Museum Lukisan Sidik Jari Denpasar, Unik dan Edukatif
DENPASAR, NusaBali.com - Bali tidak melulu terkenal dengan pantainya untuk berlibur. Jangan lupa ada sederet museum di Pulau Dewata yang perlu dikunjungi.
Salah satunya adalah Museum Lukisan Sidik Jari yang bisa menjadi pilihan destinasi wisata unik dan edukatif. Walau di masa pandemi sama sekali tidak ada wisatawan mancanegara, namun kunjungan dari pelajar dan mahasiswa masih sesekali ada
“Awal dibuatnya museum ini pada tahun 1995, tapi baru dibuka untuk umum tahun 1997,” ucap Intan, staf Museum Lukisan Sidik Jari, Sabtu (22/5/2021).
Museum yang berlokasi di Jalan Hayam Wuruk, Tanjung Bungkak, Denpasar Timur ini merupakan destinasi wisata sekaligus tempat tinggal pribadi sang pemilik yaitu I Gusti Ngurah Gede Pemecutan.
Gaya melukis sidik jari ini pun terjadi tanpa sengaja. Berawal dari saat IGN Gede Pemecutan membuat sebuah lukisan Tari Baris di atas kanvas putih dengan kuas dan peralatan melukis lainnya. Namun karena merasa lukisannya tidak sesuai dengan orang yang sedang menarikan Tari Baris, dia merasa kesal dan mengacak lukisan Tari Baris tersebut dengan tangannya. Sesaat setelah cat pada lukisan mengering, ia tersadar akan sesuatu hal menarik, yaitu bekas sidik jari tangan yang ternyata mampu membuat lukisan Tari Baris tersebut menjadi lebih unik.
“Karya beliau dulunya ada 666 buah lukisan yang dipajang di sini, tapi sekarang yang tersisa sekitar 200an karena sudah banyak yang dijual sampai di tahun 2012. Sengaja dijual karena takutnya ada yang rusak lukisannya atau berjamur,” ucap Intan.
Selain karya lukisan, di museum tersebut pengunjung bisa menemukan berbagai karya seni lainnya seperti keterampilan memahat, tulisan-tulisan puisi, karya daur ulang dari beberapa barang yang dibuat langsung oleh I Gusti Ngurah Gede Pemecutan. “Ada lukisan beliau yang paling ikonik di museum ini, yaitu lukisan Perang Puputan Badung. Proses pembuatannya sampai 18 bulan dan ukurannya paling besar di antara lukisan yang lain. Jadinya ini yang paling berkesan di sini,” ujar Intan.
“Kalau yang sederhana seperti bentuk bunga, gambaran kehidupan sehari-hari, itu bisa sampai satu bulan. Beliau melukis pakai jari telunjuk kanan nya, katanya hasilnya jadi lebih bagus dan juga peralatannya cuma pakai cat minyak. Kalau dulu sebelum pakai jari, beliau melukis dengan tanaman ijuk, bulu ayam, bambu, soalnya zaman beliau kecil belum ada pensil,” sambung staf berusia 29 tahun ini.
Intan yang sudah lebih dari 7 tahun sebagai staf museum tersebut, mengatakan bahwa I Gusti Ngurah Gede Pemecutan yang kelahiran 4 Juli 1936 memang sedari kanak-kanak menyukai bidang kesenian terutama seni lukis dan berharap bisa memiliki museumnya sendiri untuk menyimpan seluruh karya seni lukisnya.
“Di sini juga ada sanggar seni Sidik Jari namanya. Yang diajar di sini itu seperti tari, melukis, tabuh gamelan, kursus bahasa Bali, bahasa Jepang, dan playgroup,” ucapnya.
“Dulu banyak yang daftar di sanggar ini ada yang dari umur 2 tahun sampai orang tua, pendaftarannya dikenakan tarif Rp 50.000 hingga Rp 60.000 untuk delapan kali pertemuan sebulan. Tapi karena pandemi jadi tutup,” kata Intan.
Intan berharap bahwa Museum Lukisan Sidik Jari tersebut tetap lestari. “Semoga museum ini tetap ada seterusnya, kasihan kalau sampai terbengkalai semua lukisan unik beliau, apalagi lukisan ini sudah memenangkan banyak penghargaan dan jadi satu-satunya lukisan sidik jari pertama di dunia,” pungkasnya. *mil
1
Komentar