Predator Anak Divonis 6 Tahun
DENPASAR, NusaBali
Satu lagi predator anak yang dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman berat oleh majelis hakim PN Denpasar.
Kali ini terdakwa I Made Angga Budayasa, 21, yang dijatuhi hukuman 6 tahun penjara karena mencabuli bocah 11 tahun. Terdakwa Angga dinilai terbukti memaksa anak korban yang masih berusia 8 tahun untuk memenuhi hasrat seksualnya. Perbuatan bejat terdakwa ini juga didahului dengan kekerasan sekaligus ancaman kekerasan hingga membuat anak korban trauma.
Majelis hakim diketuai Hari Supriyanto menilai perbuatan terdakwa telah melanggar Pasal 76E Jo Pasal 82 ayat (1) UU RI No.17 tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No.1 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
"Dalam putusan hakim, poin kedua, menjatuhkan terdakwa dengan pidana penjara selama enam tahun dan denda Rp 5 miliar subsider 5 bulan penjara," kata Bambang Purwanto dari PBH Peradi Denpasar selaku penasihat hukum terdakwa, pada Minggu (6/6).
Vonis majelis hakim ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Jaksa Ni Wayan Erawati Susina yakni 8 tahun penjara dan denda Rp 5 miliar subsider 6 bulan kurungan. Dalam pertimbangan Hakim, selama persidangan terdakwa bersikap sopan dan mengakui terus terang perbuatannya sehingga memperlancar proses persidangan dijadikan sebagai hal meringankan terdakwa.
"Adanya keterangan ibu kandung korban di persidangan bahwa keluarga terdakwa telah meminta maaf dan keluarga korban telah memaafkan perbuatan terdakwa, juga dijadikan sebagai hal meringankan terdakwa oleh majelis hakim," kata Bambang.
Sedangkan hal memberatkan, perbuatan terdakwa bertentangan dengan norma kesusilaan dan menimbulkan trauma terhadap anak, serta meresahkan masyarakat. Menanggapi putusan hakim ini, baik terdakwa maupun JPU menyatakan menerima.
Berdasarkan dakwaan JPU, perbuatan bejat yang dilakukan terdakwa ini, terjadi pada Rabu 23 Desember 2020 di sebuah kamar kos di sekitaran Jalan Tukad Punggawa, Denpasar. Saat itu, anak korban pamitan ke ibunya untuk pergi bermain bersama temannya. Setelah mendapat izin dari ibunya, gadis kecil ini kemudian mendayung sepedanya menuju tempat tinggal temannya.
Setiba di rumah temannya itu, anak korban bertemu dengan terdakwa yang sedang duduk di teras kos. Anak korban lalu menanyakan keberadaan temannya, dan terdakwa mengatakan, bahwa teman anak korban ada di kamar kos.
Anak korban pun masuk ke dalam kamar. Terdakwa juga ikut masuk dan langsung menutup pintu. Saat itu juga anak korban merasa ketakutan dan ingin keluar dari kamar. Namun, terdakwa menarik tangan anak korban dan mendorongnya ke kasur.
Terdakwa melakukannya aksi bejatnya disertai kekerasan dan ancaman. Anak korban pun tak tinggal diam. Dia terus melakukan perlawanan hingga berhasil bebas dari cengkraman terdakwa. Sambil menangis, anak korban kemudian pulang ke rumahnya dan menceritakan kejadian ini ke ibunya. *rez
Majelis hakim diketuai Hari Supriyanto menilai perbuatan terdakwa telah melanggar Pasal 76E Jo Pasal 82 ayat (1) UU RI No.17 tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No.1 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
"Dalam putusan hakim, poin kedua, menjatuhkan terdakwa dengan pidana penjara selama enam tahun dan denda Rp 5 miliar subsider 5 bulan penjara," kata Bambang Purwanto dari PBH Peradi Denpasar selaku penasihat hukum terdakwa, pada Minggu (6/6).
Vonis majelis hakim ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Jaksa Ni Wayan Erawati Susina yakni 8 tahun penjara dan denda Rp 5 miliar subsider 6 bulan kurungan. Dalam pertimbangan Hakim, selama persidangan terdakwa bersikap sopan dan mengakui terus terang perbuatannya sehingga memperlancar proses persidangan dijadikan sebagai hal meringankan terdakwa.
"Adanya keterangan ibu kandung korban di persidangan bahwa keluarga terdakwa telah meminta maaf dan keluarga korban telah memaafkan perbuatan terdakwa, juga dijadikan sebagai hal meringankan terdakwa oleh majelis hakim," kata Bambang.
Sedangkan hal memberatkan, perbuatan terdakwa bertentangan dengan norma kesusilaan dan menimbulkan trauma terhadap anak, serta meresahkan masyarakat. Menanggapi putusan hakim ini, baik terdakwa maupun JPU menyatakan menerima.
Berdasarkan dakwaan JPU, perbuatan bejat yang dilakukan terdakwa ini, terjadi pada Rabu 23 Desember 2020 di sebuah kamar kos di sekitaran Jalan Tukad Punggawa, Denpasar. Saat itu, anak korban pamitan ke ibunya untuk pergi bermain bersama temannya. Setelah mendapat izin dari ibunya, gadis kecil ini kemudian mendayung sepedanya menuju tempat tinggal temannya.
Setiba di rumah temannya itu, anak korban bertemu dengan terdakwa yang sedang duduk di teras kos. Anak korban lalu menanyakan keberadaan temannya, dan terdakwa mengatakan, bahwa teman anak korban ada di kamar kos.
Anak korban pun masuk ke dalam kamar. Terdakwa juga ikut masuk dan langsung menutup pintu. Saat itu juga anak korban merasa ketakutan dan ingin keluar dari kamar. Namun, terdakwa menarik tangan anak korban dan mendorongnya ke kasur.
Terdakwa melakukannya aksi bejatnya disertai kekerasan dan ancaman. Anak korban pun tak tinggal diam. Dia terus melakukan perlawanan hingga berhasil bebas dari cengkraman terdakwa. Sambil menangis, anak korban kemudian pulang ke rumahnya dan menceritakan kejadian ini ke ibunya. *rez
Komentar