8 Elemen Masyarakat Gerudug Sri Jagatnatha Gourangga Ashram
Wujud Dukung terhadap MDA dan PHDI Bali Pasca Disomasi MKKBN
Sebelum datangi dan tutup Sri Jagatnatha Gourangga Ashram di Sidakarya kemarin siang, massa dari 8 elemen masyarakat lebih dulu deklarasi dukung MDA Provinsi Bali dan PHDI Bali di Sekretariat Sandhi Murti
DENPASAR, NusaBali
Sekitar 50 orang dari 8 elemen masyarakat gerudug Sri Jagatnatha Gourangga Ashram di Jalan Tukad Balian Nomor 108 X Denpasar kawasan Kelurahan Sidakarya, Kecamatan Denpasar Selatan, Jumat (7/4) siang. Gerakan tutup ashram penganut aliaran Hare Krishna tersebut sebagai bentuk dukungan terhadap Surat Keputusan Bersama (SKB) Majeleis Desa Adat Bali (MDA) Provinsi Bali dan Parisadha Hin-du Dharma Indonesia (PHDI) Bali.
Delapan (8) elemen masyarakat yang bergerak di Sri Jagatnatha Gourangga Ashram, Jumat siang pukul 12.00 Wita, tersebut terdiri dari Sandhi Murti, Taksu Bali, Komponen Rakyat Bali, Bramastra, Cakra Wayu, Masyarakat Nusa, Forum Koordinasi Hindu Bali, dan Amukti Palapa Nusantara.
Sebelum gerudug ashram, massa berkekuatan 50 orang tersebut lebih dulu deklarasi mendukung MDA Provinsi Bali dan PHDI Bali pasca disomasi oleh Majelis Ketahanan Krama Bali Nusantara (MKKBN), Selasa (4/5) lalu. Acara deklarasi dukung MDA Provinsi Bali dan PHDI Bali berlangsung di Sekretariat Sandhi Murti, Jalan Tukad Citarum Nomor 72 Kelurahan Renon, Kecamatan Denpasar Selatan.
Usai deklarasi dukung MDA Provinsi Bali dan PHDI Bali, massa langsung bergerak menuju Sri Jagatnatha Gourangga Ashram di Kelurahan Sidakarya, dengan menggunakan satu mobil komando. Massa membawa serta seperangkat gamelan gong dan satu spanduk.
Spanduk yang kemudian dipasang di pintu masuk Sri Jagatnatha Gourangga Ashram itu bertuliskan ‘Kami dengan Segenap Jiwa dan Raga Mendukung SKB PHDI dan MDA Melarang dan Menolak Sampradaya yang tidak sesuai dengan Dresta Bali dan Siap Mendukung Desa Adat Menutup Ashramdaya Non Dresta Bali’.
Pinisepuh Perguruan Sandhi Murti, I Gusti Ngurah Harta, yang turut hadir dalam aksi tersebut, mengatakan apa yang dilakukan adalah bentuk pembelaan terhadap desa adat di Bali yang menurutnya dikriminalisasi oleh MKKBN. IGN Harta menegaskan dukung PHDI dan MDA Provinsi Bali pasca disomasi MKKBN.
“Kita ingin Sampradaya Non Dresta Bali itu tidak ada di bawah pengayoman PHDI Pusat. Sebab, mereka telah menghina dan mendiskreditkan adat budaya Bali. Kita mendukung SKB MDA Provinsi Bali dan PHDI Bali,” tegas IGN Harta saat dikonfirmasi, Jumat sore.
Dia tegas mengatakan akan terus melakukan gerakan-gerakan melawan aliran Hare Krishna. Menurut IGN Harta, pihaknya tengah melakukan pengecekan ashram di berbagai daerah di Bali yang beraliran Hare Krishna. “Kami juga bergerak ke berbagai kabupaten di Bali,” katanya.
Sementara itu, Bendesa Adat Sidakarya, I Ketut Suka, mengaku tidak mengetahui aksi penutupan ashram tersebut. Menurut Ketut Suka, sebelumnya dia pernah didatangi oleh orang yang mengaku dari Sandhi Murti dan mempertanyakan tindak lanjut SKB MDA Provinsi Bali-PHDI Bali.
