PDIP Pelopori Upaya Pelestarian Bahasa Bali
Diwujudkan Lewat Kegiatan Utsawa Widyatarka Susastra Bali
Ketua DPD PDIP Wayan Koster ingatkan istilah meme dan bapa di Bali sudah mulai ditinggalkan, bergeser ke sebutan mami dan papi.
DENPASAR, NusaBali
PDIP Bali berupaya menjadi yang terdepan dalam mempelopori pelestarian sastra dan aksara Bali. Ini diwujudkan melalui Utsawa Widyatarka (Lomba Cerdas Cermat) Susastra Bali yang digelar PDIP Bali dengan melibatkan siswa SD, SMP, dan SMA/SMK serangkaian HUT ke-48 PDIP dan Bulan Bung Karno 2021.
Utsawa Widyatarka Susastra Bali tingkat kabupaten/kota telah dilaksanakan DPC PDIP Kabupaten/Kota se-Bali, 4-5 Juni 2021 lalu. Para juara tingkat kabupaten/kota kemudian tarung dalam putaran final Utsawa Widyatarka Susastra Bali tingkat Provinsi Bali di Kantor Sek-retariat DPD PDIP Bali, Jalan Banteng Baru Nomor 4 Niti Mandala Denpasar, 13-14 Juni 2021.
Kegiatan putaran final Utsawa Widyatarka Susastra Bali tingkat Provinsi Bali, Senin (14/6) pagi, dihadiri langsung Ketua DPD PDIP Bali Wayan Koster, yang notabene Gubernur Bali. Dalam arahannya, Wayan Koster menyatakan tekad PDIP sebagai yang terdepan jadi pelopor pelestarian sastra dan aksara Bali.
Menurut Koster, kader PDIP berkewajiban menjaga dan melestarikan Bahasa Bali di tengah era globalisasi, yang tantangannya semakin berat dalam pelestarian budaya, khususnya bahasa dan sastra Bali. Saat ini, penggunakaan Bahasa Bali untuk komunikasi sehari-hari sudah sangat jarang dan mengalami pergeseran. Koster mencontohkan panggilan meme (ibu) dan bapa (bapak) di Bali, yang sudah berubah menjadi mami dan papi.
"Kalau di rumah, sebaiknya jangan pakai panggilan mami-papi. Kalau di kantor, ya bolehlah. Kalau dalam komunikasi di rumah dan keluarga, ya gunakanlahg Bahasa ali. Jangan sampai Bahasa Bali ditinggalkan dan punah. Bahasa Bali adalah warisan leluhur yang harus dijaga dan kita rawat," terang Koster.
Bertolak dari situ, kata Koster, PDIP terdepan dalam menjaga kearifan lokal budaya, khususnya Bahasa Bali. Sebutan atau istilah Bali dalam kehidupan sehari-hari harus dibumikan, tidak boleh punah. "Kita boleh pandai Bahasa Inggris, boleh jago Bahasa Mandarin, namun Bahasa Bali sebagai jati diri kita sebagai orang Bali tidak boleh ditinggalkan," tandas politisi senior PDIP asal Desa Sembiran, Kecamatan Tejakula, Buleleng ini.
Koster mengaku khawatir dengan perkembangan teknologi digital dan informasi saat ini. Peserta didik diharuskan menguasai Bahasa Indonesia dalam mengikuti proses akademik, menguasai Bahasa Inggris, Bahasa Mandarin, dan Bahasa Jepang. Hal ini membuat ruang Bahasa Bali yang sesuai tata titi (tata bahasa) untuk dipelajari, semakin susah.
"Jadi, Utsawa Widyatarka Susastra Bali ini digelar PDI Perjuangan di seluruh Bali, sebagai salah satu bentuk implementasi visi ‘Nangun Sat Kerthi Loka Bali’, Perda Provinsi Bali Nomor 1 Tahun 2018 tentang Bahasa-Sksara-Sastra Bali, Pergub Bali Nomor 80 Tahun 2018 tentang Perlindungan dan Penggunaan Bahasa-Aksara-Sastra Bali, serta penyelenggaran Bulan Bahasa Bali,” tegas Koster.
