Wayan Jendra: Jangan Dibikin Kisruh, Cabut Laporan Agar Uang Krama Kembali
DENPASAR, NusaBali
Ketua LPD Serangan I Wayan Jendra menegaskan permasalahan sudah diselesaikan di internal desa adat.
Sebab, yang bermasalah dua orang terkait dengan dana sudah menandatangani kesepakatan bersama untuk mengembalikan uang tersebut.
Menurut Wayan Jendra, kasus uang itu berawal dari data yang selisih saat rapat bersama prajuru Desa Adat Serangan dan semua kelian banjar adat. Nah, dalam selisih itu, permasalahannya ada dua yakni ada indikasi kasus korupsi yang melibatkan pegawai bagian Tata Usaha (TU) di LPD Serangan yang bernama Ni Wayan Sunita Yanti yang mengaku menggunakan secara pribadi dana LPD sebesar Rp 3 miliar.
Tetapi di dalam audit muncul angka Rp 3.857.309.000. Dengan munculnya data audit tersebut Nita—sapaan Ni Wayan Sunita Yanti—mengakui bahwa semuanya dipakai sendiri dengan menggunakan data kredit fiktif yang melibatkan Bendesa Serangan I Made Sedana, menggunakan anggaran sebesar Rp 1.837.224.000. Selain itu ada kredit fiktif atas nama perusahaan Dream Walk sebesar Rp 1.875.208.000 dan atas nama Water Sport sebesar Rp 144.876.000.
Sehingga dana Rp 4,8 miliar yang dimiliki LPD masih sisa Rp 1 miliar bukan Rp 800 juta yang masih berjalan di masyarakat. Padahal menurut Wayan Jendra, pengakuan Nita, uang dimaksud dipakainya sendiri. Saat itu, kedua belah pihak antara Bendesa Sedana dengan Nita juga sudah memberikan pernyataan yang jelas.
“Memang benar ini ada kasus bisa dibilang korupsi. Tetapi Nita kan sudah mengakui. Awalnya memang mengaku Rp 3 miliar, tapi dari hasil audit ada Rp 3,8 miliar dan itu sudah diakuinya. Sampai dia buat data fiktif juga dia mengakui. Dan pernyataan ditandatangani di atas materai, ditandatangani juga oleh Tim Penyelamat LPD Desa Adat Serangan, I Nyoman Kemu Antara, Bendesa Serangan I Made Sedana, Penua Sabha Desa Adat Serangan Made Sandya, dan Lurah Serangan I Wayan Karma,” ungkap Wayan Jendra.
Permasalahan yang kedua, menurut Wayan Jendra, terkait dengan uang Rp 1,8 miliar. Sejumlah uang tersebut murni memang masih dibawa Made Sedana yang memang murni dilakukan peminjaman dan sudah diakui oleh Made Sedana. Wayan Jendra mengatakan, yang dipinjam oleh Made Sedana merupakan milik warga negara asing yang memang merupakan tamu dari Made Sedana.
Tamu melakukan deposito sebesar Rp 2 miliar melalui Made Sedana, namun yang disetorkan ke LPD sebesar Rp 600 juta. Sisanya Rp 1,4 miliar dipinjam oleh Made Sedana. Untuk uang Rp 400 juta juga merupakan milik tamunya Made Sedana yang memang dipinjam. “Kalau uang ini sebenarnya Rp 1,4 miliar urusan Made Sedana dengan tamunya, tapi keburu ricuh,” ucap Wayan Jendra.
Keduanya, menurut Wayan Jendra, sudah sepakat untuk mengembalikan dana sebesar Rp 3,8 miliar yang dipakai Nita dan Rp 1,8 yang dibawa Made Sedana. Jadi, permasalahan ini sudah selesai di internal desa adat dan mereka sudah akan mengembalikannya.
“Kenapa bisa diselesaikan di desa adat, semua permasalahannya sudah jelas dan ada pengakuan yang jelas dari Nita dan Made Sedana. Artinya desa atau LPD tinggal menagih dengan mengatur mekanisme pembayarannya,” tandas Wayan Jendra.
Wayan Jendra mengatakan, permasalahan ini harusnya tidak ada laporan ke Kejati, karena ini merupakan ranah desa adat yang memiliki awig-awig sendiri. Lagipula, semua data sudah diperoleh dari audit desa adat maupun dari audit independen yang datanya sama persis.
Harusnya permasalahan yang ada tidak dibikin kisruh. Sebab, jika ini masuk ranah pengadilan dikhawatirkan uang malah akan hilang. Yang terpenting menurut Wayan Jendra, uang masyarakat dijaga agar tetap bisa kembali.
