Seni Ukir Bali Bertahan di Tengah Terpaan Pandemi
DENPASAR, NusaBali.com – Kerajinan ukir menjadi salah satu seni kerajinan dari Bali yang mampu bertahan dengan kekhasannya.
Walaupun kondisi perekonomian Bali sedang tidak bagus karena pandemi Covid-19 berkepanjangan, pelaku seni ukir tetap bertahan walaupun harus melakukan pengurangan karyawan dan penyesuaian lainnya.
Namun diakui bahwa pandemi Covid-19 yang mendera Bali sejak setahun silam mempengaruhi usahanya. “Omzet merosot hingga 60 persen,” kata I Made Tekun, 59, pemilik usaha Surya Ukir di bilangan Sanur, Denpasar Selatan.
Sebelum pandemi ada 12 pegawai untuk memahat, tapi karena perekonomian turun tersisa 3 pegawai saja. “Dibandingkan sebelum dan sejak pandemi benar-benar jauh, turunnya bisa sampai 60 persen dari keuntungan beberapa tahun lalu,” lanjutnya lagi.
I Made Tekun adalah perajin ukir asal Ubud yang belum pernah mengalami situasi seperti ini sejak mendirikan usahanya di Sanur sejak tahun 1988. Bahkan kerajinan seni ukir mendapat sambutan positif dari pasar saat pariwisata dalam kondisi normal.
“Sudah sejak kecil saya menggeluti bidang ini. Suatu waktu saya melihat kondisi di Sanur saat itu belum ada yang membangun bisnis kerajinan, khususnya di pinggir jalan ini. Makanya saya ingin mengembangkan kerajinan ukiran di daerah sini,” ucap pemilik Surya Ukir tersebut.
Benar saja, setelah enam bulan membuka usaha di Jalan Hang Tuah, Sanur Kaja, usahanya mendapat hasil positif. Begitu juga respons dari warga setempat juga menyambut dengan baik.
Berawal dari minat yang diwariskan oleh orangtua nya, tidak hanya I Made Tekun yang memiliki ketertarikan dan bakat di bidang kerajinan ukir tersebut. “Saudara saya ada yang jualan di Ubud, saya di Sanur, ada kakak saya jualan di Jalan Surapati, dan adik juga ada yang di Jalan WR Supratman juga. Jadi ini sudah menjadi bisnis keluarga kami,” kata Tekun menyebut lokasi-lokasi usaha keluarganya.
Pengiriman untuk pasar ekspor juga biasa dilakukan, menembus Prancis, Belanda dan Australia. Sedangkan untuk pelanggan lokal biasa melayani ravel, hotel-hotel, ataupun digandeng oleh kontraktor saat menggarap rumah.
Surya Ukir sendiri menawarkan berbagai macam kerajinan ukir, khususnya rumah ukir Bali. “Ada saka, lambang ukir, pintu khas Bali. Pokoknya segala furnitur yang berbau Bali dan kelengkapan bale Bali kami buat dan jual di sini. Selain itu kami juga ada jual kaca hias berbingkai ukir, foto, pelangkiran untuk sembahyangan, nameplate yang biasanya di kantor-kantor, itu semua tergantung dari pesanan orang,” ujarnya.
Produksi kerajinan dari Surya Ukir tersebut memiliki beragam harga sesuai dengan tingkat kesulitan serta bahan baku yang digunakan. “Kita bersaing harga dan mutu ya, misalnya nameplate ini, di pasaran rata-rata jual Rp 250.000 – Rp 275.000, kalau di sini kami jual Rp 230.000 dan biasanya kami ambil profit 10 persen dari itu. Ada harga ada kualitas yang tentunya pelanggan tidak akan kecewa dengan produksi kami, karena cara kerja kami juga beda dari tempat lain yang biasanya kodian begitu,” ucapnya.
I Made Tekun mengatakan, pemilihan kayu untuk pembuatan segala kerajinan yang telah dibuatnya menentukan kualitas ke depannya. “Kami di sini rata-rata menggunakan kayu jati yang disupply langsung dari Bondowoso. Kalau selain jati ada juga kami pakai, seperti kayu kamper itu biasanya kami beli kayunya dari toko-toko langganan yang ada di Bali,” ujarnya.
Khusus untuk kayu jati disebutkan memiliki tingkatan kualitas. “Yang kelas 1 itu kan Bojonegoro, mahalnya luar biasa tapi kualitasnya bagus tidak dimakan rayap. Kalau jati kelas 3 itu sama seperti kayu biasa, mudah dimakan rayap, mudah rapuh juga. Sedangkan kayu frutani itu bagus, bisa dibilang kayu jati kelas 2,” ungkapnya.
Di sisi lain I Made Tekun mengaku sempat mengalami kesulitan saat membuat handicraft memenuhi permintaan pelanggan yang agak berbeda dari produksi ukiran yang biasa ia buat. “Tiba-tiba ada pelanggan minta dibikinkan seperti foto atau gambar majalah yang dia bawa. Itu berbeda dari produksi di sini, jadi agak sulit. Produksi handicraft luar Bali kan berbeda, jadi kami agak kesulitan dan membutuhkan waktu menyesuaikan bentuknya,” katanya.