“Jadi, langkah PDI Perjuangan lebih cepat. Di birokrasi saja belum dilakukan hal ini, kita di PDI Perjuangan harus terdepan. Ini menjadi ideologi partai yang diingatkan Ketua Umum Ibu Megawati Soekarnoputri," lanjut Gubernur yang sempat tiga periode duduk di Komisi X DPR RI dari Fraksi PDIP Dapil Bali (2004-2009, 2009-2014, 2014-2018) ini.
Sementara itu, Koordinator Utsawa Widyatarka Susastra Bali Tahun 2021, I Gusti Ayu Diah Werdhi Srikandi Wedastraputri Suyasa, mengatakan lomba cerdas cermat bahasa, aksara, dan sastra Bali ini pertama kalinya digelar PDIP. Ini pula yang pertama kali digelar di Bali. "Selama ini, belum pernah ada instansi pemerintah maupun swasta melaksanakan Utsawa Widyatarka Susastra Bali," ujar Diah Srikandi.
Karena itu, kata Diah Srikandi, lomba cerdas bahasa, aksara, dan sastra Bali ini merupakan perintis. "Semoga ini dapat terus dikembangkan dalam berbagai ajang dan kesempatan pada tahun-tahun mendatang," tandas Srikandi PDIP asal Jembrana yang juga Wakil Ketua Komisi III DPRD Bali ini.
Menurut Diah Srikandi, Bahasa Bali sebagai bahasa daerah yang bertumbuh kembang dalam kehidupan masyarakat Bali, berkedudukan sebagai kekayaan budaya nasional yang harus dihormati dan dipelihara keberadaannya. Bahasa Bali memiliki fungsi integral sebagai lambang kebanggaan dan identitas suku Bali, alat komunikasi dan ekspresi keluarga suku Bali, serta pendukung kebudayaan Bali dan agama Hindu.
"Bahasa Bali memiliki kekuatan mistik primordial dalam segala macam ritual dan praktek religius di Bali. Penggunaan Bahasa Bali dalam sebuah ritual verbal adalah untuk mengukuhkan makna tradisional dan menjamin adanya kohesi kultural," katanya.
"Akan tetapi, kohesi kultural yang diwariskan dari generasi ke generasi melalui Bahasa Bali semakin memudar, bahkan rapuh, karena terjadi pergeseran sikap bahasa dan sikap budaya masyarakat Bali, baik yang diakibatkan oleh desakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional maupun bahasa asing," lanjut Srikandi PDIP yang juga menjabat Ketua Kaukus Perempuan Parlemen Provinsi Bali ini. *nat
Utsawa Widyatarka Susastra Bali tingkat kabupaten/kota telah dilaksanakan DPC PDIP Kabupaten/Kota se-Bali, 4-5 Juni 2021 lalu. Para juara tingkat kabupaten/kota kemudian tarung dalam putaran final Utsawa Widyatarka Susastra Bali tingkat Provinsi Bali di Kantor Sek-retariat DPD PDIP Bali, Jalan Banteng Baru Nomor 4 Niti Mandala Denpasar, 13-14 Juni 2021.
Kegiatan putaran final Utsawa Widyatarka Susastra Bali tingkat Provinsi Bali, Senin (14/6) pagi, dihadiri langsung Ketua DPD PDIP Bali Wayan Koster, yang notabene Gubernur Bali. Dalam arahannya, Wayan Koster menyatakan tekad PDIP sebagai yang terdepan jadi pelopor pelestarian sastra dan aksara Bali.
Menurut Koster, kader PDIP berkewajiban menjaga dan melestarikan Bahasa Bali di tengah era globalisasi, yang tantangannya semakin berat dalam pelestarian budaya, khususnya bahasa dan sastra Bali. Saat ini, penggunakaan Bahasa Bali untuk komunikasi sehari-hari sudah sangat jarang dan mengalami pergeseran. Koster mencontohkan panggilan meme (ibu) dan bapa (bapak) di Bali, yang sudah berubah menjadi mami dan papi.
"Kalau di rumah, sebaiknya jangan pakai panggilan mami-papi. Kalau di kantor, ya bolehlah. Kalau dalam komunikasi di rumah dan keluarga, ya gunakanlahg Bahasa ali. Jangan sampai Bahasa Bali ditinggalkan dan punah. Bahasa Bali adalah warisan leluhur yang harus dijaga dan kita rawat," terang Koster.
