Skizofrenia Ada di Sekitar Kita, Mereka Bukan 'Nak Buduh'!
DENPASAR, NusaBali, com - Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan bahwa jumlah kasus (prevalensi) skizofrenia di Bali merupakan yang tertinggi di Indonesia.
Menurut penelitian tersebut, setidaknya terdapat 11 penderita skizofrenia per 1.000 rumah tangga di Bali.
Faktanya sering kita mendengar adanya Orang Dengan Skizofrenia (ODS), masyarakat mengenalnya dengan Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ), di Bali yang dipasung oleh keluarganya. Hal ini tentu menjadi suatu keprihatinan, mengingat sesungguhnya skizofrenia merupakan suatu penyakit yang dapat diobati.
Adanya stigma negatif terhadap ODS pun menambah hambatan orang-orang dengan skizofrenia untuk mendapatkan pengobatan yang tepat dan layak.
Untuk mengatasi masalah tersebut Dinas Sosial Kota Denpasar bekerjasama dengan beberapa komunitas yang peduli dengan penyakit gangguan mental seperti, Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia (KPSI) Simpul Bali dan organisasi Ketemu Project pada tahun 2016 membentuk sebuah wadah bagi ODS bernama Rumah Berdaya.
I Nyoman Sudiasa, 47, pengelola Rumah Berdaya Denpasar, ketika ditemui, Jumat (28/5/2021), di lokasi Rumah Berdaya, Jalan Raya Sesetan, Banjar Pegok, Sesetan, Denpasar Selatan menyebut Rumah Berdaya merupakan tempat rehabilitasi psikososial bagi ODS dengan penekanan pada terapi kesenian.
“Kita punya yang namanya GAE, Group Art Expression. Di sini pasien yang dirawat diajarkan kemampuan untuk pengembangan diri seperti pelatihan pembuatan dupa, tas, sablon baju dan karya seni serta kerajinan lainnya.” demikian ujar Sudiasa.
Barang-barang hasil karya seni tersebut menurut Sudiasa kemudian ada yang dijual sehingga mampu membangkitkan semangat para ODS karena mereka menghasilkan karya yang dihargai oleh orang lain.
Para pasien ODS yang ada di Rumah Berdaya Denpasar dapat mengikuti berbagai kegiatan tersebut secara gratis setiap hari Senin sampai Jumat mulai pukul 08.00 sampai 16.00 Wita. “Ada sekitar 60 pasien ODS di sini, kebanyakan tinggal di Denpasar, namun karena terhalang pandemi sementara hanya sekitar 15 orang saja yang aktif untuk datang ke sini,” terang Sudiasa.
Dirinya pun menambahkan terdapat seorang dokter spesialis jiwa serta seorang perawat yang bertugas di Rumah Berdaya Denpasar. Terkait dengan pandemi Covid-19, para pasien ODS di Rumah Berdaya pun diberikan vaksinasi yang telah dilakukan pada 8 Mei 2021 untuk dosis yang pertama.
“Vaksinasi yang pertama telah dilakukan pada 8 Mei selanjutnya yang kedua rencananya tanggal 6 Juni,” kata bapak dua anak asal Busungbiu, Buleleng tersebut.
Sudiasa menambahkan bahwa pasien ODS yang ada di Rumah Berdaya merupakan pasien yang telah selesai melakukan pengobatan di rumah sakit jiwa, dan untuk melanjutkan terapi psikologisnya mereka mengikuti berbagai kegiatan positif yang diadakan di Rumah Berdaya.
Sementara itu, salah satu pasien ODS di Rumah Berdaya, I Gede Kartika Wiguna, 34, mengungkapkan dirinya telah menjadi pasien ODS di Rumah Berdaya sejak dibukanya Rumah Berdaya Denpasar. “Saya keluar masuk rumah sakit jiwa, dan didiagnosis menderita skizofrenia. Sampai sekarang saya masih minum obat,” ungkap Gede Kartika menceritakan riwayat keberadaannya di Rumah Berdaya.
Gede Kartika yang tinggal di Dalung tersebut pun sudah merasa cukup nyaman dengan kondisi kesehatannya saat ini. Untuk selanjutnya dirinya mengaku bertekad untuk bisa sembuh dari skizofrenia. “Untuk saat ini kegiatan saya setiap hari adalah membantu kegiatan yang diadakan Rumah Berdaya.” ujar pria yang sebelumnya pernah bekerja sebagai security di terminal cargo Bandara Ngurah Rai tersebut.
Dirinya sangat berharap stigma negatif yang diberikan penderita ODS di masyarakat dapat dikikis. Menurutnya stigma ODS sebagai orang gila atau nak buduh tidaklah tepat, karena di masyarakat orang gila mengacu kepada orang yang tidak berguna atau orang jahat. Skizofrenia tambahnya merupakan sebuah penyakit mental yang apabila ditangani dengan segera dan tepat maka penederitanya akan dapat disembukan. Karena itu Gede Kartika sangat mendukung keberadaan Rumah Berdaya untuk dapat memberikan kesadaran kepada masyarakat luas mengenai adanya penyakit skizofrenia dan para penderitanya.
Untuk diketahui, skizofrenia adalah gangguan kejiwaan kronis ketika pengidapnya mengalami halusinasi, delusi, kekacauan dalam berpikir, dan perubahan sikap. Umumnya, pengidap skizofrenia mengalami gejala psikosis, yaitu kesulitan membedakan antara kenyataan dengan pikiran pada diri sendiri.
Sementara itu, sebagai orang yang lama bergelut dengan komunitas peduli penyakit mental di Bali, I Nyoman Sudiana kembali menjelaskan bahwa skizofrenia disebabkan bukan karena adanya faktor tunggal. Baik genetik maupun faktor lingkungan sama-sama dapat memberikan kontribusi kepada seorang penderita skizofrenia. “Setahu saya informasi dari para psikiater dan teman-teman (komunitas) di sini, tidak ada faktor tunggal, banyak faktor yang menyebabkan (skizofrenia),” pungkas pria yang juga pernah menderita skizofrenia tersebut.*adi
1
Komentar