Saat didatangi orang Sandhi Murti tersebut, Ketut Suka mengatakan belum mengambil langkah karena masih banyak kendala. Salah satunya yang paling penting, belum melakukan paruman desa adat. Disebutkan, segala tindakan yang akan dilakukan haruslah melalui paruman.
“Rencananya besok (hari ini) kita gelar paruman. Saat ini, secara formal desa adat belum ada keputusan. Apa hasil paruman besok, itu yang akan ditindaklanjuti. Jadi, dalam aksi yang terjadi tadi siang (kemarin), secara formal Desa Adat Sidakarya belum ikut,” papar Ketut Suka.
Di sisi lain, pengurus Sri Jagatnatha Gourangga Ashram, Wayan Sujana, enggan memberikan komentar. “Mohon maaf, kami sedang rapat,” elak Wayan Sujana saat dikonfirmasi melalui WhatsApp, Jumat kemarin.
Pantauan NusaBali, Jumat sore, Sri Jagatnatha Gourangga tampak sepi. Pintu gerbang dari kayu juga ditutup. Terlihat hanya dua perempuan sedang melakukan kegiatan bersih-bersih di sana. Mereka pun enggan berkomentar.
“Mohon maaf, saya tidak tahu apa masalahnya. Saat warga datang, saya sedang di belakang. Warga juga tidak ada yang masuk ke dalam. Mereka hanya orasi dan pasang spanduk,” cerita perempuan yang mengaku sudah 10 tahun ngayah di ashram ini sambil menunjuk spanduk yang telah dipasang warga di atas pintu gerbang.
Sedangkan seorang warga yang tinggal di sekitar Sri Jagatnatha Gou-rangga, Ketut Maya, juga mengaku tidak mengetahui apa yang disampaikan oleh massa yang mendatangi ashram. Ketut Maya pun mengaku tidak tahu persis kegiatan di dalam pasraman. “Saya dapat informasi bahwa pasraman itu tempat sembahyang penganut aliran Hare Krishna,” katanya.
Ketut Maya menyebutkan, sebelum pandeki Covid-19, setiap hari Minggu banyak orang datang bersembahyang di sana. Namun, sejak Covid-19, pasraman ini relatif sepi. “Selama Covid-19, di sini sering bagi sembako seperti gula, beras, mie, telor, dan minyak goreng. Bahkan ada dokter yang memberikan pelayanan gratis. Saya pernah masuk ke situ karena dipanggil untuk dikasi sembako,” kenang Ketut Maya. *pol
Delapan (8) elemen masyarakat yang bergerak di Sri Jagatnatha Gourangga Ashram, Jumat siang pukul 12.00 Wita, tersebut terdiri dari Sandhi Murti, Taksu Bali, Komponen Rakyat Bali, Bramastra, Cakra Wayu, Masyarakat Nusa, Forum Koordinasi Hindu Bali, dan Amukti Palapa Nusantara.
Sebelum gerudug ashram, massa berkekuatan 50 orang tersebut lebih dulu deklarasi mendukung MDA Provinsi Bali dan PHDI Bali pasca disomasi oleh Majelis Ketahanan Krama Bali Nusantara (MKKBN), Selasa (4/5) lalu. Acara deklarasi dukung MDA Provinsi Bali dan PHDI Bali berlangsung di Sekretariat Sandhi Murti, Jalan Tukad Citarum Nomor 72 Kelurahan Renon, Kecamatan Denpasar Selatan.
Usai deklarasi dukung MDA Provinsi Bali dan PHDI Bali, massa langsung bergerak menuju Sri Jagatnatha Gourangga Ashram di Kelurahan Sidakarya, dengan menggunakan satu mobil komando. Massa membawa serta seperangkat gamelan gong dan satu spanduk.
Spanduk yang kemudian dipasang di pintu masuk Sri Jagatnatha Gourangga Ashram itu bertuliskan ‘Kami dengan Segenap Jiwa dan Raga Mendukung SKB PHDI dan MDA Melarang dan Menolak Sampradaya yang tidak sesuai dengan Dresta Bali dan Siap Mendukung Desa Adat Menutup Ashramdaya Non Dresta Bali’.