Bertolak dari situ, kata Koster, PDIP terdepan dalam menjaga kearifan lokal budaya, khususnya Bahasa Bali. Sebutan atau istilah Bali dalam kehidupan sehari-hari harus dibumikan, tidak boleh punah. "Kita boleh pandai Bahasa Inggris, boleh jago Bahasa Mandarin, namun Bahasa Bali sebagai jati diri kita sebagai orang Bali tidak boleh ditinggalkan," tandas politisi senior PDIP asal Desa Sembiran, Kecamatan Tejakula, Buleleng ini.
Koster mengaku khawatir dengan perkembangan teknologi digital dan informasi saat ini. Peserta didik diharuskan menguasai Bahasa Indonesia dalam mengikuti proses akademik, menguasai Bahasa Inggris, Bahasa Mandarin, dan Bahasa Jepang. Hal ini membuat ruang Bahasa Bali yang sesuai tata titi (tata bahasa) untuk dipelajari, semakin susah.
"Jadi, Utsawa Widyatarka Susastra Bali ini digelar PDI Perjuangan di seluruh Bali, sebagai salah satu bentuk implementasi visi ‘Nangun Sat Kerthi Loka Bali’, Perda Provinsi Bali Nomor 1 Tahun 2018 tentang Bahasa-Sksara-Sastra Bali, Pergub Bali Nomor 80 Tahun 2018 tentang Perlindungan dan Penggunaan Bahasa-Aksara-Sastra Bali, serta penyelenggaran Bulan Bahasa Bali,” tegas Koster.
“Jadi, langkah PDI Perjuangan lebih cepat. Di birokrasi saja belum dilakukan hal ini, kita di PDI Perjuangan harus terdepan. Ini menjadi ideologi partai yang diingatkan Ketua Umum Ibu Megawati Soekarnoputri," lanjut Gubernur yang sempat tiga periode duduk di Komisi X DPR RI dari Fraksi PDIP Dapil Bali (2004-2009, 2009-2014, 2014-2018) ini.
Sementara itu, Koordinator Utsawa Widyatarka Susastra Bali Tahun 2021, I Gusti Ayu Diah Werdhi Srikandi Wedastraputri Suyasa, mengatakan lomba cerdas cermat bahasa, aksara, dan sastra Bali ini pertama kalinya digelar PDIP. Ini pula yang pertama kali digelar di Bali. "Selama ini, belum pernah ada instansi pemerintah maupun swasta melaksanakan Utsawa Widyatarka Susastra Bali," ujar Diah Srikandi.
Karena itu, kata Diah Srikandi, lomba cerdas bahasa, aksara, dan sastra Bali ini merupakan perintis. "Semoga ini dapat terus dikembangkan dalam berbagai ajang dan kesempatan pada tahun-tahun mendatang," tandas Srikandi PDIP asal Jembrana yang juga Wakil Ketua Komisi III DPRD Bali ini.
Menurut Diah Srikandi, Bahasa Bali sebagai bahasa daerah yang bertumbuh kembang dalam kehidupan masyarakat Bali, berkedudukan sebagai kekayaan budaya nasional yang harus dihormati dan dipelihara keberadaannya. Bahasa Bali memiliki fungsi integral sebagai lambang kebanggaan dan identitas suku Bali, alat komunikasi dan ekspresi keluarga suku Bali, serta pendukung kebudayaan Bali dan agama Hindu.
"Bahasa Bali memiliki kekuatan mistik primordial dalam segala macam ritual dan praktek religius di Bali. Penggunaan Bahasa Bali dalam sebuah ritual verbal adalah untuk mengukuhkan makna tradisional dan menjamin adanya kohesi kultural," katanya.
"Akan tetapi, kohesi kultural yang diwariskan dari generasi ke generasi melalui Bahasa Bali semakin memudar, bahkan rapuh, karena terjadi pergeseran sikap bahasa dan sikap budaya masyarakat Bali, baik yang diakibatkan oleh desakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional maupun bahasa asing," lanjut Srikandi PDIP yang juga menjabat Ketua Kaukus Perempuan Parlemen Provinsi Bali ini. *nat
Komentar