TCEC Serangan Rayakan HUT Bersamaan dengan World Turtle Day
DENPASAR, NusaBali.com - Pusat Konservasi dan Pendidikan Penyu (Turtle Conservation and Education Center/TCEC) Serangan merayakan hari jadinya yang ke-15 bertepatan dengan Hari Penyu Sedunia atau World Turtle Day pada Rabu (16/6/2021).
Perayaan tersebut dilakukan kegiatan bersih-bersih pantai (beach clean up) dan pelepasliaran tukik di Pantai Melasti Serangan. Selain dihadiri oleh anggota TCEC Serangan, kegiatan tersebut juga dihadiri oleh Lurah Serangan, Bendesa Adat Desa Serangan, Kepala Lingkungan se-Kelurahan Serangan, dan komunitas pecinta lingkungan seperti, Turtle Guard Udayana, Trash Hero Indonesia, Serangan Bebas Plastik dan masyarakat umum.
Pengelola TCEC, I Made Sukanta, 39, pada saat acara menjelaskan bahwa ulang tahun TCEC dilaksanakan bertepatan dengan World Turtle Day karena sejalan dengan perhatian yang dimiliki TCEC pada pelestarian penyu.
“Ulang tahun TCEC sebenarnya tanggal 20 Juni, tapi karena bertepatan dengan World Turtle Day, maka kami rangkai dan laksanakan sekarang,” ujarnya.
Sukanta pun mengucapkan terima kasih atas kehadiran seluruh undangan yang hadir pada kesempatan tersebut. Ia mengatakan di usia TCEC yang menginjak ke-15 tahun, dirinya berharap TCEC tetap memiliki semangat dalam memperjuangkan misi lembaga tersebut dalam menjaga kelestarian penyu laut.
“Perayaan dilakukan dengan bersih-bersih pantai, dan pelepasliaran tukik secara simbolis sebanyak 20 ekor,” terang Sukanta. Pada kesempatan tersebut tidak lupa ia mengingatkan untuk tetap menjaga protokol kesehatan selama berlangsungnya kegiatan.
Sementara itu Ida Bagus Nararya Primastana Adnyana, 22, selaku dokter hewan yang mendampingi kegiatan konservasi penyu di TCEC menuturkan bahwa pelestarian penyu di Bali saat ini kondisinya sudah lebih baik dibanding ketika TCEC belum dibangun. Menurutnya konsumsi penyu yang marak di masa lalu kini sudah jauh berkurang dan lebih dikontrol penggunaannya.
Pihak TCEC terangnya menyediakan sejumlah penyu yang dapat dipergunakan sebagai sarana upacara, meski dengan persyaratan menunjukkan surat izin dari pihak terkait seperti PHDI maupun BKSDA Bali.
“Penyu saat ini beralih untuk digunakan sebagai sarana atraksi wisata maupun edukasi. Untuk upacara juga disediakan, namun jumlahnya terbatas dan harus memiliki izin,” ujar alumnus FKH Unud.
Ia menambahkan kolam tukik di TCEC idealnya haruslah kosong, dalam artian tukik yang telah menetas harus sesegera mungkin dilepas karena mempertimbangkan cadangan makanan (yolk) yang dimiliki masih cukup bagi penyu untuk berenang sejauh mungkin ke tengah laut. Alhasil selain penyu yang dipersiapkan untuk upacara agama, saat ini di dalam TCEC hanya terdapat penyu hasil sitaan yang tidak memungkinkan untuk dilepas karena kondisi fisiknya yang sudah tidak utuh.
Sementara itu, Jero Bendesa Adat Serangan, I Made Sedana, ditemui pada kesempatan yang sama mengaku sangat bangga dengan kiprah yang dilakukan oleh TCEC selama ini di dalam mensosialisasikan pelestarian penyu kepada masyarakat luas.
Ia pun mendukung kegiatan yang dilakukan oleh TCEC dalam merayakan hari jadi dengan melakukan bersih-bersih lingkungan pantai dan pelepasliaran tukik. Sebagai daerah pariwisata Desa Serangan menurutnya wajib menjaga kebersihan lingkungannya. Ia juga berharap kegiatan ini dapat menjadi contoh bagi masyarakat Serangan maupun masyarakat Bali pada umumnya.
Disinggung mengenai dukungan Desa Adat Serangan kepada TCEC dirinya menyebut selama masa pandemi pihak Desa Adat belum dapat memberikan dukungan (finansial) karena menurutnya Desa Adat Serangan juga sedang mengalami kesulitan dalam mencari pendanaan.
“Untuk sementara dukungan kami baru pada memberikan lokasi secara gratis kepada TCEC supaya dapat digunakan sebagaimana mestinya untuk menjaga kelestarian penyu,” pungkas Jero Bendesa. *adi
1
Komentar