Rudia Tak Sepakat dengan Diah Srikandi
Soal Jadwal Pemilu 2024 yang Tabrakan dengan Galungan
Ada ribuan penyelenggara pemilu di Bali akan terlibat, maka bicara pemilu tidak cukup melihat angka golput. Aspek penyelenggara juga harus dilihat.
DENPASAR, NusaBali
Pro dan kontra soal pelaksanaan Pileg/Pilpres 28 Februari 2024 yang bertabrakan dengan Hari Raya Galungan terus bergulir. Anggota Bawaslu Bali Divisi Hukum, Data dan Hubungan Lembaga, I Ketut Rudia terang-terangan menyatakan tidak sepakat dengan pernyataan Ketua Kaukus Perempuan Parlemen (KKP) Provinsi Bali yang juga Anggota Fraksi PDIP DPRD Bali, I Gusti Ayu Diah Werdhi Srikandi Wedasteraputri Suyasa. Pernyataan Diah Werdhi bahwa Pileg/Pilpres 2024 bersamaan dengan Galungan tidak perlu dikhawatirkan, bisa membuat masyarakat mem-bully penyelenggara pemilu yang akan sosialisasi ke bawah.
Selain itu, menurut Rudia, pernyataan tersebut tidak mempertimbangkan beban tugas para penyelenggara. Versi Diah Werdhi, golput tidak akan terjadi di Bali, walaupun pemilu digelar bersamaan dengan Hari Raya Galungan, karena para perempuan Bali kaum hebat dalam mengatur waktu, menurut Rudia pernyataan itu harusnya tidak sampai terungkap. "Pemilu tidak hanya persoalan golput saja. Bukan hanya persoalan perempuan Bali bisa mengatur waktu dan akan tetap datang ke TPS. Tetapi juga menyangkut banyak aspek," ujar Rudia.
Rudia mengatakan para penyelenggara pada pemilu wajib melaksanakan tugas negara. Mereka harus sudah hadir pada pukul 06.30 Wita atau 30 menit sebelum pemungutan suara dimulai di TPS (tempat pemungutan suara) dan tidak bisa meninggalkan tugas sebelum proses pemungutan dan penghitungan suara selesai.
"Ada ribuan penyelenggara pemilu nanti di Bali akan terlibat. Maka bicara pemilu tidak cukup melihat angka golput. Aspek penyelenggara juga harus dilihat. Ya kami di Bawaslu Bali contohnya. Kami harus laksanakan tugas negara. Petugas kami sudah harus ada di TPS 30 menit sebelum pemungutan suara," beber Rudia.
Petugas KPPS (kelompok penyelenggara pemungutan suara) misalnya, kata Rudia harus sudah siap 30 menit sebelum pemungutan suara di TPS. Mereka harus siapkan proses coblosan. "Ndak ada istilah : nanti dulu saya mau sembahyang. Bisa kena pidana, kalau sampai terlambat datang menjalankan tugasnya, harus dipahami itu oleh kawan-kawan di DPRD Bali," ujar mantan Ketua Bawaslu Bali periode 2013-2018 ini.
Ditegaskan Rudia, petugas yang jumlahnya ribuan ketika pemilu akan mendistribusikan surat suara ke TPS juga harus dipertimbangkan. "Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 itu diatur pasal pidananya kalau petugas lalai melaksanakan tugas. Kalau pemilih boleh saja datang jam 8, nyoblos langsung pulang. Penyelenggara ya nggak bisa," ujar mantan wartawan ini.
Kata Rudia, dalam setiap event pemilu, pemerintah selalu memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk menggunakan hak pilih secara luas. Bahkan sampai memberlakukan libur nasional. "Walaupun Hari Raya Galungan itu bukan libur nasional, pasti akan dihindari. Itu sudah berlaku di setiap pemilu," tegas Rudia.
"Okelah , kalau kawan di DPRD Bali bicara golput tidak akan terjadi, tergantung cara mengatur waktu datang ke TPS. Tetapi kita penyelenggara pasti dibully oleh masyarakat ketika nanti sosialiasi pemilu yang bertepatan dengan Hari Galungan," ujar Rudia.
Sebelumnya Ketua Kaukus Perempuan Parlemen (KPP) Provinsi Bali I Gusti Ayu Diah Werdhi Srikandi Wedastraputri Suyasa, Jumat (11/6) mengatakan pileg/pilpres pada 28 Februari Tahun 2024 yang bertabrakan dengan hari keagamaan, yakni Hari Raya Galungan tidak perlu dikhawatirkan secara berlebihan. Karena masyarakat pasti bisa mengatur waktu untuk ibadah dan melaksanakan hak pilih dalam pesta demokrasi lima tahunan itu.
