung pada pariwisata."Kita terlalu dininabobokan pariwisata," ujarnya. Akhirnya saat pariwisata terpuruk, Bali pun tidak bisa mengelak, ikut terpuruk.
Untuk itu tren peningkatan ekspor Bali dalam beberapa bulan ini, kata Raka Suardana jadi momentum mendongkrak volume maupun nilai ekspor Bali.
Tren meningkatnya ekspor Bali terungkap dari release BPS Provinsi Bali, Senin(3/5). Kepala BPS Bali Hanif Yahya menyatakan, ekspor Bali pada Maret lalu sebesar 47.599.877 dollar AS. Nilai tersebut meningkat 19,76 persen dari Februari 2021 atau secara month to month.
Tidak saja secara bulan. "Secara year on year juga meningkat, " jelasnya. Secara tahunan yakni nilai ekspor Bali pada Maret 2020 dibanding Maret 2021 meningkat 7,79 persen.
Ekspor ke Jepang yang lonjakannya paling tinggi yakni 55,99 persen dari 5 besar negara tujuan ekspor Bali. Ekspor ke Jepang didominasi ekspor ikan dan udang. Selain Jepang 5 besar tujuan ekspor Bali adalah AS, Australia, Tiongkok dan Prancis. *k17
Komentar