Pihak Keluarga Berharap Mr Pudja Diabadikan Menjadi Nama Jalan
Penetapan Mr I Goesti Ketut Pudja sebagai gambar mata uang logam pecahan Rp 1.000 menjadi kado istimewa untuk ultah ke-79 putri ketiga almarhum, I Gusti Ayu Nyoman Arinti Pudja, yang jatuh tepat saat peluncuran, 19 Desember 2016
Penetapan I Goesti Ketut Pudja sebagai Gambar Mata Uang Rupiah, Hadiah Khusus bagi Keluarga
SINGARAJA, NusaBali
Pihak keluarga pahlawan nasional Mr I Goesti Ketut Pudja sangat bangga begitu me-ndengar kabar wajah almarhum diabadikan menjadi gambar mata uang logam pecahan Rp 1.000. Setelah wajah sang pahlawan nasioal menghias mata uang rupiah, pihak keluarga berharap kelak nama almarhum diabadikan menjadi nama jalan di Kabupaten Buleleng.
Kebanggaan atas penetapan I Goesti Ketut Pudja sebagai gambar mata uang logam pecahan Rp 1.000 ini disampaikan anak ketiga almarhum, I Gusti Ayu Nyoman Arinti Pudja, 79, saat ditemui NusaBali di kediamannya kawasan Jalan Veteran, Singaraja, Buleleng, Selasa (20/12). Menurut Arinti Pudja, ini kabar sangat membanggakan, terlebih peluncuran mata uang berisi gambar ayahnya dilakukan Presiden Jokowi, 19 Desember 2016, persis ketika dia merayakan hari ulang tahunnya yang ke-79.
“Rasanya bahagia sekali. Ini hadiah istimewa terutama buat saya, karena bertepatan dengan ulang tahun saya yang ke-79 kemarin. Ini penghormatan besar bagi keluarga kami, selain kado istimewa bagi saya,” tutur perenpuan sepuh kelahiran 19 Desember 1937 ini.
Almarhum Mr Pudja---panggilan akrab krama Buleleng untuk almarhum I Goesti Ketut Pudja---memiliki lima anak dari perkawinanya dengan I Gusti Ayu Made Mirah. Mereka masing-masing I Gusti Arinton (almarhum), I Gusti Made Arintha, I Gusti Ayu Nyoman Arinti, serta anak kembar yakni I Gusti Ayu Arnini dan I Gusti Ayu Arnina. Dari kelima anaknya itu, hanya yang nomor riga, yakni IGA Nyoman Arinti, yang tinggal di tanah leluhur Buleleng. Sementara tiga saudaranya yang masih hidup, semuanya tinggal menetap di Ibukota Jakarta. Makanya, rumah asal keluarga besar almarhum Mr Pudja di Desa/Kecamatan Sukasada, praktis tanpa penghuni.
Ayu Arinti mengaku masih teringat dengan sederet kenangan ayahnya, Mr Pudja, ketika masih hidup. Dengan lancar, Ayu Arinti menceritakan setiap detail kehidupan Mr Pudja, pahlawan nasional yang ikut andil dalam penyusunan teks Proklamasi kemerdekaan dan sempat menjabat Gubernur Sunda Kecil tersebut.
Sesekali, Ayu Arinti membuka sebuah catatan biografi yang ditulis secara sederhana, untuk memastikan soal tanggal-tanggal penting dalam kehidupan almarhum Mr Pudja. “Bapak orangnya sangat sederhana. Beliau selalu berpesan agar kami hidup sederhana dan jujur. Buktinya bapak tidak punya apa-apa. Kami hidup sederhana. Biasanya kan anak,” kenang Ayu Arinti. “Seorang Gubernur hidupnya mewah, tapi Bapak mendidik kami agar sederhana. Kata beliau, orang jujur dan sederhana itu hidupnya tenang,” lanjutnya.
Terkait penetapan Mr Pudja sebagai gambar mata uang logam pecahan Rp 1.000, menurut Ayu Arinti, prosesnya cukup panjang, hampir setahun. Dia menyebutkan, rencana penetapan Mr Pudja sebagai gambar mata uang rupiah itu sudah disampaikan pihak pemerintah awal 2016 lalu.
Ketika itu, papar Ayu Arinti, dirinya bertemu dengan perwakilan Bank Indonesia (BI) di Puri Sukasada, Desa/Kecamatan Sukasada. Saat itulah dia diberitahu pihakl BI soal rencana penetapan Mr Pudja sebagai gambar mata uang. Namun, Ayu Arinti kala itu diminta pihak BI untuk merahasikan rencana tersebut.
Rahasia itu pun dipegang erat oleh Ayu Arinti. Dia tidak menceritakan rencana penetapan gambar sang ayah dalam mata uang rupiah kepada kakak, adik-adik, anak-anak, dan cucu-cucunya. Setelah sekarang benar-benar ditetapkan Presiden Jokowi, barulah Ayu Arinti menyampaikan rahasia yang dipedam selama hampir setahun ini kepada keluarga maupun media.