Diah Werdhi pun menegaskan kalau Pemilu bertabrakan dengan Hari Raya Galungan, perempuan Bali yang identik dengan kesibukan persiapan Galungan akan mampu mengatasi. Karena perempuan Bali terbiasa dengan kesibukan padat tanpa mengabaikan kewajiban. "Perempuan Bali itu hebat, sesibuk apapun, pasti sempatkan waktu menggunakan hak pilihnya ke TPS," tegas Wakil Ketua Komisi III DPRD Bali dari Fraksi PDIP ini. *nat
Selain itu, menurut Rudia, pernyataan tersebut tidak mempertimbangkan beban tugas para penyelenggara. Versi Diah Werdhi, golput tidak akan terjadi di Bali, walaupun pemilu digelar bersamaan dengan Hari Raya Galungan, karena para perempuan Bali kaum hebat dalam mengatur waktu, menurut Rudia pernyataan itu harusnya tidak sampai terungkap. "Pemilu tidak hanya persoalan golput saja. Bukan hanya persoalan perempuan Bali bisa mengatur waktu dan akan tetap datang ke TPS. Tetapi juga menyangkut banyak aspek," ujar Rudia.
Rudia mengatakan para penyelenggara pada pemilu wajib melaksanakan tugas negara. Mereka harus sudah hadir pada pukul 06.30 Wita atau 30 menit sebelum pemungutan suara dimulai di TPS (tempat pemungutan suara) dan tidak bisa meninggalkan tugas sebelum proses pemungutan dan penghitungan suara selesai.
"Ada ribuan penyelenggara pemilu nanti di Bali akan terlibat. Maka bicara pemilu tidak cukup melihat angka golput. Aspek penyelenggara juga harus dilihat. Ya kami di Bawaslu Bali contohnya. Kami harus laksanakan tugas negara. Petugas kami sudah harus ada di TPS 30 menit sebelum pemungutan suara," beber Rudia.
Petugas KPPS (kelompok penyelenggara pemungutan suara) misalnya, kata Rudia harus sudah siap 30 menit sebelum pemungutan suara di TPS. Mereka harus siapkan proses coblosan. "Ndak ada istilah : nanti dulu saya mau sembahyang. Bisa kena pidana, kalau sampai terlambat datang menjalankan tugasnya, harus dipahami itu oleh kawan-kawan di DPRD Bali," ujar mantan Ketua Bawaslu Bali periode 2013-2018 ini.
Ditegaskan Rudia, petugas yang jumlahnya ribuan ketika pemilu akan mendistribusikan surat suara ke TPS juga harus dipertimbangkan. "Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 itu diatur pasal pidananya kalau petugas lalai melaksanakan tugas. Kalau pemilih boleh saja datang jam 8, nyoblos langsung pulang. Penyelenggara ya nggak bisa," ujar mantan wartawan ini.
Kata Rudia, dalam setiap event pemilu, pemerintah selalu memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk menggunakan hak pilih secara luas. Bahkan sampai memberlakukan libur nasional. "Walaupun Hari Raya Galungan itu bukan libur nasional, pasti akan dihindari. Itu sudah berlaku di setiap pemilu," tegas Rudia.
"Okelah , kalau kawan di DPRD Bali bicara golput tidak akan terjadi, tergantung cara mengatur waktu datang ke TPS. Tetapi kita penyelenggara pasti dibully oleh masyarakat ketika nanti sosialiasi pemilu yang bertepatan dengan Hari Galungan," ujar Rudia.
Sebelumnya Ketua Kaukus Perempuan Parlemen (KPP) Provinsi Bali I Gusti Ayu Diah Werdhi Srikandi Wedastraputri Suyasa, Jumat (11/6) mengatakan pileg/pilpres pada 28 Februari Tahun 2024 yang bertabrakan dengan hari keagamaan, yakni Hari Raya Galungan tidak perlu dikhawatirkan secara berlebihan. Karena masyarakat pasti bisa mengatur waktu untuk ibadah dan melaksanakan hak pilih dalam pesta demokrasi lima tahunan itu.
Diah Werdhi pun menegaskan kalau Pemilu bertabrakan dengan Hari Raya Galungan, perempuan Bali yang identik dengan kesibukan persiapan Galungan akan mampu mengatasi. Karena perempuan Bali terbiasa dengan kesibukan padat tanpa mengabaikan kewajiban. "Perempuan Bali itu hebat, sesibuk apapun, pasti sempatkan waktu menggunakan hak pilihnya ke TPS," tegas Wakil Ketua Komisi III DPRD Bali dari Fraksi PDIP ini. *nat
Komentar