Lahan Pertanian di Denpasar Susut 212 Ha dalam Setahun
DENPASAR, NusaBali
Sebanyak 212 hektare lahan pertanian di Kota Denpasar mengalami penyusutan dalam setahun, karena alih fungsi lahan yang kian masif.
Di 2019, luasan lahan pertanian sebanyak 2.170 hektare, namun pada 2020 hanya tersisa 1.958 ha. Banyak lahan pertanian produktif beralihfungsi menjadi perumahan.
Plt Kepala Dinas Pertanian Kota Denpasar Anak Agung Gde Bayu Brahmasta saat dikonfirmasi, Kamis (20/5), mengungkapkan lahan-lahan pertanian yang masih produktif di Denpasar banyak yang sudah beralih fungsi. Alih fungsi lahan tidak bisa dibendung karena pesatnya pembangunan.
Namun penurunan ini, menurut AA Bayu, lebih sedikit ketimbang dua tahun sebelumnya yang menyusut hingga 230 ha, yakni di 2018 lalu luasan lahan sebesar 2.400 ha. “Berdasarkan data terbaru tahun 2020, luas lahan pertanian yang masih tersisa di Denpasar yakni 1.958 hektare. Tapi jika kita lihat ke belakang jumlah ini masih lebih sedikit ketimbang tahun 2018 lalu,” jelasnya.
Padahal jumlah petani di Denpasar saat ini masih sebanyak 3.122 orang. Di mana 1.177 orang merupakan pemilik dan 1.945 orang merupakan petani penggarap. AA Bayu menyatakan telah melakukan berbagai upaya untuk membendung terjadinya alih fungsi lahan ini. “Misalkan saja dengan memberikan sarana prasarana yang diperlukan petani, seperti bantuan traktor ataupun subsidi pupuk lewat Kartu Tani dan juga bantuan benih,” imbuh AA Bayu.
Untuk tahun 2021 ini, pihaknya memberikan bantuan benih padi sebanyak 17,1 ton. Sedangkan untuk bantuan pupuk sebanyak 33,6 ton pupuk NPK. Sementara kebutuhan pupuk untuk penanaman padi yakni pupuk urea sebanyak 137,2 ton, pupuk ZA sebanyak 78,4 ton, dan pupuk NPK sebanyak 176,4 ton. “Terkait dengan komoditas padi di Denpasar, tahun ini membutuhkan 74,08 ton,” ungkapnya.
Selain komoditas padi, juga ada komoditas kedelai dengan sasaran lahan tanam 148 ha. Kebutuhan benih kedelai sebanyak 8,88 ton serta pupuk NPK sebanyak 25,9 ton. Terkait dengan alih fungsi lahan, menurutnya memang masih sulit untuk melakukan pembendungan mengingat lahan pertanian tersebut milik pribadi.
Diakuinya, Pemkot Denpasar tak bisa membuat peraturan baik berupa Perda ataupun Perwali. “Perda belum ada, belum bisa ke sana karena lahan pertanian itu kan hak pribadi, private. Kecuali kesadaran masing-masing desa. Memang susah membendung itu,” kata AA Bayu.
Alih fungsi lahan ini menurutnya tergantung pada kondisi ekonomi. Jika ekonomi bagus alih fungsi lahan meningkat. Salah satu upaya yang dianggap mampu menanggulangi hal ini yaitu dengan adanya pararem pada subak lestari. Nantinya jika ada yang melanggar, maka desa turun tangan untuk menyelesaikan sesuai pararem tersebut.
“Cara menanggulanginya hanya dengan subak lestari. Mereka pakai awig-awig, boleh menjual tanah tapi tetap fungsinya tidak berubah yaitu digunakan sebagai sawah,” tandasnya. *mis
Komentar