Tolak Kanorayang, Krama Pejeng Masadu ke MDA
GIANYAR, NusaBali
Belasan krama Desa Adat Jro Kuta Pejeng, Desa Pejeng, Kecamatan Tampaksiring, Gianyar, masadu (melapor) ke Kantor Majelis Desa Adat (MDA) Kabupaten Gianyar, di Jalan Ksatrian Gianyar, Kamis (27/5) sekitar pukul 09.00 Wita. Mereka masadu terkait penolakan saksi kanorayang (dinonaktifkan jadi krama adat) terhadap dua krama I Made Wisna dan I Ketut Suteja sejak 1 Agustus 2020.
Krama diterima oleh Petajuh MDA Gianyar Made Ambon Antara. Usai pertemuan, I Made Wisna mengatakan datang ke MDA Gianyar untuk menyelesaikan sanksi kanorayang. ‘’Karena tidak jelas dasar kesalahan tiyang (kami) berdua," ujarnya.
Hingga kini, tercatat sudah sekitar 10 bulan Made Wisna dan Ketut Suteja menjalani sanksi kanorayang. Padahal dua krama ini sudah menolak secara lisan maupun tertulis. "Tapi tidak pernah ditanggapi. Semenjak itu saya tidak dikasi hadir lagi di acara adat," ungkapnya. Bahkan pada 2 Agustus 2020 lalu, anak Made Wisna sempat datang acara adat, ujung-ujungnya dipulangkan. "Sampai saat ini, saya masih keberatan dan menolak kanorayang, tapi belum ditanggapi oleh prajuru desa adat," jelasnya.
Penasihat Hukum krama, Putu Puspawati SH mengapresiasi respon MDA Gianyar yang sudah menerima pengaduan krama. "Terima kasih, kami sudah diterima dan akan dicarikan penyelesaian terbaik," harapnya.
Terkait polemik penyertifikatan tanah teba di Desa Adat Jro Kuta oleh warga hingga memicu kanorayang, Putu Puspawati mewakili 70an krama yang keberatan tetap menginginkan tanah teba itu agar bisa menjadi hak milik. Sementara Desa Adat menjadikan tanah teba sebagai hak milik Desa Adat. Menurutnya, hal itu lucu. Karena tidak seluruh teba disertifikatkan atas nama desa adat. "Karena ada krama lain saat program pensertifikatan ini berjalan, bisa menyertifikatkan taba jadi hak milik. Bahkan ada yang sebenarnya tanah PKD, bisa dimohonkan sertifikat hak milik. Kan lucu. Kami yang punya teba, kenapa tidak bisa disertifikatkan," ungkapnya.
Dari MDA Gianyar, belasan krama bertandang ke Mapolres Gianyar. "Kami datang untuk menanyakan kelanjutan kasus tanah warga Pejeng yang dijadikan tanah desa adat," jelas Made Wisna. Dikatakan, krama diterima langsung oleh Kapolres Gianyar AKBP I Dewa Made Adnyana. "Perwakilan warga diterima langsung oleh Kapolres Gianyar. Kapolres minta agar kami menunggu terkait kasus hukum. Alasannya, akan dicarikan jalan damai sesuai restorative justice, dan menunggu MDA juga biar nanti tak ada benturan adat," jelas Wisna usai pertemuan. Namun diungkapkan pula, upaya damai sudah dilakukan berkali-kali. "Kalau memang gak bisa damai, kita lanjutkan secara hukum. Karena kita tetap butuh keadilan dan agar hak kita segera kembali," imbuhnya.
Petajuh MDA Gianyar Wayan Ambon Antara belum bisa berkomentar banyak terkait solusi sanksi kanorayang ini. "Pengaduan krama sudah kami terima tadi. Tapi perlu kami koordinasikan untuk tindak lanjutnya," jelasnya singkat.
Bendesa Adat Jro Kuta Pejeng Tjokorda Gde Putra Pemayun saat dikonfirmasi terpisah, mengatakan tetap pada pendirian. Tanah teba yang merupakan tanah AYDS (tanah ayahan desa) tidak boleh disertifikatkan atas nama pribadi. Terkait syarat pencabutan sanksi kanorayang, panglingsir Puri Pejeng yang akrab disapa Cok Pemayun ini mengatakan ada beberapa syarat. "Syaratnya, mereka wajib mengikuti awig-awig desa adat, dan cabut laporan di Polres Gianyar. Mereka juga harus melaksanakan panyangaskara jagat dalam bentuk yadnya," jelasnya.
Kalau tetap bersikukuh, Cok Pemayun mengaku hanya bisa menunggu. "Kami harus laksanakan sesuai awig-awig. Saya selalu bendesa hanya melaksanakan apa yang ada dalam awig-awig," jelasnya. Ditambahkan, saat ini desa adat sudah membawa 280 sertifikat tanah teba atas nama Desa Adat Jro Kuta. Sementara sekitar 60 sertifikat yang keberatan, masih ditahan di BPN Gianyar.
Untuk diketahui, konflik penyertifikatan tanah teba di Desa Adat Jro Kuta Pejeng bergulir sejak galaknya program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Gerakan krama bergulir sejak Juli 2020, puluhan krama Desa Adat Jro Kuta Pejeng dan Desa Adat Panglan, Desa Pejeng, Kecamatan Tampaksiring mendatangi Kantor Badan Pertanahan Negara (BPN) Gianyar, Rabu (22/7) pagi. Kedatangan mereka menyampaikan keberatan atas tanah teba maupun tegal krama diterbitkan sertifikat hak milik atas nama desa adat atau dijadikan tanah PKD (pekarangan desa). Ada sekitar 75 pekarangan atau pemilik rumah yang merasa keberatan.
Dari puluhan krama tersebut, total luas lahan yang keberatan dijadikan PKD sekitar 9 hektare, baik di Desa Adat Panglan maupun di Desa Adat Jro Kuta, Desa Pejeng, Kecamatan Tampaksiring. Menurut krama, tanah tersebut sudah ada SPPT atas nama leluhur dan ada pula yang sudah diturunkan pada ahli waris. *nvi
1
Komentar