Bisnis Kotor Ini Bisa Raup Omzet Hingga Rp 200 Juta
DENPASAR, NusaBali.com - Tidak banyak orang yang berniat untuk mengais rezeki dari mengumpulkan sampah.
Persepsi masyarakat umumnya melihat sampah sebagai hal yang menjijikkan, bau, dan kotor. Namun, apabila jeli melihat peluang di dalam sampah yang kotor pun terdapat sumber penghidupan, bahkan dengan jumlah yang fantastis.
I Wayan Suarta, 54, merupakan orang yang mampu melihat peluang tersebut. Menggeluti bisnis kotor dirinya mampu meraup omzet hingga mencapai Rp 200 juta setiap bulannya.
Ditemui di tempat usahanya Bank Sampah Sedhana Arsa, Senin (31/5/2021), di Jalan Tukad Balian Gang Depo nomor 1 Denpasar, Suarta menuturkan kisah suksesnya yang mulai digeluti sejak tahun 2002.
“Di awal menjalankan usaha ini banyak yang mencemooh saya, untuk apa kamu bisnis kotor seperti ini? Sudah bagus bisnis sebelumnya, " kenang Suarta menuturkan sindiran teman-temannya.
Memang sebelum menjalankan bisnis sampah, Suarta sempat menggeluti bisnis motor antik yang berjalan cukup sukses. Namun, terang Suarta, meskipun banyak yang menyindirnya, dirinya bersikukuh untuk mengalihkan bidang bisnisnya.
Suarta mengungkapkan bahwa pilihannya jatuh kepada bisnis sampah karena Suarta melihat bahwa di masa depan orang-orang akan kesulitan untuk mencari tempat untuk membuang sampah.
“Pada waktu itu (2002) masing banyak ada tanah kosong. Di sanalah masyarakat biasanya membuang sampah-sampahnya. Coba lihat sekarang mana ada tempat kosong untuk buang sampah,” jelas Suarta.
Selain hal itu, dirinya pun mengungkap alasan lain kenapa nekat menjalankan usaha pengumpulan sampah. Dalam pikiran Suarta, usaha yang bergelut dengan sampah yang kotor dan bau pastinya tidak akan banyak yang mau menggeluti. Karena itu, hal tersebut akan menguntungkan bagi dirinya karena persaingan dalam bisnis sampah akan relatif rendah.
“Tidak seperti motor antik yang mungkin akan banyak yang coba juga, bisnis sampah pasti tidak ada yang mau pegang,” ungkap Suarta.
Benar saja, usaha yang dirintisnya sejak 19 tahun yang lalu tersebut bertransformasi menjadi usaha yang besar dengan jumlah pelanggan nyaris berjumlah 3.500 pelanggan.
Pelanggan Suarta beragam dari rumah tangga, restoran, hotel, rumah sakit, maupun perusahaan. Karena itu pelanggan-pelanggan Suarta pun terletak di beberapa lokasi seperti, Renon, Sanur, Pemogan, hingga Batubulan.
Sementara, untuk biaya retribusi yang harus dikeluarkan pelanggan pun bervariasi tergantung volume sampah yang dimiliki pelanggan.
“Paling murah itu (nilai retribusi) Rp 50.000, kalau yang paling mahal sampai Rp 3,6 juta,” ujar pria tiga anak tersebut sembari menyebut Rumah Sakit Bali Mandara sebagai pelanggan terbesarnya.
Lebih jauh Suarta menuturkan bisnisnya terdiri dari dua tahap pengerjaan. Pertama mengoleksi sampah-sampah di tempat pelanggannya yang dibantu sejumlah 16 pekerja, kemudian memilah sampah menjadi sampah organik dan non organik dikerjakan oleh empat orang karyawan Suarta di depo penyimpanan sampah miliknya. Terakhir hasil pemilahan tersebut dijual kembali sesuai dengan jenis sampahnya.
“Sampah plastik, seperti botol-botol saya jual ke pengepul sampah palastik. Kalau untuk sisa-sisa makanan (biasanya dari restoran/hotel) akan dijual kepada para peternak. Dulu saya juga mengolah sampah organik menjadi kompos tapi tidak berlanjut karena ongkos produksi yang sangat besar,” terangnya.
Masyarakat umum pun menurut Suarta banyak yang membawa sampah ke tempatnya untuk dijual. Sampah yang sudah dipilah tersebut dihargai Suarta juga menurut jenis sampahnya “Misalnya botol air mineral saya kasi harga Rp 2.000 per kg,” terang Suarta.
Suarta pun mengakui omzet yang diraihnya di masa pandemi agak menurun tapi tidak banyak. Beberapa pelanggannya memang tidak mampu membayar karena kesulitan keuangan.
“Berkurangnya sekitar 25 persen, pelanggan tersebut hanya tidak mampu membayar, tetapi statusnya masih berlangganan, “ kata pria yang juga Bendesa Desa Adat Renon tersebut.
Usaha yang dijalankan I Wayan Suarta tampaknya juga sejalan dengan program yang dicanangkan oleh pemerintah Provinsi Bali. Gubernur I Wayan Koster menggaungkan program Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber yang diharapkan mampu mengurangi penumpukan sampah di TPA (Tempat Pembuangan Akhir) Suwung.
Sampah-sampah akan dipilah di tingkat rumah tangga atau di sumbernya, kemudian dimanfaatkan atau dijual dan selebihnya dibuang di TPS yang ada di desa-desa.
Suarta pun mendukung program tersebut meski hal itu menurutnya tidak akan mudah. “Hal tersebut bagus, tapi itu perlu waktu, memerlukan proses yang tidak instan,” tutup mantan atlet binaraga nasional tersebut. *adi
1
Komentar