Pandemi, Alihfungsikan Restoran Jadi Tempat Upacara Agama
GIANYAR, NusaBali
Pandemi Covid-19 yang belum reda menjadikan Restoran Gaharu di Banjar Medahan, Desa Kemenuh, Kecamatan Sukawati, Gianyar, beralih fungsi menjadi tempat upacara agama, terutama Hindu.
Kakak beradik pengelola restoran, Ida Bagus Putu Sumaba dan Ida Bagus Putu Sumantri, menamai tempat ini Griya Taksu. Tempatnya yang luas dengan sejumlah properti restoran bisa digunakan untuk segala aktivitas umat. Ida Bagus Putu Sumaba dan Ida Bagus Putu Sumantri menjelaskan, awalnya tempat itu adalah restoran dengan pangsa pasar turis Tiongkok. "Karena pandemi, restoran tidak bisa jalan. Dulu, kami sajikan banyak menu makanan disini. Menu andalan kami, bebek goreng," ujarnya, Minggu (6/6).
Pandemi Covid yang berlarut, membuat restoran yang tutup kotor. "Dulu restoran lama gak dibersihkan, takut rusak dimakan rayap. Jadi pemikiran keluarga, coba membangun tempat upacara Panca Yadya (lima klasifikasi upacara)," ujar IB Sumantri.
Setelah mendapat nama Griya Taksu dari sulinggih, pengelola menambahkan sejumlah bangunan. Yakni Padma (tempat pemujaan), gapura, dan gazebo. Pengelola juga menyediakan tempat melukat atau pemandian suci, tempat untuk tiga bulanan dan lainnya. "Termasuk prokes, tempat cuci tangan kami sediakan," ungkapnya.
Tempat makan disulap jadi tempat resepsi. Dapur disulap jadi tempat menaruh banten (sarana upacara). Pengelola juga menyediakan kamar rias dan kamar tidur untuk keperluan Ngekeb (memingit pengantin maupun orang yang hendak potong gigi).
"Yang jelas, inovasi ini menjawab tantangan umat ke depan. Isu di media bermacam-macam. Upakara disederhanakan. Padahal kita di Hindu sudah mengenal (sederhana) dari dulu. Yadnya sesuai kemampuan," jelasnya. Lanjut dia, di tempatnya, disediakan beragam paket upacara.
Paket upacara yang dilaksanakan antara lain, upacara Menek Kelih, Telu Bulanan, Otonan, Mabayuh Oton, Sapu Leger, Potong Gigi, Perkawinan, dan lainnya. ‘’Untuk harganya bervariasi. Tergantung permintaan, ada yang sendiri, berapa biayanya, kami siapkan," jelas IB Sumantri.
Pihaknya mengutamakan pelayanan bagi orang kurang mampu. Sehingga biaya yang diberikan cukup murah. "Contoh, tanggal 19 Juni, ada upacara Metatah (potong gigi) massal untuk 19 orang. Mereka hanya kena biaya Rp 1.150.000 per orang," ujarnya. Meski tergolong murah, tidak mengurangi makna.
"Prosesnya, itu sudah segala proses. Ada Mabyakaon, Ngekeb, sudah semua prosesi. Keluarga peseta hanya bayar sesuai paket dan membawa satu Pejati dan Tirta dari Merajan masing-masing," jelasnya.
Pihaknya juga bisa menggelar upacara Ngasti massal. Kebetulan, lokasi Griya Taksu luas. Masih ada lahan kosong yang bisa digunakan sebagai bale. "Rencana di sana kami buatkan. Payadnyan nanti," ungkapnya.
Sambil menyodorkan list biaya, untuk upacara Magedong-gedongan (bayi) sebesar Rp 1,6 juta. Upacara tiga bulanan dibagi menjadi tiga kelas, dari Rp 5,5 juta hingga Rp 11 juta.
Upacara Menek Kelih sebesar Rp 1,5 juta dan Pawetonan Rp 11 juta. Selanjutnya Bayuh Oton Rp 1,8 juta. Bagi yang menggelar upacara Sapuh Leger seharga Rp 11,5 juta. Sedangkan, upacara Mepandes (potong gigi) untuk enam orang dengan biaya Rp 9 juta. Bagi yang punya dana lebih, pihaknya menyediakan tempat resepsi. "Tergantung permintaan konsumen. Apapun yang dipesan konsumen disini kami bisa siapkan," ujarnya.
Meski baru dibuka awal Januari 2021, masyarakat antusias menyambut. Terlihat dari padatnya acara di bulan Juni. "Mulai tanggal 16 Juni sudah ada kegiatan, Telu Bulanan," terangnya.
Tidak hanya bagi umat Hindu, tempat itu juga bisa melayani umat lain. "Termasuk Sisiran Agama Budha. Paket perkawinan di sini, acaranya malam. Kami juga kurang tahu apa itu Sisiran. Tanggal 16 malam di sini, lalu resepsi di sini," ujarnya.
Selain itu umat muslim juga pernah memanfaatkan lokasi itu sebagai tempat resepsi. "Nanti tanggal 24 lagi ada resepsi. Kami mewadahi semua umat. Itulah kelebihan kami disini. Semua umat yang berkenan memanfaatkan, kami berikan," terangnya.
Menurutnya, alasan umat lain memakai lokasi Griya Taksu, karena lahannya luas. "Setiap kegiatan yang dicari, satu parkir, kebisingan. Itu sudah pasti menjadi faktor. Makanya dengan melihat space yang ada di sini, mereka tertarik," ungkapnya.
Selain itu, ada wantilan, indoor hingga balai upacara tersedia dengan jarak yang berjauhan satu sama lain. "Belum lagi ada taman out door. Saya rasa kalau ada ratusan orang di sini, dengan jarak segini, mereka yang ingin adakan acara disini tidak terganggu," jelasnya.
Bahkan, untuk acara nikah, pihaknya mengklaim bisa tiga pasangan sekaligus. "Di tempat lain, satu paket, hanya diberikan waktu dua jam. Kami bisa sekalian tiga. Kalau dibatasi waktu, konsumen atau tamunya canggung," ungkapnya.
Untuk tenaga, menggandeng keluarga dan masyarakat desa. "Begitu ada pesanan, kami bawa ke seputaran masyarakat. Sehingga rezeki itu terdistribusi, hidup perekonomian. Tidak kami monopoli disini," ujarnya. Apabila pesanan banten banyak langsung diserahkan kepada yang siap mengerjakan. "Baik dusun disini, maupun dusun yang di selatan (dusun tetangga). Semua orang disini diberdayakan," terangnya.
Untuk pendeta atau sulinggih juga tidak memonopoli. "Ratu disini bilang, kalau ramai, jangan ratu saja. Ratu yang lain juga dipakai. Apalagi disini di Desa Kemenuh ada enam Ratu Peranda," jelasnya. *nvi
1
Komentar