Unik, Harga Mie Ayam Pedagang Ini Bisa Dinego
DENPASAR, NusaBali.com – Jika di kota lain viral harga makanan ‘nuthuk’ melebihi banderol pada umumnya, justru pedagang mie ayam di Denpasar ini menawarkan harga nego bagi pelanggannya.
Konsep harga nego ini diperkenalkan oleh Bambang Edi, 49, yang biasa berjualan di kawasan Lapangan Lumintang Denpasar, atau paling sering standby di sekitar Kantor P2TP2A Jalan Gatot Subroto VI J nomor 26, Dauh Puri Kaja, Kec. Denpasar Utara.
“Ide untuk menciptakan harga nego itu untuk menarik perhatian pembeli, tapi kenyataannya para pembeli bisa menentukan sendiri harga makanan yang mereka inginkan, nanti akan disesuaikan dengan seberapa banyak item yang akan dipesan,” ujar pedagang asal jember yang sudah 25 tahun berjualan ini.
Setiap hari mie ayam nego ini buka pukul 10.00 hingga 21.30 Wita. Pelanggannya pun berasal dari para staf perkantoran yang ada di kawasan Lumintang.
Permainan bahasa yang menarik tersebut tentunya menyita perhatian banyak pembeli. Dalam sehari Edi bisa mencapai omzet Rp 700.000. “Kalau sebelum pandemi bisa lebih dari itu,” ungkap Edi.
Jangkauan harga yang ditawarkan Edi untuk seporsi mie ayamnya pun dapat dikatakan sangat terjangkau bagi masyarakat. Mie ayam dibanderol Rp 6.000, lalu untuk mie ayam telur harganya Rp 10.000, dan mie ayam bakso harganya Rp 10.000/nego, sedangkan bakso harganya Rp 10.000/nego. “Nego di sini artinya pembeli bisa menentukan sendiri mau sebanyak apa bakso yang diisi, untuk varian baksonya pun beragam, ada bakso urat, bakso telur puyuh, serta bakso mercon pedas, jenis daging yang saya pakai dari dulu hanya daging ayam saja,” ujarnya.
Edi pun mengungkapkan bahwa dirinya selalu menjaga kebersihan dan kualitas dari dagangan miliknya. “Kalau tidak dijaga nanti pelanggan saya tidak mau beli lagi. Menurut saya kualitas yang harus dipertahankan, untuk bahan baku selalu saya perhatikan, dari penjualan harian itu sekitar 60-70 persennya saya gunakan untuk bahan baku, tidak apa-apa untung yang didapat sedikit,” ungkapnya.
Edi pun mengungkapkan bahwa kendala dalam berjualan selama ini ialah pada harga bahan baku. “Untuk bahan baku kan tidak tetap harganya, kadang bisa naik drastis, seperti harga cabai. Dan saya sebagai pedagang tidak bisa serta merta menaikkan harga dagangan saya pada saat itulah saya harus memutar otak,” kata Edi.
Edi berharap agar selanjutnya ia dapat bertahan di masa pandemi dan dalam persaingan kuliner yang ketat. “Kalau sekarang kan sudah banyak kuliner-kuliner yang unik, kalau saya tidak trik untuk menyita perhatian masyarakat, ya saya lama kelamaan akan hilang karena kalah dalam kreativitas, dan masa pandemi kemarin merupakan tantangan yang berat juga bagi saya selaku pedagang gerobakan. Saya mengandalkan murid-murid dan pegawai kantoran, sedangkan pada awal pandemi sekolah dan kantor banyak yang tutup,” ujarnya.
Untuk menemukan gerobak dagangan Edi pun cukup mudah, dengan ciri khas gerobaknya yang berwarna kuning kombinasi hijau, bertuliskan ‘Mie Ayam Bakso Pop’ lalu terdapat spanduk kecil yang bertuliskan daftar harga menu yang bisa dinego. “Sejauh ini pedagang gerobak di sekitar sini baru saya saja yang menggunakan ide seperti ini, jadi cukup mudah untuk menemukan gerobak saya,” ujar Edi. *rma
Komentar