Marak Kasus Persetubuhan Anak, Polisi Usul Penerapan Jam Malam
SINGARAJA, NusaBali
Maraknya kasus persetubuhan anak di bawah umur yang terjadi di Buleleng sejak awal 2021 hingga saat ini menuai perhatian khusus dari lembaga kepolisian.
Pengawasan yang kurang dari orangtua disebut menjadi salah satu pemicunya. Pihak kepolisian pun mengusulkan penerapan jam malam untuk mencegah kasus serupa terjadi lagi.
Berdasarkan data yang dihimpun, sejak Februari 2021 hingga Mei 2021, setidaknya sudah terdapat 5 kasus persetubuhan anak di bawah umur yang terjadi di Buleleng. Kasus persetubuhan anak itu telah dilaporkan ke Polres Buleleng dan ditangani Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Sat Reskrim Polres Buleleng.
Kasubag Humas Polres Buleleng Iptu Gede Sumarjaya mengatakan, penerapan jam malam diyakini bisa mengefektifkan pengawasan dan pembinaan anak. Aktivitas anak-anak pada jam tertentu akan dibatasi. Ini dilakukan untuk mencegah terjadinya kasus yang melibatkan anak, termasuk kasus kekerasan baik seksual maupun fisik.
Dengan diterapkannya jam malam, kegiatan anak-anak di luar rumah saat malam hari akan dibatasi. Anak-anak tak lagi bisa melakukan hal-hal negatif. Jika ditemukan anak-anak yang berkeliaran pada jam malam, dapat diberikan pembinaan. Proses pembinaan itu juga melibatkan orangtua dan guru di sekolah.
“Kalau bisa, kembali berlakukan jam malam. Agar anak-anak tidak berkeliaran pada jam-jam seharusnya anak itu tidur. Tujuannya agar anak-anak tidak keluyuran dan terpengaruh atau terlibat melakukan hal-hal negatif di luar jam,” kata Iptu Sumarjaya, Rabu (2/6).
Selain itu, menurut Iptu Sumarjaya, orangtua juga dianjurkan lebih ketat mengawasi anaknya. Termasuk dalam hal penggunaan gadget. Di masa pembatasan aktivitas karena pandemi Covid-19 ini, tak dipungkiri anak-anak lebih banyak menghabiskan waktunya di rumah dan bermain gadget. Sementara, gadget kerap menjadi pintu masuk anak terlibat dalam peristiwa kejahatan.
“Di tengah pandemi Covid-19 saat ini, memang yang terbaik untuk anak-anak ya belajar di rumah. Namun orangtua juga harus mengawasi dan mengontrol. Orangtua harus rutin mengecek ponsel anak. Benar digunakan belajar atau digunakan hal lain. Ini untuk mengantisipasi hal yang tidak kita inginkan. Entah itu anak sebagai korban, maupun sebagai pelaku,” tandas Iptu Sumarjaya.
Sebelumnya, Ketua Komisi IV DPRD Buleleng Luh Hesti Ranitasari sangat menyayangkan kasus persetubuhan anak di bawah umur marak terjadi di Buleleng. Menurut Rani, sapaan akrabnya, ini terjadi selain karena kurangnya pengawasan ketat orangtua, juga dikarenakan pembelajaran tatap muka (PTM) tidak berjalan di tengah pandemi.
Sehingga, anak-anak banyak waktu luang di rumah dan bermain handphone (HP). Akibatnya, perilaku anak-anak cenderung keseringan membawa HP. Sebab kasus persetubuhan anak di bawah umur yang terjadi, disebutnya bermula dari HP. Untuk itu, orangtua diimbau agar secara intens memantau HP yang selama ini dipegang oleh anaknya.
“Saya sudah sering komunikasi dengan perlindungan anak, pencegahan belum ada. Kami sebatas penekanan saja di kepolisian, tidak intervensi. Intinya pendekatan kekeluargaan,” kata Rani, Selasa (1/6) siang.
Rani juga menyayangkan terhadap lemahnya pengawasan aparat desa kepada masyarakat. Orangtua dan perangkat desa diminta lebih peka terhadap kondisi anak-anak saat ini, dengan pengawasan ketat. Terlebih sekarang, anak-anak tidak sekolah lantaran PTM ditiadakan sementara waktu karena pandemi.
“Ini karena tidak sekolah, anak-anak banyak main. Makanya saya minta Disdikpora harus segera siapkan PTM, untuk meminimalkan anak-anak berpikir aneh. Saya juga sudah memberikan pemahaman ke desa, agar orangtua mengawasi anak-anaknya secara ketat,” jelas Rani, politisi Partai Demokrat asal asal Desa Tamblang, Kecamatan Kubutambahan. *mz
1
Komentar