Pinisepuh Perguruan Sandhi Murti, I Gusti Ngurah Harta, yang turut hadir dalam aksi tersebut, mengatakan apa yang dilakukan adalah bentuk pembelaan terhadap desa adat di Bali yang menurutnya dikriminalisasi oleh MKKBN. IGN Harta menegaskan dukung PHDI dan MDA Provinsi Bali pasca disomasi MKKBN.
“Kita ingin Sampradaya Non Dresta Bali itu tidak ada di bawah pengayoman PHDI Pusat. Sebab, mereka telah menghina dan mendiskreditkan adat budaya Bali. Kita mendukung SKB MDA Provinsi Bali dan PHDI Bali,” tegas IGN Harta saat dikonfirmasi, Jumat sore.
Dia tegas mengatakan akan terus melakukan gerakan-gerakan melawan aliran Hare Krishna. Menurut IGN Harta, pihaknya tengah melakukan pengecekan ashram di berbagai daerah di Bali yang beraliran Hare Krishna. “Kami juga bergerak ke berbagai kabupaten di Bali,” katanya.
Sementara itu, Bendesa Adat Sidakarya, I Ketut Suka, mengaku tidak mengetahui aksi penutupan ashram tersebut. Menurut Ketut Suka, sebelumnya dia pernah didatangi oleh orang yang mengaku dari Sandhi Murti dan mempertanyakan tindak lanjut SKB MDA Provinsi Bali-PHDI Bali.
Saat didatangi orang Sandhi Murti tersebut, Ketut Suka mengatakan belum mengambil langkah karena masih banyak kendala. Salah satunya yang paling penting, belum melakukan paruman desa adat. Disebutkan, segala tindakan yang akan dilakukan haruslah melalui paruman.
“Rencananya besok (hari ini) kita gelar paruman. Saat ini, secara formal desa adat belum ada keputusan. Apa hasil paruman besok, itu yang akan ditindaklanjuti. Jadi, dalam aksi yang terjadi tadi siang (kemarin), secara formal Desa Adat Sidakarya belum ikut,” papar Ketut Suka.
Di sisi lain, pengurus Sri Jagatnatha Gourangga Ashram, Wayan Sujana, enggan memberikan komentar. “Mohon maaf, kami sedang rapat,” elak Wayan Sujana saat dikonfirmasi melalui WhatsApp, Jumat kemarin.
Pantauan NusaBali, Jumat sore, Sri Jagatnatha Gourangga tampak sepi. Pintu gerbang dari kayu juga ditutup. Terlihat hanya dua perempuan sedang melakukan kegiatan bersih-bersih di sana. Mereka pun enggan berkomentar.
“Mohon maaf, saya tidak tahu apa masalahnya. Saat warga datang, saya sedang di belakang. Warga juga tidak ada yang masuk ke dalam. Mereka hanya orasi dan pasang spanduk,” cerita perempuan yang mengaku sudah 10 tahun ngayah di ashram ini sambil menunjuk spanduk yang telah dipasang warga di atas pintu gerbang.
Sedangkan seorang warga yang tinggal di sekitar Sri Jagatnatha Gou-rangga, Ketut Maya, juga mengaku tidak mengetahui apa yang disampaikan oleh massa yang mendatangi ashram. Ketut Maya pun mengaku tidak tahu persis kegiatan di dalam pasraman. “Saya dapat informasi bahwa pasraman itu tempat sembahyang penganut aliran Hare Krishna,” katanya.
Ketut Maya menyebutkan, sebelum pandeki Covid-19, setiap hari Minggu banyak orang datang bersembahyang di sana. Namun, sejak Covid-19, pasraman ini relatif sepi. “Selama Covid-19, di sini sering bagi sembako seperti gula, beras, mie, telor, dan minyak goreng. Bahkan ada dokter yang memberikan pelayanan gratis. Saya pernah masuk ke situ karena dipanggil untuk dikasi sembako,” kenang Ketut Maya. *pol
Komentar