Ketua Dewan Disentil Hakim
Bupati Bangli (2010-2015, 2016-2021), I Made Gianyar, kembali dihadirkan untuk bersaksi dalam sidang kasus dugaan korupsi upah pungut sektor pertambangan Kabupaten Bangli di Pengadilan Tipikor Denpasar, Rabu (14/12).
Bupati Bangli Dihadirkan Lagi di Sidang Upah Pungut
DENPASAR, NusaBali
Kali ini, bukan hanya Bupati yang dihadirkan sebagai saksi, tapi juga Ngakan Made Kutha Parwata, mantan Ketua DPRD Bangli 2004-2009 yang kini kembali menjabat Ketua DPRD Bangli 2014-2019. Kutha Parwata dan 4 mantan anak buahnya di DPRD Bangli sempat disentil hakim.
Dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Denpasar, Rabu kemarin, Bupati Made Gianyar dihadirkan untuk bersaksi bagi terdakwa AA Gede Alit Darmawan (mantan Kadipenda Bangli 2009-2010). Keterangan yang disampaikan Bupati Made Gianyar kali ini hampir sama dengan kesaksian sebelumnya saat dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa Bagus Rai Dharmayuda (mantan Kadispenda Bangli 2006-2008), Rabu (7/12) lalu.
Bupati Made Gianyar banyak menyatakan ‘tidak tahu menahu’ soal upah pungut. Namun, Gianyar mengakui menerima upah pungut tahun 2006-2010, baik sebagai Wakil Bupati Bangli (2005-2010) maupun sebagai Bupati Bangli (2010-2015). Terkait SK Upah Pungut, politisi PDIP asal kawasan pegunungan Kintamani, Bangli ini menyebutkan Kabag Hukum memiliki peran yang sangat vital dalam pembuatan SK.
Dia menegaskan, Kabag Hukum harus melakukan verifikasi, mengkaji, dan menentukan apakah rancangan SK Bupati yang diajukan sudah sesuai perundang-undangan atau belum. Gianyar sempat mengulang terkait pencabutan SK Upah Pungut Tahun 2011, karena dirinya takut terkena kasus korupsi seperti perkara korupsi upah pungut di Kabupaten Buleleng dan Kabupaten Subang (Jawa Barat). “Saya mencabut SK Upah Pungut 2011 tersebut karena ketakutan,” ujar Gianyar.
Sementara itu, Ngakan Kutha Parwata (mantan Ketua DPRD Bangli 2004-2009 yang kini kembali jadiu Ketua DPRD Bangli 2014-2019), didengar kesaksiannya setelah pemaparan saksi Bupati Made Gianyar di Pengadilan Tipikor Denpasar, Rabu kemarin. Dalam sidang tersebut, politisi PDIP asal Tembuku, Bangli ini dihadirkan bersama empat mantan anggota DPRD Bangli 2004-2009, masing-masing I Ketut Mastrem, Sang Putu Sosialiawan, I Made Santika, dan I Nengah Merta. Kutha Parwata dan empat mantan anak buahnya di Dewan kompak menyatakan tidak tahu secara jelas soal pembagian upah pungut sektor pertambangan.
Kutha Parwata cs berdalih, itu merupakan anggaran pusat, sehingga Juklak (petunjuk pelaksanaan) dan Juknis (petunjuk teknis) langsung dari pemerintah pusat. Dalam pemeriksaan kemarin, majelis hakim yang menyidangkan perkara upah pungut beberapa kali menyentil para mantan anggota DPRD Bangli ini.
Awalnya, hakim anggota Hartono yang menyentak kelima mantan anggota DPRD Bangli tersebut. Pasalnya, saat ditanya apakah ada Juklak atau Juknis dalam pembagian upah pungut sektor pertambangan di Bangli, mereka mengatakan ‘sepertinya ada’. “Jangan Anda bilang ‘sepertinya’. Kalau ada bilang ada, kalau tidak bilang tidak atau bilang tidak tahu,” hardik hakim Hartono.
Ditegur seperti itu, kelima mantan anggota Dewan ini pun langsung mengatakan tidak tahu pasti terkait Juklak ataupun Juknis pembagian upah pungut sektor pertambangan Kabupaten Bangli. Sentilan hakim masih terus berlanjut ketika kelima Kutha Parwata cs kembali ditanya perbedaan antara Peraturan Bupati (Perbup) dan SK Bupati.