“Sebenarnya saya diundang hadir pada acara seremoni (peluncuran mata uang Tahun Emisi 2016 di Gedung BI, Jakarta, 19 Desember 2016, Red). Tapi karena jauh dan saya sudah umur, saya tidak hadir. Hanya kakak saya yang tinggal di Jakarta, I Gusti Made Arintha, yang hadir dan menerima secara simbolis dari Presiden. Baru tadi anak-anak tahu dan langsung telepon saya. Baru hari ini saya boleh cerita,” beber Ayu Arinti.
Setelah I Goesti Ketut Pudja selaku pahlawan nasional diabadikan sebagai gambar mata uang logam pecahan Rp 1.000, Ayu Arinti punya harapan agar nama almarhum ayahnya kelak ditetapkan sebagai nama jalan di wilayah Buleleng. “Nama almarhum bisa menggantikan nama Jalan Veteran Singaraja atau Jalan Pahlawan Singaraja,” harap Ayu Arinti.
Namun, lanjut dia, karena teringat dengan pesan sang almarhum ayahnya agar jangan pernah meminta kepada negara, Ayu Arinti pun pilih memendam erat-erat harapannya soal nama jalan ini. Ayu Arinti hanya ingin agar Pemkab Buleleng mengingat tonggak sejarah bahwa 9 Oktober 1945, Bendera Merah Putih untuk pertama kalinya berkibara di Singaraja.
“Harapan saya sih biar setiap tanggal 9 Oktober itu, ada semacam apel peringatan. Kalau tidak pemerintah, barangkali ada organisasi pemuda di Buleleng yang memperingati hal tersebut. Itu saja satu harapan kami,” cetus Ayu Arinti.
Kini, setelah wajah Mr I Goesti Ketut Pudja diabadikan sebagai gambar mata uang logam pecahan Rp 1.000, Ayu Arinti dan keluarganya masih menunggu kiriman uang baru tersebut. Dia berharap memiliki setidaknya empat keping uang logam pecahan Rp 1.000 yang berisi wajah almarhum ayahnya. Dua keping di antaranya akan dijadikan koleksi pribadi, sementara dua keping lagi akan dijadikan liontin kalung untuk disimpan sebagai kenangan.
Selama ini, kata Ayu Arinti, nama Mr Pudja sebagai seorang pahlawan nasional, sangat jarang disebut. Namanya baru didedikasikan sebagai nama dua buah gedung di Singaraja, yakni panggung pementasan di komplek Puri Seni Sasana Budaya dan nama gedung pertemuan di Eks Pelabuhan Buleleng. Sedangkan untuk jalan dan patung tak ada yang pakai nama Mr Pudja.
Pihak keluarga, kata Ayu Arinti, selama ini tak pernah memasalahkannya. Karena Mr Pudja selalu berpesan agar keluarga kelak jangan pernah menuntut apa pun kepada negara. “Kalau toh negara memberikan sebuah penghargaan, maka penghargaan itu harus diterima dan diapresiasi sebaik mungkin.”
I Goesti Ketut Pudja sendiri merupakan satu dari lima pahlawan nasional asal Bali. Sedangkan empat pahlawan nasional asal Bali lainnya masing-masing Kolonel TNI (Anumerta) I Gusti Ngurah Rai (asal Puri Carangsari, Desa Carangsari, Kecamatan Petang, Badung), I Gusti Ketut Jelantik (asal Karangasem), Dr Anak Agung Gede Agung (asal Puri Agung Gianyar), I Gusti Ngurah Made Agung (Raja Badung VII 1902-1906 asal Puri Denpasar)---yang baru dikukuhkan 4 November 2015.
Dari lima orang ini, hanya Mr Pudjha yang diabadikan menjadi gambar mata uang ruipish edisi terbaru. Selain I Goesti Ketut Pudja, ada 11 pahlawan nasional lagi (dari daerah berbeda) yang digunakan sebagai gambar mata uang rupiah Tahun Emisi 2016. Mereka masing-masing Dr Ir Soekarno (uang kertas pecahan tertinggi Rp 100.000), Mohammad Hatta (uang kertas pecahan tertinggi Rp 100.000), Djuanda Kartawidjaja (untuk uang kertas pecahan Rp 50.000), GSSJ Ratulangi (uang kertas pecahan Rp 20.000), Frans Kai-siepo (uang kertas pecahan 10.000), Idham Chalid (uang kertas pecahan 5.000), Mohammad Hoesni Thamrin (uang kertas pecahan Rp 2.000), Tjut Meutia (uang kertas pecahan Rp 1.000), Tahi Bonar Simatupang (uang logam pecahan Rp 500), Tjiptoma-ngunkusumo (uang logam pecahan Rp 200), dan Herman Johanes (uang logam pecahan Rp 100). * k19
Komentar