“Jangan ditunggangi politik lah, ini kan kita urusan menyelamatkan uang masyarakat. Kalau ini dibawa ke pengadilan terus ada yang dipenjara uang malah tidak akan kembali. Hentikan kisruh ini dan cabut laporannya demi masyarakat Serangan,” ujarnya. *mis
Menurut Wayan Jendra, kasus uang itu berawal dari data yang selisih saat rapat bersama prajuru Desa Adat Serangan dan semua kelian banjar adat. Nah, dalam selisih itu, permasalahannya ada dua yakni ada indikasi kasus korupsi yang melibatkan pegawai bagian Tata Usaha (TU) di LPD Serangan yang bernama Ni Wayan Sunita Yanti yang mengaku menggunakan secara pribadi dana LPD sebesar Rp 3 miliar.
Tetapi di dalam audit muncul angka Rp 3.857.309.000. Dengan munculnya data audit tersebut Nita—sapaan Ni Wayan Sunita Yanti—mengakui bahwa semuanya dipakai sendiri dengan menggunakan data kredit fiktif yang melibatkan Bendesa Serangan I Made Sedana, menggunakan anggaran sebesar Rp 1.837.224.000. Selain itu ada kredit fiktif atas nama perusahaan Dream Walk sebesar Rp 1.875.208.000 dan atas nama Water Sport sebesar Rp 144.876.000.
Sehingga dana Rp 4,8 miliar yang dimiliki LPD masih sisa Rp 1 miliar bukan Rp 800 juta yang masih berjalan di masyarakat. Padahal menurut Wayan Jendra, pengakuan Nita, uang dimaksud dipakainya sendiri. Saat itu, kedua belah pihak antara Bendesa Sedana dengan Nita juga sudah memberikan pernyataan yang jelas.
“Memang benar ini ada kasus bisa dibilang korupsi. Tetapi Nita kan sudah mengakui. Awalnya memang mengaku Rp 3 miliar, tapi dari hasil audit ada Rp 3,8 miliar dan itu sudah diakuinya. Sampai dia buat data fiktif juga dia mengakui. Dan pernyataan ditandatangani di atas materai, ditandatangani juga oleh Tim Penyelamat LPD Desa Adat Serangan, I Nyoman Kemu Antara, Bendesa Serangan I Made Sedana, Penua Sabha Desa Adat Serangan Made Sandya, dan Lurah Serangan I Wayan Karma,” ungkap Wayan Jendra.
Permasalahan yang kedua, menurut Wayan Jendra, terkait dengan uang Rp 1,8 miliar. Sejumlah uang tersebut murni memang masih dibawa Made Sedana yang memang murni dilakukan peminjaman dan sudah diakui oleh Made Sedana. Wayan Jendra mengatakan, yang dipinjam oleh Made Sedana merupakan milik warga negara asing yang memang merupakan tamu dari Made Sedana.
Tamu melakukan deposito sebesar Rp 2 miliar melalui Made Sedana, namun yang disetorkan ke LPD sebesar Rp 600 juta. Sisanya Rp 1,4 miliar dipinjam oleh Made Sedana. Untuk uang Rp 400 juta juga merupakan milik tamunya Made Sedana yang memang dipinjam. “Kalau uang ini sebenarnya Rp 1,4 miliar urusan Made Sedana dengan tamunya, tapi keburu ricuh,” ucap Wayan Jendra.
Keduanya, menurut Wayan Jendra, sudah sepakat untuk mengembalikan dana sebesar Rp 3,8 miliar yang dipakai Nita dan Rp 1,8 yang dibawa Made Sedana. Jadi, permasalahan ini sudah selesai di internal desa adat dan mereka sudah akan mengembalikannya.
“Kenapa bisa diselesaikan di desa adat, semua permasalahannya sudah jelas dan ada pengakuan yang jelas dari Nita dan Made Sedana. Artinya desa atau LPD tinggal menagih dengan mengatur mekanisme pembayarannya,” tandas Wayan Jendra.
Wayan Jendra mengatakan, permasalahan ini harusnya tidak ada laporan ke Kejati, karena ini merupakan ranah desa adat yang memiliki awig-awig sendiri. Lagipula, semua data sudah diperoleh dari audit desa adat maupun dari audit independen yang datanya sama persis.
Harusnya permasalahan yang ada tidak dibikin kisruh. Sebab, jika ini masuk ranah pengadilan dikhawatirkan uang malah akan hilang. Yang terpenting menurut Wayan Jendra, uang masyarakat dijaga agar tetap bisa kembali.
“Jangan ditunggangi politik lah, ini kan kita urusan menyelamatkan uang masyarakat. Kalau ini dibawa ke pengadilan terus ada yang dipenjara uang malah tidak akan kembali. Hentikan kisruh ini dan cabut laporannya demi masyarakat Serangan,” ujarnya. *mis
Komentar