Sementara itu menyikapi situasi pandemi berkepanjangan, Made Tekun berharap agar segera berakhir dan kondisi perekonomian khususnya Bali bisa segera membaik. “Saya selaku pemilik bisnis ya hanya ingin pandemi cepat selesai tetap menjunjung tinggi prokes, kemudian pariwisata Bali bangkit lagi dan perputaran ekonomi bisa jadi lebih baik lagi seperti dulu,” pungkas Made Tekun. *mil
Namun diakui bahwa pandemi Covid-19 yang mendera Bali sejak setahun silam mempengaruhi usahanya. “Omzet merosot hingga 60 persen,” kata I Made Tekun, 59, pemilik usaha Surya Ukir di bilangan Sanur, Denpasar Selatan.
Sebelum pandemi ada 12 pegawai untuk memahat, tapi karena perekonomian turun tersisa 3 pegawai saja. “Dibandingkan sebelum dan sejak pandemi benar-benar jauh, turunnya bisa sampai 60 persen dari keuntungan beberapa tahun lalu,” lanjutnya lagi.
I Made Tekun adalah perajin ukir asal Ubud yang belum pernah mengalami situasi seperti ini sejak mendirikan usahanya di Sanur sejak tahun 1988. Bahkan kerajinan seni ukir mendapat sambutan positif dari pasar saat pariwisata dalam kondisi normal.
“Sudah sejak kecil saya menggeluti bidang ini. Suatu waktu saya melihat kondisi di Sanur saat itu belum ada yang membangun bisnis kerajinan, khususnya di pinggir jalan ini. Makanya saya ingin mengembangkan kerajinan ukiran di daerah sini,” ucap pemilik Surya Ukir tersebut.
Benar saja, setelah enam bulan membuka usaha di Jalan Hang Tuah, Sanur Kaja, usahanya mendapat hasil positif. Begitu juga respons dari warga setempat juga menyambut dengan baik.
Berawal dari minat yang diwariskan oleh orangtua nya, tidak hanya I Made Tekun yang memiliki ketertarikan dan bakat di bidang kerajinan ukir tersebut. “Saudara saya ada yang jualan di Ubud, saya di Sanur, ada kakak saya jualan di Jalan Surapati, dan adik juga ada yang di Jalan WR Supratman juga. Jadi ini sudah menjadi bisnis keluarga kami,” kata Tekun menyebut lokasi-lokasi usaha keluarganya.
Pengiriman untuk pasar ekspor juga biasa dilakukan, menembus Prancis, Belanda dan Australia. Sedangkan untuk pelanggan lokal biasa melayani ravel, hotel-hotel, ataupun digandeng oleh kontraktor saat menggarap rumah.
Surya Ukir sendiri menawarkan berbagai macam kerajinan ukir, khususnya rumah ukir Bali. “Ada saka, lambang ukir, pintu khas Bali. Pokoknya segala furnitur yang berbau Bali dan kelengkapan bale Bali kami buat dan jual di sini. Selain itu kami juga ada jual kaca hias berbingkai ukir, foto, pelangkiran untuk sembahyangan, nameplate yang biasanya di kantor-kantor, itu semua tergantung dari pesanan orang,” ujarnya.
Produksi kerajinan dari Surya Ukir tersebut memiliki beragam harga sesuai dengan tingkat kesulitan serta bahan baku yang digunakan. “Kita bersaing harga dan mutu ya, misalnya nameplate ini, di pasaran rata-rata jual Rp 250.000 – Rp 275.000, kalau di sini kami jual Rp 230.000 dan biasanya kami ambil profit 10 persen dari itu. Ada harga ada kualitas yang tentunya pelanggan tidak akan kecewa dengan produksi kami, karena cara kerja kami juga beda dari tempat lain yang biasanya kodian begitu,” ucapnya.
I Made Tekun mengatakan, pemilihan kayu untuk pembuatan segala kerajinan yang telah dibuatnya menentukan kualitas ke depannya. “Kami di sini rata-rata menggunakan kayu jati yang disupply langsung dari Bondowoso. Kalau selain jati ada juga kami pakai, seperti kayu kamper itu biasanya kami beli kayunya dari toko-toko langganan yang ada di Bali,” ujarnya.
Khusus untuk kayu jati disebutkan memiliki tingkatan kualitas. “Yang kelas 1 itu kan Bojonegoro, mahalnya luar biasa tapi kualitasnya bagus tidak dimakan rayap. Kalau jati kelas 3 itu sama seperti kayu biasa, mudah dimakan rayap, mudah rapuh juga. Sedangkan kayu frutani itu bagus, bisa dibilang kayu jati kelas 2,” ungkapnya.
Di sisi lain I Made Tekun mengaku sempat mengalami kesulitan saat membuat handicraft memenuhi permintaan pelanggan yang agak berbeda dari produksi ukiran yang biasa ia buat. “Tiba-tiba ada pelanggan minta dibikinkan seperti foto atau gambar majalah yang dia bawa. Itu berbeda dari produksi di sini, jadi agak sulit. Produksi handicraft luar Bali kan berbeda, jadi kami agak kesulitan dan membutuhkan waktu menyesuaikan bentuknya,” katanya.
Sementara itu menyikapi situasi pandemi berkepanjangan, Made Tekun berharap agar segera berakhir dan kondisi perekonomian khususnya Bali bisa segera membaik. “Saya selaku pemilik bisnis ya hanya ingin pandemi cepat selesai tetap menjunjung tinggi prokes, kemudian pariwisata Bali bangkit lagi dan perputaran ekonomi bisa jadi lebih baik lagi seperti dulu,” pungkas Made Tekun. *mil
1
Komentar