Persentase Klaim Terlalu Tinggi, Petani Enggan Asuransikan Padi dan Ternak
SINGARAJA, NusaBali
Program asuransi usaha tanam padi (AUTP) dan asuransi usaha ternak sapi (AUTS) yang disiapkan untuk petani mengantisipasi gagal panen dan terjadinya risiko kerugian, sepi peminat.
Sejumlah petani enggan mengasuransikan tanaman maupun ternak mereka lantaran persentase untuk klaim risiko sangat tinggi. Padahal premi yang harus dibayarkan sangat ringan karena sudah mendapatkan subsidi dari pemerintah pusat.
Data Dinas Pertanian Kabupaten Buleleng, kepesertaan AUTP tahun 2020 hanya 20,29 hektare dari target yang dipasang Dinas Pertanian seluas 200 ha sawah. Jumlah kepesertaan tahun lalu pun menurun tajam dari 2019 sebanyak 40,26 ha dari target 400 ha. Namun dari segi persentasenya stabil, tak lebih dari 10 persen dari target yang dipasang Dinas Pertanian. Padahal petani hanya perlu membayar premi asuransi padi mereka senilai Rp 36.000 per hektare per musim tanam. Nilai premi yang dibayarkan hanya 25 persen dari premi sesungguhnya yakni Rp 140.000 per ha per musim tanam. Sedangkan sisanya 75 persen atau Rp 114.000 sudah disubsidi pemerintah pusat.
Menurut Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Buleleng I Made Sumiarta, AUTP disiapkan pemerintah pusat untuk melindungi lahan petani dari risiko gagal panen. Baik karena musibah kekeringan, serangan hama maupun bencana alam. Jika terjadi risiko gagal panen minimal 75 persen, maka petani akan mendapatkan klaim asuransi sebesar Rp 6 juta per ha sebagai ganti rugi biaya operasional yang telah dikeluarkan.
“Sebenarnya sangat ringan sekali karena sudah disubsidi pemerintah dari premi normal Rp 140.000 per satu kali masa tanam per satu hektare lahan petani hanya perlu bayar Rp 36.000, sisanya disubsidi pemerintah. Namun tampaknya asuransi padi belum minded di petani,” jelas Sumiarta, Kamis (27/5).
Sumiarta menjelaskan jika dilihat dari situasi pertanian di Buleleng dan pengalaman dari tahun ke tahun, petani masih enggan mengasuransikan lahan pertaniannya, meskipun risiko kerugian cukup tinggi.
Salah satu faktor penyebab hal itu karena kebanyakan petani di Buleleng adalah petani penggarap. Sedangkan pemilik lahan terkadang tak memahami pentingnya dan perlunya asuransi padi untuk menekan kerugian. Selain itu dari alasan yang diungkapkan petani enggan mengasuransikan tanaman padi mereka, karena klaim baru dibayarkan ketika kerusakan atau gagal panen di atas 75 persen. Petani yang memutuskan mengasuransikan tanaman padinya pun selama ini adalah langganan Subak Babakan dan Subak Lanyahan di Desa Tamblang, Kecamatan Kubutambahan, Buleleng. Setiap tahunnya dua subak ini setia mengikuti AUTP karena merasakan potensi gagal panen dari serangan hama penyakit. Seperti pada tahun 2019 lalu klaim yang didapatkan sebesar Rp 11.400.000 dari luasan 1,9 ha lahan sawah yang gagal panen.
Sementara itu untuk AUTS, mendapat antusias lebih besar dari pada AUTP. Namun kepesertaan tahun 2020 disebut nihil. Tetapi pada 2019 lalu dari target 1.105 ekor sapi diikutkan AUTS, realisasi kepesertaan sebanyak 453 ekor. Ratusan ekor sapi itu tersebar di 16 kelompok tani yang ada di Kecamatan Gerokgak, Tejakula, Banjar, Busungbiu.
Khusus AUTS pemerintah pusat juga memberikan subsidi premi yang dibayarkan petani. Dari premi normal Rp 200.000 per ekor per tahun, pemerintah memberikan subsidi Rp 160.000, sehingga petani hanya membayar Rp 40.000. Klaim yang diberikan jika terjadi risiko lebih beragam, sehingga peminat AUTS lebih antusias.
“Jika terjadi risiko, klaim dari Rp 5 juta-Rp 10 juta per ekor. Klaim maksimal didapatkan petani jika sapinya mati sakit atau mati saat beranak. Kalau hilang atau dicuri klaimnya Rp 7 juta dan Rp 5 juta kalau kecelakaan,” tutur Sumiarta.
Klaim AUTS ini sudah dirasakan oleh sejumlah petani di Buleleng. Bahkan pada 2018 lalu sempat klaim totalnya berjumlah Rp 560 juta karena banyak sapi yang diasuransikan mati terkena penyakit. *k23
Komentar