Maklum, ketika ditanya apa beda antara Perbup dan SK Bupati, kelima mantan anggota DPRD Bali ini hanya diam dan saling pandang satu sma lain. “Anda ditanya begitu saja tidak tahu. Kalau Perbup itu difatnya mengatur, sementara kalau SK sifatnya penetapan,” sentil Ketua Majelis Hakim, Sutrisno. * rez
DENPASAR, NusaBali
Kali ini, bukan hanya Bupati yang dihadirkan sebagai saksi, tapi juga Ngakan Made Kutha Parwata, mantan Ketua DPRD Bangli 2004-2009 yang kini kembali menjabat Ketua DPRD Bangli 2014-2019. Kutha Parwata dan 4 mantan anak buahnya di DPRD Bangli sempat disentil hakim.
Dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Denpasar, Rabu kemarin, Bupati Made Gianyar dihadirkan untuk bersaksi bagi terdakwa AA Gede Alit Darmawan (mantan Kadipenda Bangli 2009-2010). Keterangan yang disampaikan Bupati Made Gianyar kali ini hampir sama dengan kesaksian sebelumnya saat dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa Bagus Rai Dharmayuda (mantan Kadispenda Bangli 2006-2008), Rabu (7/12) lalu.
Bupati Made Gianyar banyak menyatakan ‘tidak tahu menahu’ soal upah pungut. Namun, Gianyar mengakui menerima upah pungut tahun 2006-2010, baik sebagai Wakil Bupati Bangli (2005-2010) maupun sebagai Bupati Bangli (2010-2015). Terkait SK Upah Pungut, politisi PDIP asal kawasan pegunungan Kintamani, Bangli ini menyebutkan Kabag Hukum memiliki peran yang sangat vital dalam pembuatan SK.
Dia menegaskan, Kabag Hukum harus melakukan verifikasi, mengkaji, dan menentukan apakah rancangan SK Bupati yang diajukan sudah sesuai perundang-undangan atau belum. Gianyar sempat mengulang terkait pencabutan SK Upah Pungut Tahun 2011, karena dirinya takut terkena kasus korupsi seperti perkara korupsi upah pungut di Kabupaten Buleleng dan Kabupaten Subang (Jawa Barat). “Saya mencabut SK Upah Pungut 2011 tersebut karena ketakutan,” ujar Gianyar.
Sementara itu, Ngakan Kutha Parwata (mantan Ketua DPRD Bangli 2004-2009 yang kini kembali jadiu Ketua DPRD Bangli 2014-2019), didengar kesaksiannya setelah pemaparan saksi Bupati Made Gianyar di Pengadilan Tipikor Denpasar, Rabu kemarin. Dalam sidang tersebut, politisi PDIP asal Tembuku, Bangli ini dihadirkan bersama empat mantan anggota DPRD Bangli 2004-2009, masing-masing I Ketut Mastrem, Sang Putu Sosialiawan, I Made Santika, dan I Nengah Merta. Kutha Parwata dan empat mantan anak buahnya di Dewan kompak menyatakan tidak tahu secara jelas soal pembagian upah pungut sektor pertambangan.
Kutha Parwata cs berdalih, itu merupakan anggaran pusat, sehingga Juklak (petunjuk pelaksanaan) dan Juknis (petunjuk teknis) langsung dari pemerintah pusat. Dalam pemeriksaan kemarin, majelis hakim yang menyidangkan perkara upah pungut beberapa kali menyentil para mantan anggota DPRD Bangli ini.
Awalnya, hakim anggota Hartono yang menyentak kelima mantan anggota DPRD Bangli tersebut. Pasalnya, saat ditanya apakah ada Juklak atau Juknis dalam pembagian upah pungut sektor pertambangan di Bangli, mereka mengatakan ‘sepertinya ada’. “Jangan Anda bilang ‘sepertinya’. Kalau ada bilang ada, kalau tidak bilang tidak atau bilang tidak tahu,” hardik hakim Hartono.
Ditegur seperti itu, kelima mantan anggota Dewan ini pun langsung mengatakan tidak tahu pasti terkait Juklak ataupun Juknis pembagian upah pungut sektor pertambangan Kabupaten Bangli. Sentilan hakim masih terus berlanjut ketika kelima Kutha Parwata cs kembali ditanya perbedaan antara Peraturan Bupati (Perbup) dan SK Bupati.
Maklum, ketika ditanya apa beda antara Perbup dan SK Bupati, kelima mantan anggota DPRD Bali ini hanya diam dan saling pandang satu sma lain. “Anda ditanya begitu saja tidak tahu. Kalau Perbup itu difatnya mengatur, sementara kalau SK sifatnya penetapan,” sentil Ketua Majelis Hakim, Sutrisno. * rez
1
Komentar